Bandar Lampung (Lampost.co) — Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK, Rasio Ridho Sani mengatakan kebijakan Gubernur Lampung yang memfasilitasi/mengizinkan panen tebu dengan cara membakar harus dicabut. Kebijakan ini telah menguntungkan perusahaan secara finansial dengan mengorbankan lingkungan, masyarakat, dan merugikan negara. Selain itu bertentangan dengan Undang-Undang.
Hal itu merespon keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan uji materi dari Pengawas Lingkungan Hidup KLHK atas Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu, sebagaimana diubah dengan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023 yang memfasilitasi atau mengizinkan panen tebu dengan cara dibakar.
Dalam putusannya, MA menyatakan Pergub Lampung bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi berupa Undang-Undang dan Peraturan Menteri yang secara jelas melarang pembukaan dan/atau mengolah lahan dengan cara dibakar. Putusan MA juga memerintahkan pencabutan Pergub Lampung dan menghukum termohon untuk membayar biaya perkara.
Baca Juga:
Pergub Panen Tebu Akhirnya Dicabut Usai Bakar 20 Ribu Hektare Perkebunan
“Kami menghitung total kerugian lingkungan hidup guna menyiapkan langkah hukum lebih lanjut,” katanya dalam siaran pers KLHK beberapa waktu lalu.
Rasio Sani juga menyampaikan apresiasi kepada Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim Agung Dr. H. Yulius, S.H., MH, dan Hakim Agung Anggota Dr. H. Yosran, S.H., M.Hum, dan H. Is Sudaryono, S.H., MH. yang berpihak kepada lingkungan hidup (In Dubio Pro Natura). Serta kepada kesehatan masyarakat dan agenda perubahan iklim Indonesia.
“Kami juga mengapresiasi para ahli yang telah mendukung penyusunan permohonan uji materiil ini, karena penyusunan materi uji materiil melibatkan berbagai ahli/pakar,” ungkapnya.
Pemantauan Hospot
Sementara itu, Direktur Penanganan Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi (PPSA), Ardyanto Nugroho menjelaskan dugaan awal adanya kebakaran lahan akibat kegiatan pemanenan tebu dengan cara dibakar ini terlihat dalam pemantauan hospot oleh KLHK.
Hasil pemantauan hotspot ini merujuk pada dua perusahaan perkebunan tebu di Lampung.
“Kami mengetahui adanya kegiatan penanaman tebu dengan cara dibakar karena terlihat pada pemantauan hospot yang kami lakukan bahwa ada dua perkebunan tebu di Lampung, antara lain PT.SIL dan PT.ILP yang terindikasi adanya kebakaran hutan, dan yang lainnya masih kami dalami bersama dengan tim dan ahli,” katanya.
Hasil pengawasan pada 2021, berdasarkan perhitungan awal luas lahan yang dibakar di PT. SIL dan ILP mencapai 5.469,38 Ha. Sedangkan luas lahan yang dibakar pada tahun 2023, berdasarkan perhitungan awal mencapai 14.492,64 Ha.
“Total luas lahan yang dibakar dan seberapa besar kerugian lingkungan hidup sedang kami dalami bersama dengan tim dan ahli,” pungkasnya.