Subang (Lampost.co): Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menurunkan tim investigasi. Tim tersebut untuk menyelidiki peristiwa kecelakaan bus pariwisata rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok di kawasan Ciater, Subang, Jawa Barat.
“Kami (KNKT) menurunkan tim untuk melakukan investigasi,” ujar Investigator Senior KNKT Ahmad Wildan, melansir Antara, Minggu, 12 Mei 2024.
Baca juga: Kerugian Akibat Kecelakaan Selama Operasi Krakatau Capai Rp434 Juta
Bus rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok mengalami kecelakaan di kawasan Ciater, Subang, Jawa Barat, pada Sabtu, 11 Mei 2024. Dugaan penyebab kecelakaan akibat rem blong.
Data terkini sementara korban meninggal dunia dalam kecelakaan bus terguling di Jalan Raya Kampung Palasari, Desa Palasari itu berjumlah 11 orang.
Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol Jules Abraham Abast mengatakan, sebanyak 10 korban meninggal dunia telah dibawa ke Depok menuju rumah duka masing-masing. Sedangkan satu korban meninggal dunia yang bernama Raka Komara, dibawa ke rumah duka di Subang.
Hingga Minggu, 12 Mei 2024, pagi, ia mengatakan sebagian besar korban luka berat dan luka ringan sudah petugas bawa dengan ambulans menuju Depok. Namun masih ada tiga korban luka berat yang mendapat perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Subang.
Terkait penyebab kecelakaan bus, ia menyebut pihaknya masih menunggu hasil tim olah TKP yang rencananya berlangsung pada pagi ini. “Olah TKP dengan Traffic Accident Analysis (TAA) penyidik Lakalantas Polres Subang lakukan dengan asistensi Ditlantas Polda Jabar,” kata dia.
Kepala Dinas Kesehatan Subang dr Maxi menyampaikan bahwa dari 11 korban meninggal dunia, 10 korban merupakan rombongan bus yang merupakan pelajar dan seorang guru SMK Lingga Kencana Depok. Sedangkan satu korban lainnya adalah pengendara sepeda motor yang tercatat sebagai warga Cibogo, Subang.
Daftar nama korban yang telah berhasil teridentifikasi:
Korban meninggal dunia antara lain Intan Rahmawati, Suprayogi, Desy Yulianti, Tyara, Robiyatul Adawiyah, Mahesya Putra, Ade Nabila Anggraini, Intan Fauziah, Dimas Aditya, Ahmad Fauzi, dan Raka Komara.
Luka berat antara lain, Dewa Pandudi Lata, M. Fahmi, Robi Kurniawan, Geral Ramadhan, Samsu Ramadhan, Meta, Devi Lestari, Rindu, Nadia Parina, Titin, Nindi, dan Suci.
Sementara untu korban luka ringan, antara lain Julian, Kurnia Adi Dharma, Muhammad Saban, M. Faturrahman, Fauzi Andiansyah, Aria Nova, Yaheri, Damar, Fahrurozi, Rizky Putra Nugraha, Sadira, M. Rizki, Fauziah, Triana Wihartanti, Nadia Putri, Anisa Fitri, Monica Rahayu, Rani Oktaviani, dan Renana.
Masalah Pengemudi Indonesia
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata mengatakan bahwa ada beberapa masalah krusial pada pengemudi di Indonesia. Pertama, jumlah pengemudi bus dan truk di Indonesia mengalami penurunan, serta rasio dengan jumlah kendaraan yang beroperasi sudah masuk dalam zona berbahaya (danger). Hal itu jelas sangat berisiko tinggi terhadap keselamatan.
“Kedua, kecakapan pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan di jalanan di Indonesia dengan memanfaatkan teknologi yang ada pada bus dan truk. Lalu kemampuan melakukan pendeteksian dini atas kondisi kendaraan yang mengalami bad condition sangat rendah. Hal ini teridentifikasi dari faktor faktor penyebab kecelakaan bus dan truk yang terkait dengan kecakapan pengemudi ternyata tidak ter-captured pada mekanisme pengambilan SIM B1/B2 kita serta mekanisme pelatihan Defensive Driving Training (DDT) yang selama ini menjadi persyaratan wajib Kemenhub untuk memberi izin,” ujar Djoko.
Ketiga, waktu kerja, waktu istirahat, waktu libur dan tempat istirahat pengemudi bus dan truk di Indonesia sangat buruk. Dugaan, hal itu karena belum ada regulasi yang memadai sehingga performa pengemudi bus dan truk rentan terpapar kelelahan dan bisa berujung pada “micro sleep”.
Karena itu, masalah-masalah tersebut perlu adanya mitigasi secara terstruktur dan sistematis untuk mencegah kecelakaan bus dan truk di Indonesia.
Kecelakaan rem blong pada bus dan truk di Indonesia hampir semuanya terjadi di jalan menurun. Peristiwa kecelakaan hampir semuanya menggunakan gigi tinggi serta tidak memanfaatkan engine brake dan exhaust brake kendaraan.
Menurut Djoko, KNKT juga menemukan kecelakaan micro sleep yang pemicunya fatigue by design. Hal itu karena jam kerja pengemudi jauh di atas 12 jam.
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News.