Jakarta (Lampost.co) — Data selalu menjadi fondasi utama dalam menentukan arah pembangunan ekonomi Indonesia. Pemerintah menegaskan komitmen tersebut melalui pelaksanaan Sensus Ekonomi 2026.
Statistisi Ahli Madya BPS Kota Jakarta Pusat, Soependi, menilai SE2026 sebagai momentum strategis nasional. Ia menyebut sensus itu bukan kegiatan statistik biasa.
“SE2026 menjadi titik balik untuk membaca ulang struktur ekonomi Indonesia secara lebih aktual dan komprehensif,” ujar Soependi.
Ia menjelaskan hasil listing Sensus Ekonomi 2016 mencatat sekitar 26,7 juta usaha di Indonesia. Mayoritas usaha tersebut berasal dari skala mikro dan kecil. “UMK menyumbang 98,33 persen dari total usaha nasional. itu bukti kuat perannya dalam ekonomi,” kata dia.
Sektor perdagangan besar dan eceran mendominasi dengan lebih dari 12,3 juta usaha. Sektor akomodasi dan makanan minuman menyusul dengan 4,5 juta usaha.
Industri pengolahan mencatat 4,4 juta usaha. Pengangkutan dan pergudangan mencapai 1,3 juta usaha. Jasa lainnya menembus 1,2 juta usaha.
Data SE2016 menjadi rujukan penting sebelum pandemi covid-19. Sensus Ekonomi 2026 akan mengukur ketahanan usaha pasca krisis global. “SE2026 akan menunjukkan daya saing riil usaha nasional setelah pandemi,” ujarnya.
BPS mengusung metode modern melalui pendekatan multimoda. Pendekatan itu menggabungkan CAPI dan CAWI dalam pengumpulan data. “Teknologi mempercepat proses, menekan kesalahan, dan meningkatkan akurasi data,” ujar dia.
Metode CAWI memungkinkan pelaku usaha mengisi kuesioner secara mandiri melalui website. Cara itu relevan dengan budaya digital saat ini.
Transformasi digital menjadi denyut utama ekonomi nasional. SE2026 harus mampu menangkap perubahan tersebut. “Ekonomi digital dan UMKM berbasis teknologi perlu tercatat secara utuh,” katanya.
Kebijakan Ekonomi Kreatif dan Digital
Data sensus akan membantu pemerintah menyusun kebijakan ekonomi kreatif dan digital. Pemerintah bisa bergerak lebih presisi dan futuristik. SE2026 juga mengintegrasikan data UMKM dan perusahaan besar.
Sistem itu menggunakan KBLI terbaru dan OSS. “Integrasi data membuat kebijakan lebih transparan dan akuntabel,” ujar Soependi.
Wilayah tertinggal seperti Papua dan Nusa Tenggara mendapat perhatian khusus. Data sensus membantu memetakan potensi dan tantangan wilayah. “Kebijakan berbasis data mencegah ketimpangan antar daerah,” kata Soependi.
Ia mengakui tantangan literasi digital masih besar. BPS juga menyiapkan strategi edukasi dan pendampingan lapangan. “Kolaborasi lintas kementerian menjadi kunci sukses SE2026,” tegasnya.
Dia menegaskan hasil sensus akan menentukan arah kebijakan nasional. Pemerintah dapat mengembangkan pusat ekonomi baru dan startup digital. SE2026 juga membuka ruang riset dan inovasi berbasis data. Akademisi dan pelaku usaha dapat memanfaatkan hasilnya. “Kami butuh sinergi semua pihak agar data mencerminkan kondisi nyata,” kata dia.








