Jakarta (Lampost.co) – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset pembahasannya menemui kebuntuan karena iktikad baik dari DPR nihil. Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman menilai kelanjutan pembahasan RUU Perampasan Aset ada di tangan DPR RI.
Menurutnya, jika pembahasannya mengalami kuldesak, Zaenur menilai tidak ada iktikad baik dari DPR untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi.
“Presiden itu sudah mengirimkan surpres (Surat Presiden) soal RUU Perampasan Aset sejak Mei 2023 ke DPR. Maka, bola itu kini di tangan DPR yang jadi representasi dari partai politik. Pembahasan yang terbengkalai itu menunjukkan tidak ada iktikad baik dari DPR untuk mendukung pemberantasan korupsi,” kata Zaenur melalui telepon, Senin, 22 April 2024.
Ia melanjutkan Presiden Joko Widodo bisa saja mendorong partai politik pendukungnya di pemerintahan dan mendesak sejumlah fraksi di DPR itu untuk melajukan legalisasi RUU Perampasan Aset.
Bahkan, Jokowi bisa menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait RUU Perampasan Aset sebagaimana usul dari Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Demokrat, Hinca Panjaitan.
“Kalau ada masukan datang dari anggota DPR, itu usul bagus. Tapi kalau atas nama partai, hal itu justru seperti partai cuci tangan. Mestinya partai itu mendesak anggota fraksinya untuk segera melakukan pembahasan di DPR,” ujarnya.
Sebelumnya, Jokowi kembali menyinggung pentingnya UU Perampasan Aset untuk memaksimalkan upaya penyelamatan dan pengembalian uang negara. Menurutnya, salah satu urgensi regulasi ini juga untuk memperkecil terjadinya tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pihaknya mendorong DPR segera mengesahkan RUU jadi undang-undang