Menggala (Lampost.co) — Calon legislatif (caleg) DPRD Tulangbawang Barat (Tubaba), inisial EF (38) membantah tudingan penggunaan ijazah palsu untuk mengikuti Pemilu 2024.
Tuduhan tersebut mencuat usai kader Partai Demokrat itu memperoleh suara terbanyak di daerah pemilihan (Dapil) berdasarkan pleno penetapan KPU Kabupaten.
“Jadi, tidak benar kalau ada yang menyebut menggunakan ijazah palsu. Status klien kami ini terdaftar sebagai peserta didik di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Banjar Baru, Tulangbawang,” kata Mirwansyah, kuasa hukum EF kepada wartawan, Jumat, 15 Maret 2024.
Dia memastikan EF terdaftar sebagai peserta didik paket C di PKBM Banjar Baru sesuai prosedur. Dia membuktikan itu dengan absensi peserta didik di PKBM tersebut. “Klien kami pun selalu bayar setiap semesternya dan raportnya juga ada,” ujar dia.
Menurut dia, EF mengikuti pendidikan di PKBM Banjar Baru sejak 2019 dan lulus pada 2022. PKBM juga secara tegas menyatakan EF memang terdaftar sebagai peserta didik paket C di lembaga tersebut.
BACA JUGA: Caleg Gerindra Lamsel Erma Yusneli Raih Suara Terbanyak
Hal itu berdasarkan surat keterangan yang diterbitkan PKBM dengan tanda tangan Kepala Lembaga PKBM Banjar Baru, Siti Nurul Khotimah. “Kami ada semua dokumen sah yang menyatakan kalau klien kami memang bersekolah di PKBM Banjar Baru. Bila perlu pembuktian kami siap,” kata dia.
Dia menilai, jika kliennya menggunakan ijazah palsu, seharusnya EF tidak lolos saat mendaftar sebagai Caleg DPRD Tubaba. “Klien kami mengikuti semua proses administrasi saat mendaftar dan kami sudah memverifikasi semua berkas itu. Jadi, tidak mungkin bisa lolos kalau ijazah itu palsu,” kata dia.
Kesalahan Jaringan
Sementara itu, dia mengakui memang identitas EF sebagai peserta didik di PKBM Banjar Baru tidak dapat ditemukan secara online. Sebab, sistem verifikasi ijazah secara elektronik (SIVIL) di halaman resmi Kemendikbud yang terdapat kesalahan.
Kesalahan sistem itu kerap terjadi sejak 2023. Masalah jaringan itu terjadi di seluruh Indonesia.
“Ada kesalahan sistem dari manual ke online. Dari jumlah peserta didik 20 orang selalu ada kasus hanya 15 orang yang terbaca di sistem dan sisanya tidak terbaca. Boleh cek lagi kalau mau membuktikan,” kata dia.