Jakarta (Lampost.co) — Ketegangan di Timur Tengah diprediksi bakal menekan nilai tukar rupiah atau kurs rupiah pada pekan ini. Kurs rupiah itu bakal melemah pada kisaran Rp16.000 per Dolar Amerika Serikat (AS) hingga Rp16.200 per Dolar AS.
Pengamat Komoditas dan Mata Uang, Lukman Leong, menjelaskan pelemahan rupiah terhadap Dolar AS dalam sepekan menyusul data inflasi AS yang lebih kuat dari perkiraan. Selain itu, adanya penyerangan Iran terhadap Israel juga makin menguatkan Dolar AS sebagai safe haven.
“Tidak heran apabila rupiah dibuka melemah tajam pada Senin, 15 April 2024 ini. Sebab, Dolar AS sangat kuat sepekan terakhir,” ujar Lukman kepada Media Indonesia, Minggu, 14 April 2024.
Dia melihat hampir tidak ada sentimen positif yang dapat mendukung kurs rupiah. Data-data ekonomi dari Tiongkok yang lebih lemah seperti inflasi dan perdagangan juga ikut menekan kurs mata uang dalam negeri.
“Bank Indonesia mungkin akan melakukan intervensi walau rupiah masih akan susah bangkit dari tekanan yang besar ini,” ujar dia.
BACA JUGA: AS Sebut Iran Sudah Memulai Serangan Udara ke Israel
Staf Bidang Ekonomi, Industri dan Global Markets Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, mengatakan pelemahan kurs rupiah terhadap Dolar AS akibat mekanisme transaksi di pasar luar negeri. Salah satunya di pasar non deliverable forward (NDF) Singapura.
“Rupiah terlihat melemah karena posisi Dolar AS yang tengah menguat secara global maupun regional Asia. Hal itu tercermin dari posisi variabel indeks Dollar DXY yang posisinya terus menanjak,” kata Myrdal.
Penguatan indeks Dollar DXY itu sebagai gambaran dari perpindahan arus dana di pasar keuangan internasional yang mengarah pada pergerakan pelaku pasar global. Mulai dari pasar saham hingga obligasi yang memindahkan aset investasinya ke pasar AS, terutama pasar obligasi AS.
Sebab, pasar obligasi AS akan lebih menarik saat yield dari surat utangnya terus meningkat. Kemudian terlihat pula meningkat saat ekspektasi penurunan bunga the Fed semakin tidak pasti.
Dampak di Pasar Keuangan Lainnya
Dia memprediksi pasar keuangan domestik baru buka pada Selasa, 16 April 2024. Secara fundamental, tren permintaan Dolar AS di dalam negeri meningkat untuk impor bahan bakar minyak (BBM) dan bahan pangan. Kedua komoditas itu permintaannya meningkat karena faktor musiman lebaran.
“Realitanya harga komoditas global untuk energi dan pangan saat ini tengah menanjak. Wajar kalau posisi surplus neraca dagang Indonesia pada Februari 2024 anjlok ke level di bawah US$1 miliar,” ujar dia.
Untuk itu, Bank Indonesia berpotensi melakukan intervensi untuk menahan volatilitas drastis dari kurs rupiah. BI akan kembali mengandalkan cadangan devisanya di pasar spot Rupiah.
Lalu lewat instrumen Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) atau transaksi derivatif valuta asing terhadap Rupiah, maupun pasar sekunder obligasi domestik. “Pelemahan rupiah akan ditahan agar tidak sampai ke level psikologis di atas Rp16.000,” kata dia.
Sementara itu, meningkatnya ketidakpastian geopolitik menjelang akhir pekan berkontribusi terhadap aksi jual di berbagai pasar keuangan. Hal itu akibat kekhawatiran mengenai serangan yang akan segera terjadi dari Iran ke Israel
Dampaknya harga minyak melonjak lebih dari 2% pada puncak sesi sebelum sedikit mereda pada Jumat. Emas juga mendapatkan keuntungan dari statusnya sebagai investasi safe-haven, menembus level US$2,400 per ounce.
Pasar ekuitas juga mengambil kalibrasi ulang ekspektasi penurunan suku bunga seiring data yang menunjukkan perekonomian AS dalam kondisi sehat. Hal itu meningkatkan harapan perusahaan untuk melaporkan pendapatan yang kuat.