.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita berpendapat. Pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 12/PUU-XXII/2024 sebenarnya menegaskan adanya potensi besar bagi caleg terpilih. Apalagi untuk menyalahgunakan kewenangan mereka dalam rangka memenangkan diri saat pilkada.
.
Kemudia ia mengatakan pertimbangan putusan MK itu meminta KPU untuk mensyaratkan caleg DPR/DPD/DPRD terpilih yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Mereka membuat surat pernyataan bersedia mengundurkan diri jika telah dilantik secara resmi menjadi anggota dewan jika mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
.
.
Sementara itu, Hasyim sendiri membuka kemungkinan adanya permohonan dari partai politik untuk mengajukan surat kepada pihaknya. Hal itu yang membuka jalan bagi caleg terpilih untuk mundur pelantikannya. Selama caleg terpilih belum terlantik. Hasyim menyebut bahwa mereka masih berstatus sebagai calon.
.
Bagi Hasyim, yang wajib mundur berdasarkan regulasi berkenaan dengan pilkada adalah anggota dewan yang sedang menduduki jabatan. Misalnya anggota dewan hasil Pemilu 2019 yang maju dalam kontestasi Pilkada 2024. Kendati demikian, Mita mempertanyakan landasan aturan penundaan pelantikan anggota dewan, utamanya DPR/DPD yang jadwalnya pada 1 Oktober 2024.
.
“Artinya pendekatan Ketua KPU hanya bersifat manajerial dan akomodatif,” kata Mita kepada Media Indonesia, Selasa (14/5).
.
Menurutnya, pernyataan Hasyim yang menimbulkan polemik itu berujung pada nihilnya kepastian hukum terkait pelantikan caleg terpilih. Kemudian ia menegaskan, KPU justru tidak menindaklanjuti pertimbangan Putusan MK Nomor 12/PUU-XXII/2024. Apalagi dengan membuat regulasi yang dapat memitigasi calon kepala daerah berlatar caleg terpilih.
.
“Jangan sampai ini hanya menjadi harapan ditengah potensi besar penyalahgunaan kewenangan caleg terpilih yang terlantik dan maju pilkada,” tandas Mita.
.
Wajib Mundur
.
Kemudian saat dikonfirmasi lagi, Hasyim mengatakan yang wajib mundur dalam rangka pencalonan kepala daerah menurut Undang-Undang Pilkada maupun pertimbangan MK adalah anggota DPR/DPD/DPRD. Sebab, frasa dalam beleid tersebut adalah caleg terpilih yang sudah terlantik, yang maknanya sebagai anggota dewan.
.
“Bukan calon terpilih tapi anggota. Dan ini saya kira bisa kita pahami bersama dan saya kira ini bukan ketentuan baru,” katanya.
.
Namun, Hasyim menyebut tidak ada aturan tentang pelantikan anggota DPR/DPD/DPRD secara serentak. Ia menambahkan, tidak ada pula larangan bagi caleg terpilih terlantik belakangan. Apalagi setelah kalah dalam kontestasi pilkada.