Bandar Lampung (Lampost.co) — Sejumlah pelajar Lampung memastikan meraih gelar juara di ajang Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) 2024. Total para siswa asal Bumi Ruwa Jurai itu memboyong lima medali dan menduduki peringkat 11 nasional.
Raihan itu terdiri dari medali emas yang didapatkan kelompok film pendek dari SMAS BPK Penabur Bandar Lampung. Mereka terdiri dari Joshua Michael Nainggolan sebagai sutradara, editor, dan penata kamera, Pranadipta Pandu Styawan sebagai pemeran utama dan produser, dan Clarenssa Cavallera sebagai penulis, penata artistik, dan penata busana.
Selain itu, juara II atau medali perak lomba monolog diraih Welthya Liteny Briliandriel dari SMAN 1 Sumberjaya, Lampung Barat; juara Harapan I dari lomb Desain Poster kepada Priska Ayu Lestari dari SMAN 1 Pringsewu dan film pendek siswa SMK Darussalam.
Lalu juara Harapan II lomba Kriya dari SMKN 1 Talang Padang Tanggamus. Sementara itu, para siswa peraih medali emas FLS2N turut menguraikan perjuangan dalam perlombaan bergengsi itu.
Joshua Michael Nainggolan mengatakan kelompoknya melakukan persiapan beberapa pekan sebelum berangkat ke Jakarta. Mulai dari mempersiapkan ide, skenario, shortlist, penggunaan alat-alat. Sehingga, saat di lokasi tinggal menyesuaikan dengan arahan juri dan kolaborasi bersama pelajar asal provinsi lain.
“Kami berkolaborasi dengan peserta asal Jawa Tengah berdasarkan hasil undian. Kami saling membantu dalam kegiatan produksi karya masing-masing. Kemudian kami mulai produksi film dengan judul Kaset Pita,” kata dia, kemarin.
Inspirasi film tersebut berasal dari jurnal yang berisi penelitian tentang generasi muda saat ini mengalami krisis identitas dan kreativitas. Hal itu terlihat dari banyaknya konten tidak mendidik di sosial media. Alasan membuat konten itu kerap hanya sebatas ingin mendapatkan pujian dan popularitas.
Untuk itu, kelompoknya memutuskan mengangkat isu tersebut dengan menyelipkan unsur seni dan budaya. Sebab, masyarakat Indonesia memiliki identitas sejati yang berharga karena memiliki warisan seni dan budaya sebagai nilai dan makna hidup.
Hal itu harus anak muda lestarikan dengan memperkenalkan ke generasi berikutnya dan dunia melalui medsos. “Untuk itu, kami memilih serdam yang merupakan alat musik tiup tradisional Lampung. Kemudian menentukan outline cerita, premis, sinopsis, treatment, hingga skenario,” ujar dia.
Sinopsis Kaset Pita
Pembuat skenario, Clarenssa Cavallera, menceritakan film Kaset Pita mengisahkan seorang remaja yang bercita-cita menjadi konten kreator terkenal. Namun, justru kerap mendapat komentar negatif dari sehingga membuatnya frustasi dalam memenuhi ekspektasi penggemar agar reputasinya tetap eksis dan berkembang.
Di tengah pencarian ide, dia ternyata mendapatkan beberapa kejadian aneh. Mulai dari penglihatan buruk dan mengerikan sebagai akibat konten tidak mendidik yang banyak beredar di dunia maya. Lalu ingatan masa lalu tentang pesan ayahnya. Hal itu mendorongnya membuat konten memakai Serdam.
Konten tersebut ternyata viral dan menarik perhatian publik hingga ke mancanegara karena membawa dampak positif bagi pengguna internet, merangkul kolaborasi dan kerjasama di tengah keberagaman. Konten kreator itu yakin jika ayahnya masih hidup akan bangga dengan pencapaian tersebut.
Clarenssa menjelaskan film itu membawa pesan tuntutan sosmed terhadap konten kreator di era digital makin berat. Mereka harus menganalisis dan menuruti keinginan mayoritas penonton hingga membuat konten tidak bermutu, seperti flexing, bullying, prank, dan menyebarkan berita hoaks demi viral dan terkenal.
Konten tidak mendidik itu sangat merugikan masa depan generasi muda. Visual dan cerita yang menarik menekankan para penonton tentang seni dan budaya sebagai harta. “Kami ingin film ini mengeksplorasi tema dan arti dari Merdeka Berprestasi, Talenta Seni Menginspirasi,” kata dia.
Pranadipta Pandu Styawan, menambahkan momen paling krusial, tantangan, dan kesulitan terbesar dalam produksi film tersebut ada pada lokasi dan waktu syuting yang terbatas.
Kelompoknya harus memanfaatkan waktu dua hari praproduksi, produksi, dan pasca produksi. Namun, kolaborasi dengan Jawa Tengah turut membantu proses tersebut.
“Kami sebagai generasi muda menyadari pentingnya kolaborasi sebagai wujud budaya gotong royong. Itu menjadi pengalaman berharga. Saya berharap ke depannya para sineas dari seluruh Indonesia bisa berkolaborasi menghasilkan karya terbaik yang mengharumkan nama Indonesia di mata dunia,” kata Prana.
Dukungan Sekolah
Kepala Sekolah SMAS BPK Penabur Bandar Lampung, Dian Pujiastuti, mengatakan sekolah mendukung bakat siswanya secara seimbang dengan kegiatan belajar dan tugas sekolah.
Kemudian setiap ada kegiatan sekolah juga selalu terlibat untuk dokumentasi. “Itu bisa menjadi pengalaman dan menambah jam terbang mereka,” kata dia.
Dia menilai, sebelum terbentuk kelompok film pendek itu, ketiganya telah menunjukkan bakat masing-masing. Untuk itu, kelebihan setiap individu itu bersatu dalam satu tim. “Kalau puzzle itu kepingannya sudah lengkap,” kata Dian.
Pihaknya juga turut berterimakasih kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung dan semua orang yang mendukung.
“Termasuk BPTI, Puspresnas, dan Kemdikbudristek, yang mengadakan FLS2N 2024 sehingga anak muda bisa menunjukkan kemampuannya dengan berkreativitas dan berkarya di bidang seni dan budaya,” kata dia.