Jakarta (Lampost.co): Ketua Umum Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Chriswanto Santoso mengatakan lembaganya tidak terburu-buru mengambil tawaran mengelola tambang dari pemerintah. Ia menyampaikan hal itu usai bertemu dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Kompleks Istana Kepresidenan.
“Kami sudah membuat statement untuk berpikir mengenai tambang ini. Kami tidak bisa grasak grusuk untuk tiba tiba konsesi tambang itu kita ambil. Tidak. Kami harus siap, kami selalu coba untuk berpikir dengan sistematik,” kata Chriswanto melalui keterangan tertulis, Selasa, 3 September 2024.
Ia juga menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap tawaran tersebut, termasuk analisis risiko dan kesiapan organisasi. LDII akan mengkaji ulang apakah mereka memiliki kemampuan dalam pengelolaan tambang.
“Ketika ada tawaran kami pelajari betul, kita punya kemampuan apa tidak. Analisis risiko seperti apa, baru kami mengambil,” kata Chriswanto.
Presiden Jokowi juga telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengizinkan pendistribusian Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sudah dicabut kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan. Hal itu termasuk Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik Desa, dan koperasi.
Ketentuan itu tertera dalam Perpres Nomor 76 Tahun 2024 tentang Pengalokasian Lahan Bagi Penataan Investasi. Presiden Jokowi menandatangani hal itu di Jakarta, 22 Juli 2024.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf juga menceritakan ketertarikannya terhadap tawaran untuk mengelola izin tambang bagi organisasi masyarakat (ormas). Salah satu alasan utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota NU.
.
“Kami tidak hanya tertarik dengan tawaran itu, bahkan kami sangat antusias. Mengapa? Karena kami membutuhkannya. Berapa lama lagi warga NU harus hidup dalam keterpurukan? Sudah saatnya mereka hidup lebih sejahtera,” ungkap Yahya dalam acara ‘Halaqoh Ulama: Tanggapan Terhadap Fatwa MUI Tentang Ijtima Ulama Mengenai Salam Lintas Agama’ di Kantor Pusat PBNU, Jakarta, beberapa waktu lalu.