Bandar Lampung (Lampost.co) — Awan tebal menyelimuti langit Desa Jatimulyo, Kecamatan Jatiagung, Lampung Selatan, Sabtu, 5 Oktober 2024. Suasana teduh itu memacu hasrat Agung Kresna untuk membawa keluarganya menikmati liburan akhir pekan.
Pria tersebut bergegas memacu mobilnya berwarna biru di bawah gumpalan awan kelabu yang sesekali menutupi sinar matahari. Namun, sebelum berjalan lebih jauh, dia memutarkan setir kendaraannya masuk ke stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Agung hanya perlu menunggu antrean tiga mobil di depannya untuk mendapatkan bahan bakar minyak (BBM). Waktu itu dimanfaatkannya untuk menikmati suasana tenang di SPBU sebagai jeda di tengah hiruk pikuk jalan utama. Saat tiba gilirannya untuk mengisi pertalite, seorang perempuan berseragam merah menghampirinya.
“Ada barcode-nya pak?” kata operator SPBU itu sambil tersenyum kecil.
Di tengah angin silir-semilir yang masuk melalui jendela mobilnya, dia memberikan secarik kertas yang telah dilaminating. Lembaran itu bergambar quick response (QR) code sebagai tanda kendaraan itu terdaftar dalam program subsidi tepat dan berhak membeli pertalite. Untuk itu, petugas SPBU itu langsung memindai barcode tersebut.
Agung mengaku sempat terkejut saat operator SPBU menanyakan QR code subsidi tepat. Sebab, petugas tidak menanyakan hal tersebut saat membeli pertalite sepekan sebelumnya. Namun, permintaan operator SPBU itu tidak menjadi masalah karena memiliki barcode sejak sebulan lalu.
Dia memproses pendaftaran subsidi tepat sejak September 2024. Adanya kabar penerapan QR code bagi setiap mobil yang hendak mengisi pertalite langsung membuatnya mendaftarkan kendaraannya yang tergolong low cost green car (LCGC). Syaratnya hanya foto KTP, mobil, STNK, dan nomor polisi.
“Saat ada rencana penerapan barcode itu, saya langsung daftar sambil santai-santai di rumah sehingga tidak repot lagi saat isi bensin. Sebab, aplikasi MyPertamina juga sudah ter-install di ponsel sejak setahun lalu,” kata dia.
Menurut dia, proses pendaftaran subsidi tepat tidak sulit karena hanya mengisi sejumlah data. Prosesnya pun cepat dengan adanya arahan dalam tahapan registrasi, baik melalui website maupun MyPertamina.
“Masyarakat yang ingin mendaftar tinggal mengikuti petunjuk di aplikasi saja dan enggak sampai satu jam sudah selesai,” kata dia.
Dia menilai penggunaan QR code tidak menimbulkan kesulitan. Apalagi, kode batang itu bisa dicetak sehingga cukup menunjukkannya saat hendak membeli BBM. “Penerapan barcode itu juga membuat antrean pembelian makin lancar sehingga mobilitas sehari-hari lebih mudah,” ujar dia.
Walau begitu, dia menyarankan agar aktivitas harian, seperti riwayat transaksi bisa terkoneksi dengan aplikasi MyPertamina. “Sejauh ini, saya hanya bisa melihat riwayat transaksi pembelian pertalite melalui website,” ujarnya.
Pengawas SPBU Sultan Agung, Kecamatan Way Halim, Bandar Lampung, Miko, mengatakan penerapan subsidi tepat pertalite di Lampung baru mulai 1 Oktober. Namun, di awal pelaksanaan ini belum seluruh SPBU menerapkannya dan secara bertahap akan diimplementasikan ke setiap titik penjualan BBM.
Dia menilai adanya program subsidi tepat membuat antrean pembelian pertalite menjadi lebih tertib. “Proses pendataan membuat penjualan lebih teratur bagi masyarakat yang berhak dan tidak boleh mendapatkan BBM bersubsidi ini,” kata Miko.
Hal itu terlihat dari animo masyarakat yang tidak ada penolakan dalam mendaftarkan kendaraan untuk memiliki QR code, baik secara pribadi maupun dibantu petugas SPBU.
Untuk itu, pihaknya turut mendukung menyukseskan program tersebut sejak awal pelaksanaan agar berjalan lancar seperti subsidi tepat solar yang penerapannya telah 100 persen. Masyarakat bisa mendaftar melalui aplikasi MyPertamina, website, atau langsung di SPBU.
Menurut dia, pelaksanaan program tersebut sejauh ini tidak ada kendala meski terkadang ada pemeliharaan sistem yang membuat akses ke aplikasi MyPertamina terhambat.
Namun, pemeliharaan itu selalu ada pemberitahuan terlebih dulu dan dilakukan pada dini hari sekitar pukul 00.00 hingga 02.00 WIB sehingga tidak terlalu berimbas pada pelayanan.
“Tapi, operator SPBU tetap bisa mengawasi pembelian pertalite dengan input nomor polisi kendaraan,” ujar dia.
Dia menilai pelaksanaan subsidi tepat pertalite belum ditujukan secara spesifik terhadap kendaraan tertentu, seperti jenis dan cubicle centimeter (CC) mobil sehingga semuanya masih bisa daftar. “Begitu pula untuk subsidi tepat solar masih tetap terbuka pendaftarannya,” kata dia.
Selain BBM, subsidi tepat juga berlaku untuk liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram (kg) sejak 1 Maret 2023. Hal itu mengacu pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 37.K/MG.01/MEM.M/2023 agar masyarakat yang membeli gas subsidi tersebut terdaftar menggunakan KTP.
Kebijakan itu agar besaran subsidi yang terus meningkat dapat tersalurkan dengan tepat sasaran dan dinikmati sepenuhnya oleh kelompok masyarakat tidak mampu.
Pasalnya, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM mencatat adanya peningkatan realisasi volume LPG bersubsidi dari 6,84 juta metrik ton pada 2019 menjadi 8,05 juta metrik ton pada 2023.
Sementara, realisasi LPG nonsubsidi justru terus menurun dari 0,66 juta metrik ton pada 2019 menjadi 0,62 metrik ton pada 2020. Lalu pada 2021 menjadi 0,60 metrik ton dan 0,46 juta metrik ton pada 2022.
Untuk itu, program subsidi tepat LPG menjadi perjuangan lintas sektor dalam menekan penyalahgunaan gas bertabung kecil hijau tersebut.
Sebab, harganya yang hanya Rp18 ribu per tabung membuat produk subsidi yang beredar sejak 2007 tersebut diburu semua lapisan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Mulai dari rumah tangga, usaha mikro, nelayan sasaran, hingga petani sasaran.
Pemilik pangkalan LPG di Kelurahan Kaliawi, Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung, Joko Sutiarjo, mengatakan masyarakat yang membeli gas bersubsidi harus menunjukkan KTP. Bahkan, penyaluran gas subsidi bertransformasi menjadi berbasis digital sehingga penjualan lebih teratur untuk warga yang berhak.
“Penyaluran ke masyarakat lebih tepat sasaran. Warga silakan bawa KTP saat membeli LPG 3 kg kalau belum terdata. Bagi yang telah daftar bisa langsung menunjukkan KTP saja,” kata Joko.
Transaksi di pangkalan juga menjadi lebih tertib administrasi karena menggunakan MerchantApps pangkalan Pertamina (MAP). “Saya bisa mengecek riwayat penjualan dan stok tabung,” ujarnya.
Wujudkan Diversifikasi Energi
Sementara itu, Kepala Bidang Energi Dinas ESDM Lampung, Sopian Atiek, mengatakan masyarakat mulai memakai QR code saat membeli pertalite sejak pekan pertama Oktober. Penerapan sistem digital tersebut sementara ini berjalan di sekitar 200 SPBU yang tersebar di 15 kabupaten/kota se-Lampung.
“Ini masih uji coba selama dua bulan dan selanjutnya penerapan secara penuh ke semua masyarakat yang ingin membeli pertalite harus menggunakan QR code,” kata Sopian.
Penerapan digitalisasi itu terus dilakukan secara bertahap dengan mengarahkan pengendara mobil yang belum memiliki barcode segera registrasi melalui aplikasi MyPertamina di ponsel. Selain itu, pihaknya masih terus mendata jumlah konsumen pertalite dan kebutuhan untuk Lampung.
Hal itu sebagai wujud Pemprov Lampung mendukung distribusi dan ketersediaan energi daerah. Bahkan, program tersebut berpotensi meningkatkan penerimaan pendapatan daerah melalui pembayaran pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB).
Terlebih, program tersebut juga untuk mewujudkan diversifikasi energi, efisiensi anggaran pemerintah, dan menghilangkan penyalahgunaan BBM bersubsidi.
“Inovasi teknologi ini untuk memperbaiki sistem, peredaran, hingga kriteria pengguna yang layak dan tidak layak menggunakan bahan bakar bersubsidi sehingga ketahanan energi nasional pun terjaga,” ujar dia.
Senada, Sales Area Manager Retail Lampung, Bima Kusuma Aji, menjelaskan subsidi tepat diterapkan terhadap tiga jenis bahan bakar, yaitu solar, LPG 3 kg, dan pertalite. Program tersebut diawali pada jenis BBM tertentu (JBT) solar pada 2022.
Pelaksanaannya saat ini pun telah 100% dengan sekitar 4 juta kendaraan terdata dan terverifikasi. Penyaluran JBT solar dilakukan dengan kriteria pengguna dan alokasi per pengguna berdasarkan SK BPH Migas No. 4/2022.
Lalu penerapan untuk LPG 3 kg dengan pendaftaran menggunakan KTP sejak 1 Maret 2023. Namun, penerapan secara penuh untuk pembelian gas subsidi wajib memakai kartu identitas baru mulai 1 Juni 2024.
Pencatatan itu dilakukan secara digital menggunakan MAP sebagai sistem aplikasi berbasis website yang mengalihkan pencatatan transaksi di pangkalan dari logbook manual ke logbook digital.
Berdasarkan pendataan Pertamina, terdapat 41,8 juta NIK yang mendaftar subsidi tepat LPG hingga 30 April 2024. Jumlah itu didominasi dari sektor rumah tangga yang mencapai 86% pengguna. Selebihnya 5,8 juta NIK dari usaha mikro, 12,8 ribu NIK petani sasaran, 29,6 ribu NIK nelayan sasaran, dan 70,3 ribu pengecer LPG.
Terakhir, subsidi tepat pertalite yang baru dimulai pada 1 Oktober 2024. BBM yang baru meluncur pada 2015 itu awalnya jenis BBM umum (JBU) bersama Pertamax dan Pertamina Dex, yang tidak disubsidi.
Namun, akhirnya berubah menjadi jenis BBM khusus penugasan (JBKP) berdasarkan SK Menteri ESDM Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022.
Walau begitu, produk subsidi tersebut lebih ramah lingkungan daripada premium karena memiliki nilai oktan (RON) 90 sehingga penggunanya terus meningkat. Untuk itu, Pertamina mendorong masyarakat segera mendaftarkan kendaraannya agar tercatat sebagai pengguna pertalite.
“Ini masih uji coba agar jika ada kekurangan dan kelemahan bisa dievaluasi dulu sebelum diterapkan secara penuh. Tapi, saya rasa masyarakat sudah familiar dengan sistem ini karena sudah diawali solar dan LPG,” kata Bima.
Perusahaan juga bisa mendapatkan QR code secara kolektif hingga maksimal 50 kendaraan. Syaratnya menggunakan NPWP dan STNK atas nama perusahaan.
Selain itu, setiap registrasi juga harus memasukkan data kendaraan dengan benar. Sebab, proses pencocokan data terintegrasi dengan sistem di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri sejak pertengahan 2024.
“Ini yang membuat adanya pengguna solar terblokir karena datanya, seperti nomor polisi dan nomor rangka tidak sesuai dengan Korlantas,” ujarnya.
Untuk itu, pengguna pertalite juga otomatis terintegrasi sehingga data yang masuk harus sesuai karena langsung terfilter dengan sistem Korlantas.
“Kalau sebelumnya data yang masuk langsung verifikasi dan keluar QR. Tapi, setelah terkoneksi dengan Korlantas, kalau ada data yang tidak sesuai langsung terblokir. Sehingga, untuk penerapan subsidi tepat pertalite ini lebih maju,” kata dia.
Menurut dia, penerapan program tersebut akan berimbas positif terhadap konsumen yang terdaftar. Mulai dari kepastian mendapat pertalite hingga membuat waktu antrean menjadi lebih pendek. Sebab, kendaraan yang tidak masuk kriteria penerima BBM subsidi tersebut akan tereliminasi.
Hal itu turut tergambar dalam suasana di SPBU dengan situasi antrean yang menjadi lebih kondusif. “Sehingga, petugas SPBU lebih mudah dalam pelayanan kepada masyarakat karena tidak perlu menentukan konsumen berhak dan tidak,” ujar dia.
Sementara bagi pemerintah akan terdapat peningkatan pendapatan daerah dari PBBKB karena meningkatnya penjualan BBM nonsubsidi. Berkurangnya pembeli yang tidak berhak turut membantu mengatur penyaluran kuota BBM subsidi yang terbatas ke masyarakat sehingga bisa mengurangi beban anggaran negara.
Pasalnya, beban anggaran untuk kompensasi pertalite pada 2023 mencapai Rp54 triliun dari realisasi penyaluran 30,03 juta kiloliter. Untuk itu, dia mengimbau masyarakat menggunakan BBM sesuai spesifikasi kendaraan dan melakukan registrasi subsidi tepat bagi kendaraan yang berhak menggunakan pertalite.
“Pemda juga diharapkan dapat menyosialisasikan dan mengedukasi masyarakat terkait pelaksanaan program subsidi tepat,” katanya.
Strategi Kedaulatan Energi
Area Manager Communication, Relation & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel, Tjahyo Nikho Indrawan, mengatakan subsidi tepat dari jenis gasolin tersebut baru diterapkan untuk mobil. Untuk itu, sementara ini seluruh jenis motor belum diwajibkan.
Selain itu, belum ada aturan yang merinci kriteria kendaraan yang berhak dan tidak boleh menggunakan pertalite. Namun, tipe kendaraan itu masih dalam pembahasan pemerintah, baik berdasarkan tahun pembuatan, CC, maupun sumbu roda.
“Semua itu masih dalam pertimbangan karena pertalite ini penggunanya jauh lebih banyak daripada solar. Sehingga, dampak dari kebijakan ini ke masyarakat juga lebih luas,” kata Nikho.
Dia mengaku penyaluran pertalite menggunakan barcode di Lampung meningkat tiga kali lipat sejak subsidi tepat diterapkan. Tercatat terdapat 92.197 kendaraan di Lampung yang terverifikasi dalam program tersebut. Jumlah itu melonjak dari dua bulan sebelumnya yang baru delapan persen menjadi 24 persen dari total transaksi.
Namun, jumlah tersebut masih terbilang rendah dibanding provinsi lainnya di wilayah Sumatra bagian selatan (Sumbagsel), seperti Bangka Belitung yang mencapai 99 persen, Bengkulu 90 persen, serta Jambi dan Sumatra Selatan sekitar 30 persen. Sementara, secara nasional terdapat 5,5 juta kendaraan yang terverifikasi QR code pertalite hingga Oktober 2024.
“Memang di Lampung sedikit sulit. Bisa jadi karena daerah perlintasan sehingga banyak masuk kendaraan luar provinsi yang belum daftar. Kalau ke depan semua menerapkan pasti persentasenya akan naik dan lebih teratur lagi,” kata dia.
Dia juga menegaskan program tersebut bukan pembatasan, melainkan pendataan yang diharapkan dapat membantu pemerintah mengetahui pengguna yang layak dalam BBM subsidi. Terlebih, penerapannya juga untuk meminimalisasi indikasi kecurangan atau penyalahgunaan BBM subsidi pada pihak-pihak tertentu.
“Untuk itu, masyarakat harus segera mendaftarkan kendaraannya agar memiliki QR code,” kata dia.
Sementara itu, Akademisi Rekayasa Minyak dan Gas Institut Teknologi Sumatra (Itera), Dwi Miftha Kurnia, menilai program subsidi tepat dapat berdampak terhadap keberlanjutan energi. Sebab, adanya efisiensi anggaran negara mendorong pemerintah berfokus ke dalam inovasi teknologi hemat energi dan pengembangan infrastruktur energi terbarukan.
“Subsidi tepat BBM dan gas mendukung strategi jangka panjang kedaulatan energi dan transisi energi berkelanjutan. Sehingga, masyarakat juga bisa lebih sejahtera karena kelompok paling rentan dapat terus mengakses BBM dengan harga terjangkau,” kata Dwi.
Namun, pelaksanaannya perlu diperkuat dengan kebijakan yang transparan dan penguatan regulasi distribusi BBM. “Termasuk juga memperketat pengawasan di lapangan,” kata dia.