Jakarta (Lampost.co) – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan., Hasto Kristiyanto meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk patuh pada prinsip keadilan dalam menegakkan hukum.
Hal itu tersampaikan dalam pidato politiknya. Hasto menegaskan pentingnya hukum yang tidak hanya berlandaskan aturan formal. Tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial, budaya, dan kemanusiaan.
“Hukum tanpa keadilan hanyalah seperangkat aturan kering tanpa roh.” kata Hasto dalam konferensi pers di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Selasa, 18 Februari 2025.
Baca Juga :
https://lampost.co/politik/kpk-panggil-lagi-hasto-pekan-ini/
Oleh karena itu, hakim harus bertindak sebagai pembelajar sepanjang hayat menjadi peneliti. Bahkan filsuf agar mampu mewujudkan keadilan sejati. Menurutnya, keadilan tidak akan tercapai jika hakim hanya terpaku pada teks hukum. Tanpa memahami denyut keadilan masyarakat.
Lalu Hasto lantas mengutip pemikiran Ketua Mahkamah Agung (MA), Sunarto. Yang menyebut bahwa hakim harus merasakan kehidupan setiap keputusan yang terambil. Sekjen PDI Perjuangan menyatakan siap mengikuti seluruh proses hukum KPK secara kooperatif. Namun, ia juga meminta agar lembaga antirasuah tersebut tidak melenceng dari prinsip hukum yang benar.
“Sebagai momentum untuk menyampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa saya siap. Dan akan selalu kooperatif mengikuti seluruh proses hukum KPK. Hal yang sama juga saya harapkan terlaksanakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Jadi, kalau memang bersalah, saya siap untuk menjalankan seluruh tanggung jawab,” ujarnya.
Secercah Harapan
Kemudian ia melanjutkan, “Sejak awal saya sudah menyampaikan bahwa ada proses politik yang terjadi. Sebagai kader partai, tentu kami siap menghadapi segala konsekuensi. Ini sebagai bagian dari pengorbanan terhadap cita-cita bangsa.”
Selanjutnya Hasto juga menyinggung pernyataan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Ia menyebut pemikiran Sunarto sebagai “secercah harapan” di tengah kondisi hukum yang makin jauh dari keadilan.
“Harapan itu penting, terutama ketika hukum tergunakan sebagai alat kekuasaan dan demokrasi makin terancam. Akibat penyalahgunaan wewenang oleh presiden ke-7 RI Jokowi,” tegas Hasto.
Lantas dengan pernyataan ini, Hasto menegaskan komitmennya untuk mengikuti proses hukum. Sembari meminta KPK untuk tetap berpegang pada prinsip keadilan dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik.
Sebelumnya, hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto pada hari Kamis, 13 Februari 2025 menyatakan. Pihaknya tidak dapat menerima gugatan praperadilan status tersangka Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Hakim mengabulkan eksepsi dari termohon dan menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima. Serta membebankan biaya perkara kepada pemohon sejumlah nihil.
“Kemudian menyatakan permohonan praperadilan pemohon kabur atau tidak jelas,” ujar Djuyamto.
Harun Masiku
Penyidik KPK, Selasa, 24 Desember 2024, menetapkan dua orang tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku. Yakni Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (HK) dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI).
Ketua KPK, Setiyo Budiyanto mengungkapkan bahwa HK mengatur dan mengendalikan DTI untuk melobi anggota KPU Wahyu Setiawan. Agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumsel I.
Lalu HK juga mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap. Itu untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina.
“HK bersama-sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan DTI melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar AS dalam kurun waktu 16 Desember 2019 sampai 23 Desember 2019. Itu agar Harun Masiku dapat tertetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 dari Dapil Sumsel I,” ujar Setyo.
Selain itu, penyidik KPK juga turut menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan.