
Direktur INKOL Inisiatif
TAK terasa Ramadhan telah mengantarkan kita dihari-hari penghujungnya. Di sepuluh akhir ramadhan ini baik siang ataupun malamnya memperlihatkan umat Islam saling berlomba-lomba dalam meningkatkan ibadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Hal ini sebagai bentuk ketaatan seorang hamba pada Rabb-nya melalui amalan ibadah i’tikaf dan aktifitas amal saleh lainnya.
Masjid-masjid dan mushala-mushala hampir disetiap tempat dan daerah senantiasa memperlihatkan suasana yang syahdu dan khusyuk oleh suasana jamaah yang mengisi siang dan malam-malam akhir Ramadhan dengan ibadah qiyamul lail, tadarus qur’an, berdzikir, kajian islam, dan amalan ibadah lainnya dalam rangka menggapai kemuliaan malam lailatul qadr, malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Bulan Ramadhan yang mulia ini menjadi bulan istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia.
Karena Allah SWT menjadikan Ramadhan sebagai bulan diturunkannya Al Qur’an sebagai kitab suci bagi umat Islam. Dalam bulan Ramadhan Allah SWT melimpahkan pahala yang berlipat ganda untuk semua kebaikan ibadah dan amal saleh serta ampunan bagi hamba-Nya. Bulan Ramadhan juga menjadi sarana aktualisasi diri orang beriman membuktikan pengakuan iman islam-nya bukan hanya di terucap di lisan. Tetapi juga bagaimana upaya hati meyakinan ayat-ayat Ilahi serta meresponnya dalam bentuk ketaatan dan perilaku baik secara individu maupun sosial.
Bulan Ramadhan adalah momentum perjalanan menuju penyucian diri dalam pembuktian iman dan amal nyata bagi seorang muslim. Nilai-nilai ketaatan, keikhlasan, dan kesabaran diuji di Ramadhan ini apakah mampu diaktualisasikan dalam kepribadian dan pengamalan nyata keseharian orang yang beriman. Ramadhan menjadi bulan madrasah pendidikan bagi orang yang beriman untuk berupaya meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Rabb-nya sebagai wujud kesalehan individu dan mengimplementasikan nilai-nilai esensi puasa Ramadhan dalam bentuk kesalehan sosial.
Ramadhan Momentum Peningkatan Kesalehan Sosial
Melaksanakan ibada puasa Ramadhan bukan hanya tentang menahan diri dari makan dan minum serta ibadah individu lainnya, tetapi juga merupakan momentum untuk meningkatkan kesalehan secara sosial dengan lingkungan sekitar. Kesalehan sosial mencakup berbagai aspek kehidupan, yang substansinya adalah munculnya jiwa peduli, empati, dan mau berbagi rezeki dengan sesama. Selain tujuan puasa Ramadhan sebagai sarana penyucian jiwa melalui peningkatan kesalehan individu, Ramadhan juga menjadi momentum untuk meningkatkan kesalehan sosial di masyarakat.
Esensi perintah puasa Ramadhan memiliki korelasi yang kuat dengan kesalehan sosial, karena dimensi ibadah puasa tidak hanya berhubungan dengan peningkatan kualitas hubungan seseorang dengan Rabb-nya semata, tetapi juga dengan adanya peningkatan hubungan sosial kepada sesama. Setidaknya ada 5 (lima) korelasi puasa Ramadhan dalam meningkatkan kesalehan sosial yaitu:
Pertama, Puasa meningkatkan rasa empati dan kepedulian terhadap sesama. Dengan ibadah puasa, kita terdidik oleh Ramadhan untuk ikut merasakan penderitaan kaum dhuafa fakir miskin yang kekurangan makanan dan minuman. Maka dengan rasa lapar dan dahaga Ramadhan yang kita rasakan akan mendidik kita untuk lebih peka terhadap kesulitan orang lain sehingga akan menggerakan hati kita untuk mau membantu, peduli, dan berbagi. Kedua, Puasa meningkatkan dan memperkuat ikatan sosial.
Ramadhan menjadi bulan yang dimana kita dapat merasakan keluarga bisa berkumpul bersama. Yakni dalam momen sahur bersama dan buka puasa bersama dengan penuh kehangatan dan keharmonisan keluarga.
Tradisi berbagi takjil dan buka puasa bersama dengan keluarga, teman, tetangga dan masyarakat di Indonesia memperkuat terciptanya rasa kebersamaan, solidaritas, dan persaudaraan. Tradisi ini juga memberikan dampak positif di masyarakat kita karena bisa meningkatkan kepedulian sosial dan mengurangi terjadinya konflik sosial di masyarakat.
Ketiga, Puasa menumbuhkan rasa tanggungjawab sosial. Ramadhan mengajarkan kepada kita tentang nilai-nilai kedisplinan. Mulai dari menahan diri dari makan dan minum, mengendalikan lisan dari mengghibah, menahan emosi, dan perilaku buruk lainnya. Nuansa ibadah Ramadhan mencipatkan suasana dan perilaku seorang muslim yang lebih sabar, menghargai orang lain, dan tidak merugikan orang lain dalam kegiatan keseharian. Kondisi ini secara sosial tentu memberikan pengaruh positif terciptanya lingkungan masyarakat yang harmonis, aman, dan damai.
Keempat, Puasa dapat meningkatkan kedermawanan sosial dari sejumlah amalan di bulan Ramadhan adalah sedekah. Karena Nabi Muhammad SAW mengingatkan umatnya bahwa sebaik-baik sedekah adalah di bulan Ramadhan (HR. At-Tirmidzi). Hadits Nabi ini menjadi motivasi bagi umat Islam di bulan Ramadhan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan sosial dengan mendermakan sebagian hartanya untuk berbagi dengan sesama yang membutuhkan.
Kewajiban menunaikan zakat fitrah dan zakat maal bagi umat Islam, menunjukan bentuk konkret dari sang Khalik tentang kewajiban sosial ini.
Yakni pendidikan akan pentingnya berbagi harta benda miliknya dengan mereka yang membutuhkan. Dan ibadah ini secara sosial dapat menumbuhkan rasa saling membantu pada sesama dan mengurangi kesenjangan sosial di masyarakat. Kelima, Puasa menjaga keharmonisan sosial. Ibadah puasa Ramadhan mengajarkan kepada kita untuk menahan diri dari perkataan dan tindakan yang dapat merusak hubungan sosial.
Dengan menjaga keharmonisan sosial di lingkungan masyarakat kita maka akan membantu terwujudnya masyarakat yang damai, aman, dan saling menghormati antar sesama. Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri. Baik secara kesalehan spiritual setiap individu maupun kesalehan secara sosial.
Tradisi Mudik dan Manfaat Silaturahmi
Tradisi mudik di Indonesia merupakan tradisi tahunan yang menjadi fenomena menarik untuk tetap dijaga dan dilestarikan. Yakni sebagai khasanah nilai-nilai dari masyarakat Indonesia, yakni mudik atau pulang kampung yang oleh para perantau. Pelaksanaannya dalam rangka mengunjungi keluarga dan sanak famili melalui kegiatan silaturahmi ke kampung halaman. Jika merujuk pada konsep hijrah dalam Islam, tradisi mudik memiliki esensi yang sama. Yakni perpindahan tempat, makna lainnya adalah adanya dimensi perubahan sosial dan spiritual melalui tradisi mudik ini. Tradisi mudik yang biasa di penghujung bulan Ramadhan menjelang hari raya Idul Fitri dapat menjadi bentuk hijrah kecil. Di mana pada saat orang mudik hal yang tidak hanya bertemu keluarga inti.
Tetapi juga berjumpa dan saling mengunjungi ke tetangga, teman, dan sanak famili dalam rangka mempererat hubungan silaturahmi. Aktifitas ini tentu memiliki nilai-nilai spiritual dan fitrah manusia untuk saling memaafkan dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupan ini. Kegiatan silaturahmi ini tentu bukan hanya memiliki manfaat sosial dalam mempererat hubungan antar sesama saja. Melainkan juga berdampak secara spiritual dan membawa keberkahan dalam hidup insan manusia.
Dalam bukunya Latha’iful Ma’arif Ibnu Rajab Al-Hanbali mengingatkan kita bahwa diantara tanda seseorang ketaatannya diterima oleh Allah SWT ialah adanya kontinuitas dalam ketaatan yang terus berlanjut (istiqomah) dengan ibadah dan ketaatan lainnya.
Ramadhan adalah momentum perubahan bagi umat Islam. Maka menjadikan kebiasaan baik di bulan ini perlu terjaga terus secara istiqomah pasca berakhirnya bulan Ramadhan. Nuansa ibadah Ramadhan bukan hanya tentang tradisi dan rutinitas tahunan saja. Tetapi esensinya adalah tentang perubahan spiritual dan peningkatan ketakwaan seorang muslim untuk menjadi pribadi yang saleh secara individu dan saleh secara sosial. Mari manfaatkan sisa hari di penghujung Ramadhan untuk menjadi pribadi yang lebih baik, dengan memperbanyak ibadah.
Seperti tilawah Qur’an, meningkatkan kepedulian pada sesama, dan bermunajah dengan doa-doa terbaik untuk bangsa dan negara Indonesia tercinta. Ramadhan mengajarkan kita tentang pentingnya menyeimbangkan kesalehan individu dan kesalehan sosial. Dua dimensi ini akan memberikan efek besar bagi setiap individu, keluarga, bangsa dan negara. Hal itu dalam mewujudkan masyarakat dan negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûr. Aamiin