Bandar Lampung (Lampost.co) — Fitur buy now pay later (BNPL) atau beli sekarang bayar nanti semakin populer di masyarakat. Layanan itu memberi kemudahan pembayaran dengan sistem cicilan sehingga banyak yang menganggapnya lebih praktis.
Di balik kemudahan itu, layanan BNPL juga menyimpan risiko. Perilaku konsumtif karena dorongan untuk belanja instan, serta minimnya pemahaman mengenai ketentuan BNPL dapat menjadi pemberat bagi kondisi finansial.
Salah satu pengguna aktif BNPL, Mita, mengaku layanan BNPL sangat membantu untuk memenuhi kebutuhan mendesak. Sistem cicilan yang sangat menarik dan tampak tak terlalu berat.
“Lebih fleksibel aja sih. Saya bisa beli barang yang sedang butuh tanpa harus tunggu gajian,” ujarnya.
Meski begitu, dia juga menyadari kemudahan tersebut kadang membuatnya lebih impulsif dalam berbelanja. Dia merasa berat ketika tanggal jatuh tempo pembayaran berdekatan dengan tagihan lainnya.
“Di awal ringan rasanya, jadi suka beli barang yang sebenarnya nggak penting. Pernah juga telat bayar karena jatuh temponya berdekatan sama tagihan lain. Cukup bikin stres sih itu,” kata dia.
Mita juga mengaku sangat penting untuk memahami syarat dan ketentuan dari penyelenggara sebelum melakukan pinjaman. Terutama terkait bunga dan tagihan yang akan berlaku jika telat bayar.
“Awalnya saya nggak terlalu paham karena informasi dendanya tersembunyi di bagian syarat dan ketentuan. Sekarang saya jadi lebih hati-hati,” tuturnya.
Pengguna pay later lainnya, Andri, menganggap BNPL memberikan keleluasaan. Namun, juga berisiko menimbulkan masalah jika tidak mengaturnya dengan baik.
Menurutnya, kemudahan cicilan sering membuat pengguna tergoda untuk berbelanja di luar kemampuan.
“Lebih ringan karena bisa cicil tanpa harus bayar penuh. Tapi, kadang kemudahan itu yang membuat kebablasan belanja,” kata dia.
Teliti Membaca Informasi
Dia mengaku pernah terlambat membayar cicilan dan terkena denda. Ia menilai informasi mengenai biaya tambahan sering kurang jelas.
Hal itu membuat konsumen baru memahami ketika merasakan dampaknya. Kondisi itu berpotensi membuat orang terjebak dalam utang tanpa sadar. “Pernah telat dan dendanya lumayan. Kadang informasinya juga kurang jelas,” kata dia.
(PKL/Santi Paramita)