Bandar Lampung (Lampost.co) — Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menanggapi informasi terkait Anwar Usman kembali menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Ia berpendapat bahwa informasi tersebut adalah hoaks.
.
“Karena belum ada putusan dari pengadilan,” katanya mengutip dari Media Indonesia (Grup Lampost.co), Selasa (20/2).
.
Jimly yang menetapkan pelanggaran etik terhadap Hakim Konstitusi Anwar Usman sehingga harus mencopot dari jabatannya sebagai ketua MK itu memastikan belum ada putusan tetap atau inkrah dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang membatalkan putusan-nya.
.
Baca Juga :
.
Jimly meluruskan yang telah putusan inkrah oleh PTUN Jakarta terkait permohonan Anwar Usman untuk membatalkan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK yang baru adalah penolakan terhadap Prof. Denny Indrayana dan kawan-kawan sebagai pemohon intervensi pihak ketiga dalam perkara tersebut.
.
“Sedangkan pokok perkaranya masih dalam putusan sela. Putusan sela belumlah final,” ujarnya.
.
“Putusan sela itu masih dalam proses pemeriksaan. Lalu muncul permohonan dari Prof Denny supaya bisa ikut intervensi sebagai pihak ketiga dari luar. Nah itu ditolak oleh pengadilan. Cuma itu putusan-nya. Jadi tidak ada bahwa nanti Anwar Usman kembali jadi Ketua MK. Tidak ada itu. Pengadilan belum menjatuhkan putusan,” paparnya.
.
Jimly adalah salah satu dari tiga orang yang ditunjuk MK dalam tim MKMK yang bersifat ad hoc atau sementara untuk menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran etik pasca-putusan batas usia calon presiden dan wakil presiden. Masa jabatannya hanya sebulan.
.
Terkait gugatan Hakim Konstitusi Anwar Usman terhadap putusan-nya di MKMK, Ketua MK pertama periode 2003–2009 itu meminta masyarakat bersabar menunggu putusan inkrah dari PTUN Jakarta.
.
Sebelumnya, Anwar Usman menggugat putusan MKMK yang memberhentikan dirinya. Dalam petitumnya, Anwar meminta PTUN untuk membatalkan putusan MKMK secara keseluruhan. Gugatan di PTUN tersebut telah memasuki tahapan putusan sela. Anwar yang menggugat pemecatannya dari kursi Ketua MK dan menggantikan Hakim Konstitusi Suhartoyo meminta PTUN membatalkannya.