Denpasar (Lampost.co) — Karya kreatif masih banyak terdapat duplikasi yang pelakunya adalah para pengusaha asing untuk perdagangan secara luas di dunia. Hal itu menjadi tantangan untuk pertumbuhan ekonomi kreatif.
“Tidak akan terwujud ekosistem pariwisata yang baik kalau tidak tercipta lingkungan yang melibatkan three sector collaboration. Itu mulai dari government, civil society dan business people yang saling mendukung,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat Bimtek Peningkatan Kapasitas SDM dalam Pemahaman Hak Kekayaan Intelektual bagi Pelaku Usaha Ekonomi Kreatif, di Bali, Jumat, 12 Juli 2024.
Anggota Komisi X DPR RI itu meyakini keberhasilan peningkatan kinerja sektor pariwisata bisa terwujud bila semua pihak bekerja sebagai bagian tidak terpisahkan. “All for one, One for All,” kata Rerie, sapaan akrab Lestari.
BACA JUGA: 3 Usaha Ekonomi Kreatif Penyumbang PDB Nasional
Menurut legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, banyak tantangan yang pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif hadapi dalam upaya meningkatkan kinerja sektor.
Sebab, saat ini masih banyak kasus pemanfaatan karya kreatif anak bangsa yang para pengusaha asing duplikasi untuk perdagangan internasional.
Bahkan, antar daerah sempat saling menggugat terkait penggunaan motif tradisional daerah. Misalnya, Nusa Tenggara Timur yang produksinya secara massal di sentra tenun di Desa Troso, Jepara, Jawa Tengah.
Namun, ternyata produsen tenun di Desa Troso itu, mengerjakan motif tenun atas dasar pesanan para pedagang kain dari berbagai daerah. Kondisi tersebut akhirnya bisa kedua pihak pahami.
Kasus menjiplak karya seseorang juga marak terjadi di dunia fesyen dan kriya tanah air. Desain Fesyen dan kriya kualitas tinggi dari hasil riset yang panjang dan mahal dengan mudah pihak lain tiru dan produksi massal dengan harga jauh lebih murah.
Praktik tersebut tentunya membuat usaha fesyen dan kriya berkualitas justru banyak mengurangi pekerja hingga gulung tikar.
Lindungi Karya
Sejumlah kasus di sektor pariwisata itu harus menjadi perhatian semua pihak untuk menemukan solusinya. Sebab, karya kreatif tidak bisa terpisahkan dari konteks pengembangan pariwisata.
Dia turut berharap para pelaku ekonomi kreatif di Indonesia dapat terus melahirkan karya yang khas dan berkualitas, tanpa harus meniru atau menjiplak karya orang lain.
“Para pelaku ekonomi kreatif juga harus mampu memahami cara melindungi karya intelektualnya. Lalu bisa memberikan nilai tambah secara ekonomi,” kata dia.