Jakarta (Lampost.co) – Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengungkap kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI selama masa sidang kesatu tahun sidang 2024-2025. Salah satu yang disoroti ialah banyaknya jumlah anggota DPR terpilih pada Pemilihan Legislatif 2024 mengalami pergantian antar waktu atau PAW.
Peneliti Formappi, Lucius Karus mencatat sebanyak 45 anggota DPR terpilih dalam Pemilu Legislatif 2024 telah dan sedang dalam proses PAW. Ia merinci Fraksi Golkar menjadi yang terbanyak dengan 10 PAW, disusul PDIP dan Gerindra dengan masing-masing 9 PAW. Lalu, NasDem dan PKB masing-masing 6 anggota, 4 PAW dari Demokrat, dan 1 dari PKS.
“Semua fraksi terlihat punya persoalan dengan anggota DPR terpilih. Sehingga menggantikan dengan calon terpilih lainnya. Persoalan utama terkait dengan pencalonan kepala daerah untuk Pemilihan 2024,” kata Lucius, melalui keterangannya, Minggu, 8 Desember 2024.
Kemudian Lucius merinci dari sebanyak 27 anggota DPR terpilih memilih mundur karena ingin berpindah haluan menjadi kepala daerah. Lalu, 9 PAW dilakukan karena anggota DPR terpilih ditunjuk Presiden untuk bergabung di kabinet, yakni 6 menteri, 1 wakil menteri, dan 1 kepala badan.
Lalu, ada 1 anggota terpilih memilih mundur karena saat bersamaan lolos menjadi anggota BPK. Selanjutnya, 3 PAW karena meninggal dunia, serta 6 lainnya karena berbagai alasan, mulai dari berhenti dari partai, mundur dari partai, melakukan pelanggaran pemilu, dan bersengketa dengan partai.
Pergantian Antar Waktu
Selanjutnya Lucius menilai banyaknya PAW sebelum dan setelah pelantikan anggota dewan. Itu seolah ingin menunjukkan bahwa pilihan menjadi anggota DPR bukan menjadi prioritas utama. Baik bagi partai maupun bagi anggota dewan terpilih.
“DPR hanya teranggap sebagai “tempat transit” kader sambil menanti tawaran jabatan lembaga lain. Secara khusus lembaga eksekutif. Buat kami ini mendegradasi makna DPR yang semestinya menjadi lembaga setara eksekutif,” katanya.
Kemudian Lucius juga menyoroti kekuasaan elit partai yang cenderung otoriter dalam proses pergantian anggota dewan terpilih dengan figur yang parpol suka. Pilihan rakyat terabaikan demi kader favorit partai. “Praktik ini sesungguhnya mendegradasi makna suara rakyat melalui pemilu langsung,” katanya.