Jakarta (Lampost.co): Pengamat Komunikasi Politik Benny Susetyo dengan sapaan akrab Romo Benny menjabarkan fenomena kartel politik yang mencengkeram proses demokrasi membuat rakyat kehilangan kebebasan untuk memilih pemimpin.
Menurutnya, demokrasi yang seharusnya menjadi wadah rakyat untuk menentukan arah kepemimpinan, kini justru oleh praktik politik yang mencederai esensi demokrasi. Demokrasi yang berkualitas seharusnya memberi kesempatan kepada rakyat untuk memilih tanpa paksaan atau tekanan. Demokrasi yang sejati tidak membatasi pilihan rakyat. Tetapi, memperkuat posisi mereka sebagai pemegang kedaulatan.
Demokrasi dalam konteks Pancasila harus menghormati prinsip kesetaraan, di mana setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam proses politik. Namun, demokrasi Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius. Hal itu karena dominasi kartel politik yang terdiri dari kelompok-kelompok kekuatan yang mendominasi partai-partai politik. Sehingga rakyat sulit untuk menentukan calon pemimpin yang benar-benar mereka inginkan.
“Partai-partai politik seharusnya menjadi instrumen demokrasi. Namun, faktanya kini seringkali mendapat kekuasaan oleh kekuatan yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok daripada kepentingan rakyat. Ketika kartel politik mendominasi, proses demokrasi menjadi terdistorsi. Rakyat kehilangan kesempatan untuk memilih pemimpin yang memiliki rekam jejak, prestasi, dan kemampuan manajerial yang baik,” kata Romo Benny di Jakarta, Minggu (18/8).
“Sebaliknya, yang terjadi adalah pemimpin-pemimpin yang muncul ke permukaan seringkali adalah mereka yang populer karena citra melalui media. Bukan karena kualitas kepemimpinan yang sebenarnya. Akibatnya, demokrasi kehilangan esensi dan maknanya sebagai alat untuk mewujudkan kedaulatan rakyat,” lanjutnya.
Pertahankan Kekuasaan
Romo Benny juga mengungkapkan ketika kartel politik menentukan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan, demokrasi kehilangan arah dan tujuannya. Demokrasi terbesar adalah ketika rakyat tidak lagi menyadari apa makna sejati dari demokrasi itu sendiri. Makna demokrasi yang sebenarnya adalah ketika rakyat memiliki kemampuan untuk menentukan pemimpin yang mereka inginkan berdasarkan pertimbangan rasional. Bukan karena tekanan atau pengaruh dari kekuatan tertentu.
“Sejalan dengan pesan Megawati Soekarnoputri dalam pidatonya pada peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-79. Ia menegaskan bahwa rakyat berhak untuk memilih pemimpin yang benar-benar sesuai kehendak mereka. Bukan oleh kekuatan politik tertentu,” ujarnya.
Pemimpin yang sejati, seperti pernyataan Megawati, adalah mereka yang lahir dari kehendak rakyat dan memiliki kualitas kepemimpinan yang terbukti. Bukan hanya citra oleh media atau kekuatan politik tertentu. Pernyataan ini selaras dengan keprihatinan yang muncul dari realitas politik Indonesia saat ini. Di mana pemimpin yang muncul ke permukaan seringkali bukanlah mereka yang memiliki prestasi atau kemampuan yang baik. Melainkan mereka yang tidak mumpuni tetapi ada pemaksaan dengan menggunakan kekuasaan politik.
“Megawati juga mengingatkan bahwa proses pencarian pemimpin oleh rakyat tidak boleh ada manipulasi. Proses ini harus benar-benar mencerminkan kehendak rakyat, bukan kehendak elite politik. Demokrasi Pancasila, yang menjadi fondasi bangsa ini, menuntut agar pemimpin yang terpilih adalah mereka yang mampu mengemban amanat rakyat dengan integritas dan kemampuan yang jelas,” katanya.