Gegap gempita panen kopi pada Juni hingga September 2000 di Desa Ngarip Induk, Ulubelu, Tanggamus, berlangsung terlampau singkat. Hanya beberapa pekan usai panen, dahan pecah, dan ranting patah lantaran terinfeksi jamur Erythricium salmonicolor. Limbah kulit kopi yang dibuang sembarangan usai panen, menjadi induk sempurna bagi patogen tersebut.
“Saat itu musim hujan. Jamur upas tumbuh sangat cepat dan langsung mematikan kebun hanya dalam beberapa pekan,” kenang petani desa, Mesyadi, pada pekan ketiga Oktober 2025. Ia masih ingat jelas bahwa rayap pun enggan menyentuh batang kopi yang sudah keracunan jamur.
Hasil panen melimpah yang mencapai lebih dari 200 ton itu menyisakan 30% limbah kulit kopi. Jumlah itu setara 60 ton limbah yang berserakan tidak terurus di kebun. Harapan petani agar limbah itu menyuburkan tanah ternyata jauh panggang dari api. Kulit kopi itu malah menjadi bom penghancur impian panen musim selanjutnya.
Sebanyak 150 petani anggota Kelompok Tani Margo Rukun merugi atas matinya kebun seluas 20 hektare. Nominal kerugian mencapai Rp1 miliar. Jumlah itu bertambah besar karena tragedi serupa juga melanda kebun-kebun di Desa Penantian serta Desa Gunung Sari, kecamatan setempat. “Sejak saat itu, para petani amat berhati-hati membuang limbah. Jangan sampai peristiwa itu terulang,” tutur Mesyadi.
Mengetahui banyaknya kulit kopi terbuang di daerah itu, pada 2021 PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) merangkul ratusan petani Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Margo Rukun Bestari untuk mendapatkan pendampingan nyata. Harapan Mesyadi dan petani desa kembali bertunas, dengan edukasi yang diberikan Petani bagi petani untuk mengolah limbah menjadi cuan.
“Pertamina mengutus mentor dari Universitas Bengkulu untuk mengajari kami membuat pupuk kompos. Berkat pelatihan itu, KUPS bisa memproduksi secara mandiri, sehingga kulit kopi bukan lagi sampah, melainkan sumber pendapatan baru bagi kami,” ujarnya. Kemudian, gudang pengolahan juga dibangun untuk menunjang peningkatan kapasitas produksi.

Pendampingan PGE terus berlanjut dengan memfasilitasi uji laboratorium pupuk di dua lokasi yakni Universitas Bengkulu dan Institut Teknologi Sumatera. Setelah hasil uji laboratorium kandungan pupuk diperoleh, KUPS semakin percaya diri mengembangkan pasar. “Pupuk kompos KUPS Margo Rukun Bestari satu-satunya di Ulubelu yang sudah tersertifikasi. Legitimasi itu ternyata sukses meningkatkan kepercayaan banyak pihak untuk bermitra,” ujarnya.
Peningkatan produksi dan naiknya permintaan terhadap pupuk kompos diungkapkan oleh Wakil Ketua KUPS Margo Rukun Bestari, Wastoyo. Pria yang pernah menjadi anggota organisasi World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia itu memerinci deretan kontrak pupuk yang sudah ia tanda tangani. Jaminan mutu kompos menggaet Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Batutegi dan KPH Liwa sebagai konsumen pupuk pada 2023. KUPS memproduksi sebanyak 50 ton pupuk untuk memenuhi permintaan warga lokal dan dua KPH tersebut.
Permintaan terhadap pupuk kompos meningkat pada 2024. Sebanyak 80 ton pupuk diproduksi untuk memenuhi permintaan CV Safari Agro Lestari (SAL) 70 ton dan warga lokal 10 ton. Harga yang dibanderol sebesar Rp1.500 per kg dikemas dalam karung 25 kg dan 40 kg.
Selain pupuk, KUPS tersebut juga memilki divisi usaha lainnya seperti penyediaan bibit pohon, menjual madu, lebah madu, hingga memberi pelatihan terkait pertanian. Pada 2023 Wastoyo dan tim mendapat pemasukan sebesar Rp1,3 miliar. Jumlah itu melonjak pada 2024 menjadi Rp2 miliar. “Pelanggan bibit pohon kami mulai dari perusahaan multinasional PT Nestle Indonesia hingga Non Profit Organization (NGO) internasional asal Prancis, PUR,” ujarnya.
Jumlah permintaan kedua instansi tersebut fantastis. PUR meminta penyediaan 328.000 bibit pohon selama dua tahun, kemudian PT Nestle 20.000 bibit alpukat.
Desa Energi Berdikari
Panen raya menjadi momen emas bagi desa. Selain mendapatkan biji kopi, petani juga bisa mendapatkan uang dari kulit yang sebelumnya hanya menjadi sampah. Demikian pula bagi KUPS. Momen panen adalah kesempatan menyerap bahan baku melimpah. Harga pembelian kulit kopi per karung seharga Rp10.000.
Warga juga memperoleh manfaat ekonomi dari kotoran kambing yang sebelumnya hanya menjadi sumber polusi yang menjijikkan. Namun dengan munculnya kebutuhan yang tinggi, kotoran hewan dihargai Rp25.000 per karung.
“Jadi yang mendapat keuntungan bukan hanya kami selaku produsen, tetapi juga masyarakat secara luas. Itu turut menaikkan ekonomi desa,” ujarnya. Belakangan, KUPS juga sampai menyerap bahan baku tersebut dari Desa Karangrejo dan Desa Ngarip.

Tingginya permintaan atas pupuk kompos, menuntut proses produksi efektif dan efisien. Salah satu kendala produksi adalah pengeringan dan penggilingan. Menurut Wastoyo, biaya solar yang dikeluarkan untuk menggiling 20 ton pupuk sebesar Rp300.000.
Selain relatif mahal, keterbatasan stok solar di SPBU juga menjadi tantangan produksi. “Pada September lalu, Pertamina Persero memberikan bantuan pembangkit listrik tenaga surya berkapasitas 6,6 kwp,” ujar Wastoyo. Penggunaan energi baru terbarukan itu bermanfaat menggerakkan mesin giling dan penerangan.
Dengan adanya panel surya tersebut, KUPS mutlak mandiri energi tanpa ketergantungan pada solar lagi. “Sekarang menggiling kompos dan penerangan nol biaya. Keuntungan yang masuk menjadi lebih besar dan proses produksi lebih aman karena menggunakan energi surya,” kata dia.

Pjs. General Manager PGE Area Ulubelu Manda Wijaya Kusumah mengatakan PT PGE Area Ulubelu mengapresiasi kesuksesan KUPS Margo Rukun Bestari mengelola kawasan hutan berbasis perhutanan sosial, sekaligus berupaya mengembangkan usaha untuk kemandirian ekonomi anggota. “Pupuk yang memanfaatkan limbah kulit kopi sebagai bahan baku utama itu sejalan dengan strategi Environmental, Social, and Governance (ESG) Pertamina,” ujarnya.
Pada aspek pelestarian lingkungan, KUPS melakukan pengurangan limbah kulit kopi dan kotoran hewan. Ditambah lagi, para petani anggota kolompok telah akrab dengan pemanfaatan sumber daya terbarukan.
“Pada aspek sosial, peningkatan kapasitas dan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah operasi panas bumi menjadi prioritas,” kata Manda. Produksi pupuk kompos memberi dorongan nyata atas tercapainya praktik ekonomi sirkular dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan.
Ia menyebutkan usaha KUPS mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 8 tentang pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi; kemudian SDG 13 penanganan perubahan iklim, serta SDG 15 ekosistem daratan. “Program ini menerapkan konsep ekonomi sirkular di tengah masyarakat,” ujarnya.
Pemanfaatan limbah kulit kopi menjadi pupuk menciptakan siklus produksi efisien dan ramah lingkungan. Limbah pertanian yang tidak bernilai, justru membawa nilai tambah ekonomi dan ekologis. “Kami melakukan evaluasi secara berkala atas dampak dan manfaat hingga tataran kelembagaan,” katanya.
Sejumlah indikator untuk mengukur keberhasilan program antara lain meningkatnya produksi pupuk, dan berkurangnya limbah perkebunan. Yang terpenting, lanjut Manda, masyarakat sadar terhadap pentingnya praktik pertanian berkelanjutan.
PGE Area Ulubelu juga memperkuat kelembagaan kelompok, manajemen usaha, dan pengembangan jaringan. “Guna mendukung efisiensi operasional kelompok, kami memfasilitasi penerapan PLTS sehingga pengelolaan secara berkelanjutan, dan menjadi contoh penerapan ekonomi hijau di tingkat komunitas,” ujarnya.
Saat berkunjung ke Universitas Lampung, beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono menyatakan dukungannya terhadap peningkatan infrastruktur pertanian. “Pemerintah tengah gencar membangun infrastruktur bertenaga surya, terutama pada sektor pertanian yang mengusung energi bersih dan ramah lingkungan. Tujuannya untuk memutus ketergantungan pada bahan bakar fosil, dan menggapai swasembada energi sekaligus ketahanan pangan sesuai Asta Cita Presiden Prabowo,” ujarnya.







