Jakarta (lampost.co)–Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah mengindikasikan adanya ketidakprofesionalan dan kesalahan penerapan hukum oleh penyelenggara pemilu.
Kejadian itu menjadi pintu masuk bagi semua pihak dalam rangka menata sistem politik dan pemilu ke depan.
Karena itu, PSU 24 daerah menjadi bahan evaluasi rapat Komisi II DPR RI bersama lembaga penyelenggara pemilu dan pemerintah.
“Komisi II DPR akan memanggil seluruh penyelenggara pemilu, serta perwakilan pemerintah. Tujuannya mempersiapkan implementasi putusan tersebut. Dalam minggu ini,” kata Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda di Jakarta, Selasa, 25 Februari 2025.
Menurutnya, banyak putusan MK yang mengindikasikan adanya ketidakprofesionalan dan kesalahan dalam penerapan hukum oleh penyelenggara pemilu.
Komisi II DPR RI akan melakukan evaluasi secara serius terhadap hal itu, termasuk sistem politik dan pemilu di Indonesia ke depannya.
“Ini menjadi pintu masuk bagi kita dalam rangka menata sistem politik dan pemilu kita ke depan. Termasuk bagaimana rekrutmen dan posisi penyelenggara pemilu kita. Baik KPU maupun Bawaslu, di masa yang akan datang,” ujarnya.
Indikasi Kecurangan
Terkait dengan adanya indikasi kecurangan atau tindak pidana lainnya dalam pelaksanaan pemilu, ia menyerahkan sepenuhnya penanganannya kepada Bawaslu dan penegak hukum.
MK resmi memerintahkan PSU di 24 daerah setelah memutuskan sengketa hasil Pilkada 2024. MK mengabulkan 26 permohonan, menolak 9 perkara, dan tidak menerima 5 perkara lainnya.
Dengan berakhirnya sidang ini, MK menyelesaikan seluruh 310 permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) 2024.
Dari 26 permohonan yang dikabulkan, sebanyak 24 perkara menghasilkan keputusan untuk menggelar pemungutan suara ulang. KPU daerah wajib menjalankan putusan ini sesuai instruksi MK.