Bandar Lampung (Lampost.co) – Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal mendorong percepatan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Ini sebagai solusi persoalan pengelolaan sampah di Provinsi Lampung.
Sementara beberapa daerah memiliki volume sampah cukup besar. Seperti Kota Bandar Lampung volume sampah mencapai sekitar 800 ton per hari. Sedangkan Lampung Selatan sekitar 150 hingga 200 ton sampah per hari.
Hal itu tersampaikan Gubernur Mirza dalam rapat terkait Pengelolaan Energi Baru Terbarukan (EBT). Rapat itu tergelar pada Ruang Rapat Sakai Sambayan, Kompleks Kantor Gubernur, Bandar Lampung, Rabu, 21 Mei 2025.
Kemudian menurut Gubernur Mirza, pihaknya telah menyiapkan lokasi untuk pembangunan PLTSa. Lalu membuka peluang kerja sama bagi investor yang berminat berpartisipasi dalam proyek ini.
“Kita melihat potensi besar dari pengelolaan sampah menjadi energi. Awalnya kita menyiapkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Namun melihat tren pengelolaan modern, kami arahkan untuk bisa menjadi PLTSa,” ujarnya.
Sementara itu, dari total volume sampah Bandar Lampung dan Lampung Selatan tersebut, sekitar 55% merupakan sampah organik. Ini berpotensi besar untuk terolah menjadi energi melalui teknologi PLTSa.
“Kami sudah cek dan konsultasikan dengan para ahli. Dan memang sangat memungkinkan untuk membangun PLTSa di Lampung,” tambahnya
Kemudian Gubernur Mirza menyebut Pemerintah Provinsi Lampung menyambut baik rencana skema tipping fee insentif yang tengah tersiapkan untuk masyarakat. Ia berharap skema ini dapat menarik minat investor serta mempercepat realisasi pembangunan PLTSa Provinsi Lampung.
Selanjutnya Gubernur Mirza juga menargetkan agar nota kesepahaman (MoU) dengan calon investor dapat tertandatangani sebelum bulan Juli 2025. Ini sebagai langkah awal menuju pembangunan fasilitas PLTSa yang modern dan ramah lingkungan.
Investor
Sementara itu, perwakilan dari GIS Group, Victor yang juga calon investor dan pengelola menjelaskan. Nantinya masa pembangunan PLTSa akan berjalan selama 2 tahun dan masa operasional hingga 25 tahun.
Kemudian ia juga menjelaskan bahwa nantinya proyek ini terproyeksikan akan berkolaborasi dengan PLN. Ini mengingat listrik yang terhasilkan dari PLTSa akan masuk ke jaringan nasional melalui skema Power Purchase Agreement (PPA). Selanjutnya Victor mengungkapkan optimisme pihaknya terhadap potensi Lampung dalam pengembangan energi dari sampah.
“Kami usahakan investasi ini benar-benar memberi manfaat besar bagi Bandar Lampung dan sekitarnya. Kalau masalah tadi yang mungkin ribu metric ton per day disini 800 plus tadi kan 150. Tapi kan masih ada TPA yang menggunung yang saya lihat tadi. Nanti perlahan-lahan kan kita akan gerus supaya nanti lama-lama menjadi bersih,” ujarnya.
Lalu ia berpendapat tantangan utama dalam proyek PLTSa biasanya berkaitan dengan skema tipping fee atau biaya layanan pengelolaan sampah yang dibebankan kepada pemerintah daerah. Namun, menurutnya jika proyek ini masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), maka beban tersebut bisa terminimalisasi.
“Kalau ada tipping fee, tentu akan cukup berat bagi daerah. Tapi jika sudah masuk PSN. Nanti akan ada subsidi dari pusat untuk PPA-nya di PLN. Jadi tidak ada lagi tipping fee yang harus terbayar,” tambahnya.
Kemudian Victor juga menambahkan, pemilihan teknologi akan terlaksanakan secara cermat. Dan tersesuaikan dengan karakteristik sampah Provinsi Lampung.
Sebagai informasi, teknologi PLTSa telah terterapkan pada beberapa kota besar Indonesia, seperti Surabaya dan Bekasi. Dengan kapasitas pengolahan sampah mencapai 1.000 ton per hari dan menghasilkan listrik hingga 10 Megawatt.
Jika terealisasi, PLTSa Lampung akan menjadi fasilitas pertama di Sumatera Bagian Selatan yang menerapkan teknologi waste-to-energy secara terintegrasi.