Bandar Lampung (Lampost.co) — Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Luluk Nur Hamidah mengungkap pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau RUU PPRT masih terus tertunda. Hal itu karena saat ini tidak terlalu banyak pihak yang menganggap kebijakan ini penting untuk segera tersahkan.
.
“Desakan kepada Ibu Puan (Ketua DPR) sudah tidak kurang. Tapi perlu cara yang bisa ditempuh. Seperti apakah pengesahan harus dari ketua dan tidak bisa terwakili unsur pimpinan lainnya? Saya rasa tidak ada lagi alasan untuk menunda pengesahan RUU PPRT ini,” ujar Lulu, Kamis, 18 April 2024.
.
Kemudian, Lulu berpendapat, pengesahan RUU PPRT bisa rampung dalam waktu dekat. Hal itu jika ada atau political will dari pimpinan DPR untuk membahas hal ini dengan pemerintah. Sebab, RUU PPRT telah tertetapkan menjadi RUU inisiatif oleh DPR sejak 21 Maret 2023.
.
“Ini harus kita segerakan, mengingat ini ada pada meja pimpinan. Apalagi waktu kita tinggal enam bulan (hingga akhir masa jabatan),” ujar Luluk.
.
Lebih lanjut, Luluk menjelaskan bahwa saat ini perhatian DPR sedang berfokus pada dinamika politik yang cukup luar biasa. Dengan adanya hak angket terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024. Kendati demikian, ia mengaku sudah menyampaikan kepada DPR untuk segera mengesahkan RUU ini.
.
“Tapi tanpa adanya respons serupa dari fraksi-fraksi lain. Maka desakan tersebut tidak akan berhasil. Teman-teman bisa meminta anggota DPR dari fraksi lain untuk ikut mereka speak up atau lakukan lobi-lobi agar segera tersahkan,” jelasnya.
.
Selanjutnya, Luluk juga meminta masyarakat sipil untuk mendesak DPR agar segera mengesahkan RUU ini. Sebab dalam beberapa kasus, butuh tekanan publik yang kuat agar DPR bisa melihat pentingnya suatu regulasi.
.
“Jadi benar-benar harus bersamaan dan berbagi peran. Sehingga kita bisa dapat jaminan dari tiap fraksi agar dapat segera kita bahas bersama pemerintah,” ungkapnya.
.
Hati Nurani
.
Terpisah, Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat menyatakan perlunya mengedepankan hati nurani. Agar negeri ini memiliki kemampuan melindungi para PRT, yang kerap menjadi korban atas praktik kekerasan dan ketidakadilan. HAM itu menurutnya bisa terlakukan melalui regulasi UU.
.
“Hingga saat ini belum ada kepastian waktu terkait pengesahannya. Tapi saya berpendapat peran RUU PPRT sangat penting. Namun untuk pengesahannya menjadi UU diperlukan dukungan mayoritas Fraksi di DPR. Jika upaya ini tidak gol tahun ini, kami akan tetap mengajukan RUU PPRT sebagai RUU prioritas dalam prolegnas,” jelasnya.
.
Kemudian menurut Ririe, sapaan perempuan ini, setelah DPR RI mengesahkan RUU PPRT sebagai RUU inisiatif DPR pada 21 Maret 2023. Proses pembahasannya masih harus melalui proses yang panjang. Tahap lanjutan yang harus terlalui adalah pembahasan tingkat pertama antara DPR dan pemerintah.
.
“Untuk memasuki pembahasan tingkat pertama itu DPR sudah melayangkan surat kepada Presiden terkait pembahasan RUU PPRT. Kemudian Presiden menindaklanjuti surat DPR itu dengan menerbitkan surat presiden (Supres). Dan menunjuk kementerian terkait untuk segera membahas RUU PPRT bersama DPR,”
.
Lebih lanjut, Ririe menjelaskan setelah Pemerintah memberikan jawaban atas RUU PPRT yang telah tertetapkan menjadi usul inisiatif DPR. Pihak DPR akan menentukan alat kelengkapan dewan (AKD) pada parlemen untuk melanjutkan pembahasan RUU tersebut.
.
“Dari sisi pemerintah sempat. Ada komitmen untuk mempercepat proses pembahasan RUU PPRT. Melalui pembentukan gugus tugas percepatan penetapan RUU PPRT,” katanya.
.
Sementara itu, pemerintah juga telah mengirimkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU PPRT. Namun, pimpinan DPR belum memberikan persetujuan pembahasan. Sehingga RUU ini belum terbahas kembali dengan pemerintah, hingga saat ini.
.
“Saya berharap pimpinan DPR konsisten mengedepankan keberpihakannya. Untuk melindungi seluruh tumpah darah, setiap warga negara, dan bangsa yang merupakan amanat konstitusi kita,” pungkasnya.
.
Kepedulian
.
Sementara, aktivis perempuan dan anak sekaligus Ketua Institut Sarinah, Eva Sundari berharap adanya kepedulian pimpinan DPR RI dalam menuntaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU-PPRT) menjadi pertanyaan. Sebab saat ini, tercatat 1,8 juta orang Indonesia menjadi korban perbudakan modern.
.
“Ketua DPR yang dari PDIP terus menggantung RUU PPRT ini. Dengan tidak pernah membuat agenda usulan Baleg kepada paripurna. Padahal sejak 18 Januari 2023 Presiden menyatakan komitmen terhadap RUU PPRT yang memang merupakan janji Nawacita,” jelasnya.
.
Kemudian menurut Eva, DPR sebagai perwakilan suara rakyat seharusnya mampu meng endorse berbagai prolegnas yang mengedepankan nasib masyarakat kecil, bukan justru pro pada status quo yang ada pada diri mereka.
.
“Sebagai pembuat UU, tentu DPR selalu berpegang pada amanat Pancasila, terutama sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Sila kelima ini adalah inti demokrasi, yaitu kesejahteraan yang tidak bisa ternikmati lebih dari 5 juta PRT karena tiadanya pengakuan profesi dan perlindungan negara,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT