Jakarta (Lampost.co) – Anggota sekaligus Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI., Lolly Suhenty mengaku tidak risau terhadap wacana untuk merubah status penyelenggara pemilu menjadi lembaga Ad Hoc.
Sementara wacana itu muncul mengingat penyelenggara pemilu bertugas untuk masa jabatan lima tahun. Tetapi hanya bekerja untuk satu tahun saja. Seperti pada 2024 saat pemilu dan pilkada tergelar pada tahun yang sama.
Kemudian Lolly, mengatakan wacana seperti itu harus terimbangi dengan cara menghadirkan fakta dan data akan kinerja Bawaslu selama ini. Ia mengingatkan, sebagai penyelenggara pemilu, kerja Badan Pengawas Pemilu sangat normatif.
“Karena Bawaslu terikat oleh norma. Norma yang ada pada Undang-Undang, Perbawaslu. Sehingga Bawaslu punya ruang yang terbatas sekali. Sekali lagi, cara bekerjanya terikat oleh norma, bukan oleh keinginan-keinginan,” ujar Lolly dalam diskusi daring The Indonesian Institute, Kamis, 19 Desember 2024.
Selanjutnya Lolly mengatakan, refleksi berbagai pihak atas cara kerja Bawaslu selama penyelenggaraan Pemilu maupun Pilkada 2024. Ini menjadi momen bagi Bawaslu sendiri untuk merefleksikan regulasi yang mengikat pihaknya.
“Pada titik inilah karena ketika orang mengkritik penyelenggara pemilu. Maka inilah ruang kita punya kesempatan yang lebih terbuka. Untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh,” katanya.
Kemudian dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta mengatakan. Keserentakan pemilu dan pilkada pada tahun yang sama seperti 2024. Menjadi pintu masuk kehadiran wacana untuk meng-ad hoc-kan penyelenggara pemilu.
“Kan sekarang efisiensi selalu didengung-dengungkan. Dan itu sebenarnya bagian dari pada propaganda,” ujar Kaka.