Jakarta (Lampost.co) — Bank Indonesia mengeluarkan peringatan keras mengenai kerentanan pasar keuangan global yang makin meningkat. Peringatan itu muncul setelah lembaga non-bank atau NBFIs menunjukkan perilaku agresif yang mengingatkan pada pemicu krisis finansial 2008.
Dalam laporan Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional (PEKKI) Edisi 2025, BI menyebut lima risiko besar yang mengancam stabilitas global. Salah satu fokus utama berada pada perilaku NBFIs yang memanfaatkan utang pemerintah negara maju sebagai aset dasar untuk menciptakan produk derivatif kompleks.
BI mencatat praktik berisiko tinggi tersebut berjalan tanpa pengaturan margin dan permodalan yang memadai. Kondisi itu membuat pasar global sangat rentan terhadap guncangan.
“Jika terjadi pembalikan pasar, potensi penjualan besar-besaran dapat memicu krisis sistemik seperti 2008,” tulis BI dalam laporannya
Risiko itu makin besar karena utang publik dunia mencapai level yang kritis. BI mencatat total utang pemerintah global menembus US$110,9 triliun atau sekitar 94,6% dari PDB dunia. Dominasi utang negara maju membuat volatilitas suku bunga global meningkat dan menekan banyak negara berkembang.
Selain ancaman dari sektor non-bank, BI juga menyoroti risiko dari aset digital. BI melihat pasar kripto, stablecoin, dan tokenisasi aset terus berkembang tanpa regulasi setara lembaga keuangan formal. Kondisi itu meningkatkan volatilitas pasar dan membuka peluang besar untuk tindak pencucian uang serta lemahnya perlindungan konsumen.
Di sisi lain, ketegangan geopolitik dan polarisasi perdagangan ikut memperburuk situasi. Kebijakan tarif sepihak Amerika Serikat mendorong pergeseran dari kerja sama multilateral ke pendekatan bilateral dan regional.
BI menilai dinamika tersebut dapat menekan pertumbuhan ekonomi global yang melambat. BI memproyeksikan ekonomi dunia pada 2026 tumbuh 3,0%, turun dari perkiraan 2025 sebesar 3,1%.
Sementara itu, perekonomian Indonesia tumbuh 4,9% hingga 5,7% pada 2026. BI juga memperkirakan inflasi akan berada pada kisaran 2,5±1%, transaksi berjalan antara 0,2 sampai -1% dari PDB, serta pertumbuhan kredit perbankan di rentang 8% hingga 12%.








