Jakarta (Lampost.co) – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut Presiden Prabowo Subianto saat ini sedang dalam proses merampungkan keputusan presiden (keppres). Regulasi itu mengatur soal tunjangan hari raya (THR) Idul Fitri tahun 2025.
“Nanti beliau yang akan mengumumkan.” kata Sri Mulyani menjawab pertanyaan wartawan saat di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 7 Maret 2025.
Kemudian dalam kesempatan terpisah, 6 Februari 2025. Sri Mulyani memberi sinyal gaji ke-13 dan gaji ke-14 (THR) untuk aparatur sipil negara tetap cair walau sedang penerapan kebijakan efisiensi APBN. Ia menyebut pemerintah telah mengalokasikan dana untuk THR, tetapi saat itu tidak menyebutkan detail besarannya.
Walaupun demikian, saat ditanya besarannya apakah akan 100 persen, Sri Mulyani menjawab: “Segera, Insyaallah”.
Sementara itu, umumnya, pencairan THR berlangsung beberapa hari sebelum hari raya Idul Fitri, perkiraannya jatuh pada 31 Maret 2025. Sementara itu, untuk sektor swasta, pencairan juga biasanya paling lambat 7 hari sebelum lebaran.
Kemudian aturan mengenai THR Indonesia tercantum dalam Pasal 6 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang itu mewajibkan pengusaha atau perusahaan membayarkan kepada seluruh pekerjanya sebagai hak yang harus terpenuhi.
Sejahterakan Pekerja
Selanjutnya, perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban ini terkena sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Langkah itu bertujuan untuk memastikan kesejahteraan pekerja serta mendorong kepatuhan pengusaha terhadap aturan ketenagakerjaan.
Adapun pekerja-pekerja yang berhak menerima THR, yakni ASN, calon pegawai negeri sipil (CASN). pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), prajurit TNI, anggota Polri, dan pejabat negara. Kemudian, para pensiunan, penerima tunjangan PNS juga mendapatkan THR sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selain itu, ada juga karyawan swasta yang bekerja minimal 1 bulan secara terus-menerus berhak menerima THR. Baik yang memiliki perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), maupun pekerja harian lepas.
Pekerja atau buruh swasta dengan masa kerja 12 bulan terus-menerus juga berhak menerima THR sebesar satu bulan upah. Sementara pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan akan menerima THR secara proporsional berdasarkan masa kerja mereka.
Bagi perusahaan yang terlambat atau tidak membayarkan THR dapat kena sanksi berupa denda sebesar 5 persen dari total THR yang harus terbayar. Terhitung sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pembayaran, yaitu H-7 sebelum hari raya keagamaan. Kemudian, perusahaan yang sama sekali tidak membayar THR akan mendapatkan sanksi administratif sebagaimana teratur dalam Pasal 79 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Sanksi administratif itu mencakup teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha. Sampai penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, serta pembekuan kegiatan usaha.