Jakarta (Lampost.co) – Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menegaskan komitmen untuk mengedepankan prinsip partisipasi bermakna (meaningful participation). Dalam pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu. Sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold)
“Asas keterbukaan dan transparansi adalah bagian dari partisipasi bermakna (meaningful participation) dalam proses pembentukan undang-undang. Kami berkomitmen membuka ruang partisipasi bagi masyarakat. Agar mereka dapat memantau pembentukan norma baru dalam UU Pemilu,” kata Rifqi, Senin, 20 Januari 2025.
Kemudian ia mengatakan bahwa semua rapat pada Komisi II DPR RI saat ini terekam dan tersiarkan secara langsung melalui media sosial. Hal ini guna memastikan akuntabilitas dan transparansi. “Dengan ini, masyarakat tidak perlu khawatir terkait kinerja DPR dan pemerintah dalam menyusun norma baru. Kami pastikan semua proses berjalan transparan dan akuntabel,” ujarnya.
Baca Juga :
https://lampost.co/lamban-pilkada/fraksi-gerindra-jadikan-putusan-mk-acuan-ruu-pemilu/
Selanjutnya Komisi II DPR, telah menjadwalkan rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan lembaga penyelenggara pemilu. Ini untuk merumuskan norma dalam putusan MK. Selain itu, pihaknya juga akan melibatkan pegiat kepemiluan dan akademisi untuk memastikan formulasi norma baru dapat memenuhi kebutuhan konstitusi secara optimal.
“Kami siap menjalankan amanah ini dengan baik. Percayakan kepada kami, DPR bersama pemerintah akan membangun proses yang transparan, akuntabel, dan sesuai peraturan perundang-undangan,” katanya.
Revisi UU Pemilu
Adapun terkait pembahasan revisi UU Pemilu. Ia menyebut DPR dan pemerintah berkewajiban merespons putusan MK tersebut dengan melakukan rekayasa konstitusi (constitutional engineering). Sebab, MK berperan sebagai negative legislator dalam mengeluarkan putusan yang hanya membatalkan norma. Tanpa membentuk norma baru.
“Jika MK bertindak sebagai positive legislator, mereka tidak hanya membatalkan Pasal 222. Tetapi juga langsung membentuk norma baru. Namun karena MK memposisikan sebagai negative legislator. Tugas pembentukan norma ini diberikan kepada DPR dan pemerintah,” tuturnya.
Kemudian ia menjelaskan tujuan rekayasa konstitusi. Yakni untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya terlalu banyak pasangan calon presiden dan wakil presiden akibat putusan MK tersebut.
“Putusan MK Nomor. 62 Tahun 2024 memberikan pertimbangan hukum yang menyatakan bahwa jika partai politik peserta pemilu berjumlah 30. Maka memungkinkan jumlah pasangan capres-cawapres juga mencapai 30. Oleh karena itu, pembentuk undang-undang menyusun formulasi yang tetap menjamin hak konstitusional warga negara,” ucapnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold). Pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor. 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis, 2 Desember 2025.
Adapun pasal yang terhapus itu berisi tentang syarat pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Mereka harus didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki 20 persen kursi DPR RI. Atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada pemilu anggota legislatif (pileg) sebelumnya.