Gunungsugih (Lampost.co) — Harga singkong yang terus anjlok sejak awal 2025 menekan pendapatan ribuan petani di Lampung. Kondisi ini mendorong Sugar Group Companies (SGC) mempercepat ekspansi program kemitraan tebu sebagai solusi langsung bagi petani yang terdampak krisis harga singkong. Program berjalan masif di wilayah-wilayah sentra singkong yang tengah mengalami tekanan pasar.
Poin Penting:
-
Harga singkong di Lampung sedang anjlok dan merugikan petani.
-
Sugar Group Companies (SGC) hadir menawarkan program kemitraan tebu sebagai solusi.
-
Program bisa menstabilkan ekonomi petani Lampung secara jangka panjang.
Upaya mempercepat program kemitraan tebu dengan menggelar sosialisasi di Seputih Surabaya, Lampung Tengah, Selasa, 28 Oktober 2025. Kemudian berlanjut Rabu, 29 Oktober 2025, di Sungai Nibung, Denteteladas, Tulangbawang. Kegiatan ini masuk titik ke-12 dan 13 dari total rangkaian sosialisasi yang tersebar di Tulangbawang Barat, Tulangbawang, dan Lampung Tengah.
Hadir langsung pemilik SGC, Purwaty Lee Couhault, bersama Wakil Bupati Lampung Tengah, I Komang Koheri; camat Seputih Surabaya, camat Denteteladas, para kepala kampung, dan ratusan petani yang sebelumnya menanam singkong. Kehadiran ini menegaskan SGC tidak sekadar menawarkan kemitraan, tetapi turun langsung menjawab keresahan petani di saat harga singkong terlalu rendah hingga tidak lagi menutup biaya operasional.
Kemitraan 10 Tahun, Pasar Gula Nasional Terjamin
Sementara itu, perwakilan Sugar Group Companies, Ir. Sulis Prapto, menegaskan komoditas tebu Lampung memiliki pasar yang stabil dan permintaan yang terus meningkat secara nasional. Ia menyebut kemitraan berlaku kontrak 10 tahun, memberikan kepastian harga, kepastian pembelian, dan pendampingan total dari hulu hingga hilir.
“Komoditas tebu juga memberi panen 3—4 kali dari satu kali tanam. Biaya operasional lebih rendah daripada singkong, dan Lampung sangat cocok secara iklim,” ungkapnya.
Menurutnya, program kemitraan tebu SGC tidak hanya sekadar mengganti komoditas, namun menciptakan stabilitas ekonomi jangka panjang bagi petani Lampung. Dalam sistem ini, petani tetap mengolah lahan dan panen sendiri, sementara SGC menanggung pendampingan teknis dan menjamin pembelian seluruh hasil panen langsung ke pabrik.
Kemitraan Tebu Jalan Keluar Krisis Singkong
Sementara itu, Wakil Bupati Lampung Tengah, I Komang Koheri, menilai kemitraan ini sebagai intervensi paling realistis dan cepat untuk menyelamatkan petani dari krisis harga singkong.
“Ketidakstabilan harga singkong tidak bisa terus dibiarkan. Kemitraan tebu bersama SGC menjadi peluang serius agar petani punya penghasilan yang pasti dan berkelanjutan,” ujarnya.
Untuk itu, dia mengajak seluruh petani Lampung agar jangan terlambat mengambil posisi karena kebutuhan lahan kemitraan terus bertambah seiring ekspansi produksi gula nasional.
Jadi Lumbung Gula, Bukan Sekadar Sentra Singkong
Melalui sosialisasi kemitraan ini, Sugar Group Companies juga memperluas basis petani mitra agar Lampung tidak lagi bergantung pada singkong yang fluktuatif, melainkan tebu yang memiliki permintaan tinggi, harga stabil, dan industri hilir kuat. SGC menargetkan produktivitas tebu Lampung akan naik signifikan dalam tiga tahun, sekaligus memperkuat posisi Lampung sebagai penopang pasokan gula nasional.








