Jakarta (Lampost.co) — Kalimantan menjadi sorotan para ahli geologi setelah menemukan lempeng tektonik kuno berusia 120 juta tahun. Penemuan itu membuka tabir sejarah Bumi yang lama tersembunyi dan memberikan petunjuk penting tentang formasi kerak bumi di masa lalu.
Lempeng tektonik di Kalimantan itu bernama Pontus. Peneliti memprediksi bagian dari kerak Bumi yang pernah berada di bawah lautan luas yang memisahkan Eurasia dan Australia. Penemuan itu mengingatkan dinamisnya Bumi dengan lempeng-lempeng yang terus bergerak dan berinteraksi.
Penemuan lempeng itu memberikan wawasan baru tentang sejarah planet. Peneliti meyakini Lempeng Pontus menjadi bagian dari superkontinen Pangaea yang mulai pecah dan memisahkan benua-benua, seperti Eurasia dan Australia sekitar 160 juta tahun lalu.
Batas lempeng itu membentang dari Jepang, Filipina, Papua Nugini, hingga Selandia Baru. Penemuan lempeng Pontus di Kalimantan berawal dari penelitian Suzanna van de Lagemaat, ahli geologi lulusan Universitas Utrecht di Belanda, bersama supervisornya, Douwe van Hinsbergen.
Mereka menggunakan data geologi dari pegunungan di kawasan Asia-Pasifik. Sehingga, menemukan formasi batuan di Kalimantan Utara yang menunjukkan tanda-tanda khas dari lempeng Pontus.
Dalam penelitiannya, Van de Lagemaat menjelaskan awalnya mengira berhadapan dengan sisa-sisa lempeng. Namun, analisis data laboratorium magnetik menunjukkan batuan di Kalimantan tersebut berasal dari jauh di utara. Hal itu bagian dari lempeng yang sebelumnya tidak pernah teridentifikasi.
Rekonstruksi Gerakan Lempeng Tektonik Zaman Dinosaurus
Melalui data geologi ini, Van de Lagemaat dan timnya mampu merekonstruksi gerakan lempeng tektonik dari masa zaman dinosaurus hingga masa kini.
Temuan itu mengungkap lempeng Pontus, memainkan peran penting dalam pergerakan benua dan formasi geologis di wilayah Asia-Pasifik.
Penelitian itu berfokus pada Wilayah Persimpangan atau Triple Junction, yaitu area yang sangat kompleks di mana aktivitas lempeng tektonik sangat intens.
Wilayah itu meliputi Jepang, Filipina, Kalimantan, hingga Papua Nugini, dan Selandia Baru. Para peneliti menggunakan data geologi untuk membuat klip rekonstruksi pergerakan lempeng tektonik, yang menunjukkan posisi benua dan samudra berubah selama jutaan tahun.
Peneliti memperkirakan Lempeng Pontus berukuran sekitar seperempat dari luas Samudra Pasifik, berdasarkan rekonstruksi. Lempeng itu diperkirakan hilang dan ditelan lempeng-lempeng lain akibat pergerakan tektonik.
Van de Lagemaat percaya lempeng Pontus berperan penting dalam proses pembentukan wilayah Asia Tenggara. Termasuk pergerakan Kalimantan dan Filipina ke posisi saat ini.
Penemuan itu tidak hanya membantu mengisi celah dalam sejarah geologi Bumi, tetapi juga memberikan wawasan baru tentang lempeng tektonik bekerja dan berinteraksi satu sama lain.
Penemuan Pontus memberikan bukti fisik tentang kerak Bumi yang hilang. Lalu memperdalam pemahaman tentang benua terbentuk dan bergerak dari masa ke masa.
Penelitian itu memberikan petunjuk penting bagi para ahli geologi untuk terus menyelidiki dataran laut dan kerak bumi yang tersembunyi di bawah lautan yang mungkin masih belum terungkap.
Selain itu, rekonstruksi gerakan lempeng itu juga membantu para ilmuwan memprediksi pergerakan benua di masa depan.