Bandar Lampung (Lampost.co) — Angkutan kota (angkot) di Bandar Lampung sangat digemari masyarakat di era sebelum tahun 2015. Meski jumlahnya banyak, namun tak ada sopir yang tak kebagian penumpang.
Namun era keemasan itu saat ini hanya tinggal kenangan. Untuk memenuhi setoran ke pemilik mobil pun kadang dirasa berat.
Menurut Indra Nasution, salah satu sopir angkot jurusan Tanjungkarang – Garuntang, 10 tahun lalu angkotnya tidak pernah sepi, padahal angkot yang beroperasi ada ratusan.
“Kalau dulu anak sekolah dari lampu merah ini sampai ke ujung jalan sana kayak semut walaupun mobilnya ratusan,” ujarnya.
Menurutnya dulu ada 135 angkot yang beroperasi di trayek yang sama dengannya. Namun jumlahnya terus menyusut hingga tersisa sekitar 35 unit saja. Meski dulu ada ratusan mobil yang beroperasi, namun para sopir tak pernah kesulitan mendapatkan uang setoran.
Tak hanya uang setoran, uang jalan pun Indra bisa dapat 10 kali lipat dari uang setoran, bahkan lebih.
“Dulu setorannya cuma Rp25 ribu, uang jalan itu bisa Rp100-300 ribu, kalau sekarang Rp50-80 ribu sudah banyak,” ujarnya.
Dia mengakui, penumpang angkot yang dulu kini sudah bergeser ke moda transportasi online atau ojek online. Bahkan kebanyakan angkot yang beroperasi saat ini mengandalkan keberadaan anak sekolah.
“Karena kalau (penumpang) umum sebagian besar masyarakat sekarang udah punya kendaraan pribadi,” katanya.
Pengalaman itu juga dirasakan Rizki sopir angkot jurusan Tanjungkarang – Rajabasa. Selain anak sekolah, hanya orang-orang tua yang naik angkot.
Selain karena tarif yang relatif murah, banyak orang tua masih naik angkot karena gagap teknologi (gaptek) dan tidak memiliki kendaraan pribadi. Sehingga angkot yang masih menggunakan sistem konvensional masih menjadi pilihan utama untuk bepergian.
“Anak muda masih ada dari anak sekolah, kebanyakan dari kalangan orang tua yang gak berani ngojek,” ujarnya.
Tarif Jauh-Dekat
Sopir angkot sendiri menggunakan sistem 1 tarif jauh-dekat yakni Rp5 ribu untuk penumpang umum dan Rp3 ribu untuk kalangan pelajar.
Seperti yang diakui salah satu penumpang angkot Panjang, Asiah. Dia mengaku tak ada pilihan lain untuk berpergian selain menggunakan angkot.
Dia sendiri setiap hari harus pergi ke Pasar Cimeng, Telukbetung Selatan untuk berdagang. Sementara rumahnya berada di Kecamatan Panjang.
“Tiap hari saya naik angkot dari Panjang ke Cimeng, tarifnya masih sesuai,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Endang, penumpang angkot Rajabasa. Meski tak setiap hari, namun dia selalu naik angkot jika ada keperluan ke luar rumah.
“Naik angkot karena gak ada kendaraan lain sih, tarifnya juga masih sesuai,” ungkapnya.
Menurutnya angkot yang sering ditumpanginya masih layak beroperasi. Hanya saja dia berharap ada penertiban dan pengawasan untuk sopir yang ugal-ugalan.
“Kalau kurangnya gak ada menurut saya, cuma pengennya yang penting jangan ugal-ugalan saja sopirnya,” ujarnya. (Bodi Man)