Jakarta (lampost.co)–Penanganan anak yang terlibat demo tidak boleh melanggar konstitusi dan UU terkait perlindungan anak.
Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sylvana Maria merespons banyaknya kasus anak yang terlibat demo mengawal keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
“KPAI menyerukan bahwa penanganan aparat tidak boleh bertentangan dengan konstitusi maupun Undang-Undang yang melindungi hak-hak anak Indonesia,” ujarnya.
Sylvana menyesalkan masih banyaknya pelanggaran hak-hak anak yang masih terus terjadi, juga menyatakan keprihatinan mendalam kepada anak korban eksploitasi dan kekerasan pada aksi massa yang masih berlangsung.
“Anak-anak yang terlibat dalam kegiatan massa sangat rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan yang berisiko terhadap kesehatan fisik, psikis, dan keselamatan nyawa anak,” katanya.
Temuan KPAI, terdapat berbagai bentuk kekerasan dan pelanggaran hak-hak anak pada demonstrasi yakni kekerasan fisik saat penangkapan aparat penegak hukum.
Kemudian, terkena gas air mata yang digunakan penegak hukum untuk membubarkan massa.
Kemudian, kekerasan psikis berupa ketakutan dan trauma karena anak-anak ditangkap dengan kekerasan, terputus akses komunikasi dengan orang tua, atau keluarga saat pemeriksaan.
Pemeriksaan cukup lama di malam hari hingga menjelang subuh saat proses penyidikan.
“Pengabaian hak atas kesehatan juga terjadi pembiaran anak-anak tidak makan sampai larut malam. Kemudian, kedinginan saat pemeriksaan di ruangan ber-AC pada malam hari tanpa alas kaki. Dengan pakaian yang tipis,” katanya.
Ia melanjutkan pengabaian hak anak untuk pendamingan dan mendapatkan bantuan hukum di tiap tingkat pemeriksaan juga terjadi.
Serta eksploitasi kebebasan anak karena mobilisasi baik secara langsung maupun melalui grup WhatsApp tanpa informasi yang sesuai dengan usia dan perkembangan mental-emosional.
“Pengabaian hak kebebasan anak juga terjadi penangkapan dan pemeriksaan anak-anak di kantor. Walaupun tidak terlibat dalam aksi dan hanya berlaku sebagai penonton,” ujarnya.
Belum Optimal
Sylvana menyebutkan pengamanan demonstrasi belum optimal karena belum melibatkan tim pengaman dari polwan maupun unit perlindungan perempuan dan anak.
“KPAI mengingatkan para pemangku kepentingan bahwa kecenderungan mobilisasi dan potensi eksploitasi anak dalam setiap tahapan pilkada. Terutama masa kampanye yang rentan menyalahgunakan anak. Apabila terjadi harus tertangani secara komprehensif, sesuai semangat perlindungan anak,” ujarnya.
Ia menegaskan, pihak Polri juga sebaiknya tidak menggunakan cara-cara kekerasan dan represif dalam menyikapi aksi massa.
Termasuk terhadap anak-anak, serta menerapkan Undang-Undang (UU) Nomor: 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam memproses hukum anak-anak.