Bandar Lampung (Lampost.co): Setiap tanggal 28 Oktober diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda, yang merupakan momen bersejarah bagi bangsa Indonesia. Tahun 2024 ini, Hari Sumpah Pemuda (HSP) telah memasuki perayaan yang ke-96 tahun.
Hari Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tahunnya ini, memiliki sejarah sebagai satu tonggak utama dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia yang menyatukan para pemuda dan seluruh rakyat Indonesia.
Baca juga: Pemindahan Pegawai ke IKN Tak Perlu Berbondong-Bondong
Di Jawa Tengah, sejumlah anggota Paskibra membentangkan bendera Merah Putih sepanjang 1.000 meter di Karanganyar, Minggu, 27 Oktober 2024. Kegiatan dengan pesertanya pelajar dan organisasi masyarakat tersebut dalam rangka peringatan ke-96 Hari Sumpah Pemuda. Kegiatan tersebut juga sekaligus upaya meningkatkan semangat cinta Tanah Air, persatuan dan kesatuan kepada generasi muda.
Pada sisi lain, budayawan Hilmar Farid menyebut Sumpah Pemuda mesti bisa menjadi momen untuk terus menghidupkan Bahasa Indonesia.
“Bahasa Indonesia kan dulu oleh para pejuang gunakan sebagai alat perjuangan kemerdekaan. Berbasis hukum adat dan keberagaman yang ada di masyarakat. Dasar keyakinan kita bersatu justru karena keberagaman itu. Jadi, Sumpah Pemuda jangan ada batasan hanya sekadar seremoni,” kata Hilmar Farid dalam diskusi di Jakarta, Jumat, 25 Oktober 2024.
Merawat Bahasa Indonesia
Hilmar menegaskan Bahasa Indonesia tidak bisa hanya mendapat pembatasan sebagai alat komunikasi. Tetapi mesti diluruskan kembali sesuai tujuan awal Sumpah Pemuda pada tahun 1928, yakni memasukkan Bahasa Indonesia dalam ranah publik.
“Sumpah Pemuda waktu itu kan tujuan utamanya untuk memasukkan Bahasa Indonesia dalam ranah publik. Bahasa Indonesia punya kandungan untuk mempengaruhi. Jadi jangan hanya kita lihat sebagai alat komunikasi saja. Tetapi itu adalah adalah realitas, dan bahasa itu menciptakan realitas,” ujar Hilmar Farid.
Dia juga mengemukakan Sumpah Pemuda sebagai suatu peristiwa sebetulnya sangat cepat banyak orang lupakan. Oleh karena itu masyarakat perlu mengingat kembali bahwa sumpah tersebut merupakan bagian dari perjuangan sosial. Sehingga Bahasa Indonesia perlu terus hidup dan keluar dari batas-batas kolonialisme.
“Mengenai Sumpah Pemuda, sebenarnya sebagai peristiwa dia cepat banyak orang lupakan. Padahal memperjuangkan Bahasa Indonesia saat itu adalah artikulasi bagi perjuangan sosial. Yang menjadi masalah itu, warisan kolonial sampai saat ini masih ada,” papar Hilmar Farid.
Menurutnya, untuk menjadi bangsa yang besar, perlu ada kesinambungan. Yakni antara ide dan kenyataan yang ada di dalam masyarakat melalui penggunaan Bahasa Indonesia untuk bertutur.
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News