Jakarta (Lampost.co)— Dunia pendidikan mengalami perubahan sangat cepat, oleh karena itu madrasah harus mampu merespon cepat mengembangkan pembelajaran kontekstual yang lebih efektif.
Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah pada Ditjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama, Thobib Al Asyhar, menilai perubahan dunia mengharuskan seluruh stakeholders madrasah melakukan langkah penting dan strategis pembelajaran kontekstual . Hal itu agar proses pendidikan tetap relevan, mendalam, dan komprehensif dalam membekali anak didik.
“Fenomena ini harus kita respons serius oleh para guru dan kepala madrasah sehingga dapat membekali anak didik dengan baik dan tepat,” kata Thobib dalam seminar nasional “Meningkatkan Kompetensi GTK Menyongsong Kurikulum Nasional”, Selasa (23/4).
Ia juga menyinggung soal penerapan Kurikulum Merdeka yang menjadi kurikulum nasional. Menurutnya, kebijakan Kemendikbud terkait Kurikulum Merdeka, Merdeka Belajar, dan Merdeka Mengajar harus di tanggapi positif oleh guru dan kepala madrasah.
Thobib menyebut urgensi Kurikulum Merdeka memiliki latarbelakang krisis pembelajaran bangsa ini yang perlu pemulihan serius. Setidaknya ada tiga poin pokok kurikulum merdeka penting.
Pertama, penyampaian materi pembelajaran bersifat esensial, sehingga insight siswa bisa lebih mendalam. Kedua, mengembangkan soft skill dan karakter anak didik melalui profil pelajar Pancasila.
“Ketiga, pembelajaran berjalan secara lebih fleksibel, baik untuk siswa maupun guru dengan tetap menjaga kualitas capaian pembelajaran,” tutur dia.
Dosen Psikologi Islam SKSG UI ini menuturkan penerapan Merdeka Belajar dan Merdeka Mengajar sejalan dengan warisan tradisi pendidikan Islam. Anak didik menempatkan sebagai subjek, bukan objek pendidikan secara pasif.
“Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata: ‘allimu auladakum bighairi ilmikum fa-innahum khuliqu lizamani ghairi zamanikum. Ajarilah anak-anak kalian tidak dengan cara dan ilmu kalian, karena mereka memiliki perilaku sesuai dengan konteks zamannya,” papar dia.
Thobib memaparkan ajaran Sayyidina Ali bin AbibThalib jelas menggambarkan tentang pentingnya pendidikan dan proses pembelajaran anak perlu menyesuaikan dengan konteks zaman yang lebih kreatif dan inovatif.
“Spirit Merdeka Belajar dan Merdeka Mengajar bisa kita bilang mirip dengan konsep yang Ali bin Abi Thalib maksuda,” ujar dia.
Tolak Ukur Keberhasilan
Ketua Tim Penanggung Jawab Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) 2024, Ganefri, membantah penerapan Kurikulum Merdeka menjadi biang menurunnya jumlah penerimaan siswa di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2024. Dia menegaskan SNBP tidak bisa dijadikan tolok ukur kesuksesan Kurikulum Merdeka.
“Jadi, tidak bisa melihat dari SNBP begitu saja,” kata Ganefri.
Ganefri mengatakan keberhasilan Kurikulum Merdeka bisa jadi lebih terlihat pada Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) 2024. Sebab, soal-soal di SNBT sangat detail dan terukur.
“Dan saya melihat proses penyusunan soal SNBT ini benar-benar memenuhi kaidah-kaidah dalam penyusunan instrumen untuk mengukur seseorang itu mampu atau tidak,” papar dia.
Ganefri mengakui soal-soal di SNBT lebih banyak yang sejalan dengan Kurikulum Merdeka. Sebab, soal-soal di SNBT mengukur tingkat penalaran dari siswa.
“Nanti kita akan melihat lagi capaian siswa ini,” tutur dia.