Bandar Lampung (Lampost.co) — Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dinilai perlu dikaji ulang. Pasalnya, kebijakan tersebut rawan praktik korupsi.
Pengamat Kebijakan Publik Unila, Syarief Makhya, mengatakan Tapera menjadi sarana masyarakat ekonomi bawah untuk mendapat rumah layak.
Kebijakan itu masuk kategori yang fasilitatif karena pemerintah membantu masyarakat melalui kredit kepemilikan rumah (KPR). “Namun, upaya ini perlu ada pengkajian lagi agar semua peserta merasakan manfaatnya secara adil,” ujar Syarief, Minggu, 2 Juni 2024.
BACA JUGA: FPSBI Lampung Sebut Tapera Program yang Merugikan Pekerja
Menurut dia, Tapera berasal dari dana publik yang harus ada pertanggungjawabannya dengan pengelolaan yang baik guna mencegah terjadinya peluang korupsi. Di antaranya pengelolaan yang bijak dan transparan.
“Harus ada prosedur yang mudah untuk mengakses informasi fasilitas rumah yang tersedia,” ujar dia.
Kelompok sasaran dari kebijakan itu juga harus masyarakat yang betul-betul belum memiliki rumah. Sehingga, tidak berlaku bagi ASN yang sudah memiliki rumah. Hal itu jika ingin tercapainya asas pemerataan. “Modus ini sering terjadi karena harga rumah dan tanah naik setiap tahun,” ujar dia.
Hal lain yang harus menjadi catatan juga jangan sampai ada penggolongan yang berpotensi memberatkan masyarakat. Sehingga, Tapera menjadi program yang solutif bagi masalah pemerataan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.
“Jangan sampai Tapera ini memberatkan khususnya bagi golongan 1 dan 2 karena mungkin mereka juga banyak potongan gaji untuk kepentingan lain,” kata dia.