Bandar Lampung (Lampost.co) — Akademisi Hukum Universitas Lampung, Budiono berharap akan ada banyak calon yang berkompetisi dalam pilkada serentak. Baik gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota. Karena masyarakat akan banyak pilihan calon pemimpin daerah.
.
“Tapi saat ini regulasi membuat calon itu terbatasi, karena partai gak bisa maju sendiri. Harus berkoalisi dengan partai lainnya. Kalau tidak ada parliamentary threshold, pasti banyak calon. Kemudian calon juga gak perlu banyak keluar ongkos untuk mendapatkan perahu agar berlayar, ” katanya saat Podcast Lampung Memilih “Spesial Pilkada 2024” di Lampung Post, Jumat, 17 Mei 2024.
.
Oleh sebab itu, Budiono berpendapat, orang yang punya dana besar bisa membeli partai untuk tiket maju pilkada. Apalagi selama ini cost politic tinggi sekali, belum lagi bila ada calon yang masih kurang 1 kursi. Mungkin harga 1 kursi itu lebih besar dibandingkan 7 kursi.
.
“Regulasi pencalonan ini perlu dirubah, menurut saya semua partai politik yang punya kursi legislatif berhak mengajukan kader terbaiknya maju kepala daerah. Jangan sampai orang-orang yang punya ide kreatif dan kapasitas terganjal karena isi tas orang yang memborong partai,” katanya.
.
Kemudian ia juga berpendapat, panggung politik jangan hanya milik tokoh yang itu-itu saja. Jangan sampai politik dinasti sengaja terciptakan dari pembentukan undang-undang kepemiluan. “Maka kita harapkan pemimpin yang kreatif dan inovatif yang muncul. Suaminya maju, setelah itu istrinya, selanjutnya anaknya yang maju, lalu cucunya. Gak gantian dengan yang lain,” katanya.
.
Lalu menyikapi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.12/PUU-XXII/2024 mempersyaratkan caleg DPR, DPD, dan DPRD terpilih untuk membuat surat pernyataan “bersedia mengundurkan diri jika telah dilantik secara resmi” saat mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Budiono berpendapat klausul tersebut masih debatable. Maka, tunggu saja Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait pencalonan.
.
“Ini dipemberitaan, Ketua KPU ngomong apa, Ketua Bawaslu ngomong apa. Kapan akurnya. Jangan juga statmen Ketua KPU hari ini tahu besok tempe, berubah-ubah tidak konsisten. Banyak juga regulasi yang perlu dibenahi, Putusan MK juga terkesan sepihak. Hukum inikan harusnya mengatur hak asasi manusia. Kemudian mengatur jalannya pilkada agar fairplay, apalagi Indonesia ini kental nepotisme,” katanya.
.
Kemudian ia juga menginginkan penyelenggara pemilu yang memiliki integritas, sesuai tupoksi dan aturan hukum dari tingkat pusat sampai tingkat TPS. Ia mengingatkan semangat jujur dan adil ada pada penyelenggara pemilu, jangan sampai penyelenggara malah terlibat dalam politik uang. Maka penyelenggara harus berhati-hati menjalankan amanah kepemiluan.