SETIAP bulan Ramadan, takjil menjadi incaran masyarakat yang ingin berbuka puasa dengan hidangan manis dan menyegarkan, gurih dan renyah. Namun, di balik kelezatan takjil, muncul ancaman yang tidak bisa diabaikan, yakni penggunaan zat berbahaya seperti boraks, formalin, dan pewarna tekstil dalam makanan. Kasus seperti ini terus berulang setiap tahun, meskipun berbagai upaya pengawasan telah dilakukan.
Demi menarik pembeli yang ujungnya ialah rupiah, pengusaha takjil tak sedikit yang menambahkan zat berbahaya yang tak seharusnya digunakan untuk makanan. Zat boraks, formalin, dan pewarna tekstil dalam makanan aling umum ditemukan saat adanya razia bahan makanan.
Pengawasan ketat terhadap pedagang takjil harus menjadi prioritas utama. Pemerintah melalui dinas terkait harus lebih aktif melakukan sidak ke pasar-pasar takjil dan pusat jajanan. Uji sampel secara acak perlu ditingkatkan agar bahan berbahaya dapat segera terdeteksi sebelum beredar luas di masyarakat. Selain itu, transparansi hasil pengujian harus disampaikan secara luas agar masyarakat lebih waspada terhadap produk yang dikonsumsi.
Di sisi lain, kesadaran pedagang juga perlu ditingkatkan. Sosialisasi mengenai bahaya penggunaan bahan berbahaya dalam makanan harus dilakukan secara berkelanjutan. Edukasi mengenai alternatif bahan pengawet alami yang lebih aman bisa menjadi solusi agar pedagang tidak tergoda menggunakan zat berbahaya.
Tidak kalah penting, masyarakat sebagai konsumen juga memiliki peran besar dalam mencegah peredaran takjil berbahaya. Kesadaran pentingnya memilih makanan dari sumber yang terpercaya harus ditingkatkan. Konsumen juga dapat berpartisipasi dengan melaporkan temuan makanan mencurigakan kepada pihak berwenang.
Selain itu, perlu perkuat regulasi terkait keamanan pangan. Jangan anggap sepela, karena ini menyangkut masyarakat banyak. Pemerintah melalui BPOM dan lembaga terkait, harus memastikan adanya sanksi tegas bagi pedagang yang terbukti menggunakan bahan berbahaya dalam makanan yang dijual. Jangan mandek hanya pada penarikan makanan yang mengandung zat berbahaya. Sanksi yang lebih berat harapannya dapat memberikan efek jera sehingga pelanggaran serupa tidak terus berulang dari tahun ke tahun.
Namun, harus ada upaya edukasi mengenai penggunaan bahan berbahaya ini ke perajin makanan, agar mereka juga paham akan bahanyanya dan sanksi yang bakal diterima.
Masyarakat bisa membentuk tim kecil yang bertugas mengawasi dan memastikan takjil yang dijual di lingkungan mereka bebas dari zat berbahaya
Kerja sama antara pemerintah dan komunitas masyarakat juga sangat perlu. Kampanye tentang makanan sehat dan aman bisa dilakukan melalui berbagai media, termasuk media sosial yang saat ini memiliki jangkauan luas. Kampanye ini bisa melibatkan para ahli gizi dan kesehatan untuk memberikan informasi yang lebih valid dan akurat.
Selain pengawasan di pasar takjil, edukasi sejak dini juga perlu diberikan kepada anak-anak dan remaja agar mereka memahami pentingnya mengonsumsi makanan sehat. Pendidikan di sekolah bisa memasukkan materi tentang keamanan pangan dalam kurikulumnya, sehingga generasi mendatang lebih sadar akan pentingnya memilih makanan yang aman.
Pemerintah juga dapat mendukung usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang memroduksi takjil sehat dan bebas bahan berbahaya. Dengan memberikan bantuan atau insentif kepada pedagang yang menerapkan standar keamanan pangan, pemerintah bisa mendorong lebih banyak pelaku usaha untuk beralih ke praktik yang lebih sehat dan aman.
Tidak hanya di tingkat nasional, pengawasan juga bisa dilakukan di lingkungan terkecil, seperti RT dan RW. Masyarakat bisa membentuk tim kecil yang bertugas mengawasi dan memastikan takjil yang dijual di lingkungan mereka bebas dari zat berbahaya. Dengan begitu, pengawasan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga menjadi gerakan bersama.
Pengawasan takjil tidak boleh hanya menjadi rutinitas tahunan tanpa solusi jangka panjang. Semua pihak—pemerintah, pedagang, dan masyarakat—harus bahu-membahu memastikan takjil yang beredar aman dikonsumsi. Jangan sampai kejadian ini terus berulang dan membahayakan kesehatan masyarakat. Keselamatan pangan adalah tanggung jawab kita bersama.*