PENYEGARAN dan Pelatihan Ahli Pers yang digelar Dewan Pers batch2 di Tangerang, 19—21 Agustus 2021, berbeda dengan acara sebelumnya. Inilah yang membuat calon ahli pers sport jantung. Mengapa? Jika belum divaksin dan menjalani tes PCR, tidak bisa ikut pelatihan. Itu syarat utamanya.
Ada rasa deg-degan karena memang tes PCR (polymerase chain reaction) lebih akurat dibanding tes swab antigen. Apalagi tes ini menjadi salah satu syarat penting bepergian dengan menumpang pesawat terbang. PCR ini memakai metode pemeriksaan SARS Co-2 untuk mendeteksi DNA virus, sehingga sampelnya harus dibawa ke laboratorium.
Ada beberapa calon peserta ahli pers terpaksa menyerah karena terpapar Covid-19 setelah hasil PCR dinyatakan positif. Tes ini mengambil sampel dari dua lubang hidung dan tenggorokan. Juga menunggu hasilnya cukup lama dibanding test swab antigen.
Bagi Dewan Pers, pelatihan ini harus terlaksana karena menjadi agenda penting. Pesertanya harus sehat. Pelatihan itu juga menjawab kegalauan publik yang menilai bahwa berita wartawan terkadang melanggar UU No 40/1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Makanya temu ahli pers harus terlaksana kendati negeri ini masih dalam suasana pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Tadinya akan digelar di Kota Batam, Kepulauan Riau, karena pandemi tidak baik-baiknya di luar Jawa dan Bali, dialihkan di Serpong, Banten.
Sebelum acara pelatihan dilaksanakan, sekretariat Dewan Pers membekali peserta dengan surat undangan resmi yang diteken Ketua Dewan Pers, Prof Muhammad Nuh. Karena dalam kondisi pandemi, peserta diminta membawa surat tugas dari organisasi masing-masing untuk memperkuat administrasi perjalanan baik melalui darat, laut, maupun udara.
Sejak awal diingatkan panitia, syarat perjalanan udara, peserta harus menyiapkan sertifikat vaksin, serta tes PCR langsung diurus peserta. Ribet memang. Tapi semua ini untuk menjaga kesehatan peserta. Peraturan harus dihormati. Jika tidak, semua peserta akan terpapar Covid-19.
Biaya PCR beragam pula harganya. Tidak ada yang bisa mematok harga tertinggi atau terendah. Semua atas kehendak pemilik klinik dan rumah sakit. Semua mencari kesempatan berbisnis di tengah pandemi. Bahkan, biaya tes PCR di Indonesia lebih mahal dari India. Sebelum dipatok pemerintah, barulah harganya diturunkan.
Padahal pada 16 Agustus 2021, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengumumkan tarif PCR turun menjadi Rp495 ribu untuk Pulau Jawa dan Bali. Dan di luar Jawa dan Bali sebesar Rp525 ribu. Begitupun tes swab antigen. Jika harganya tetap mahal, kapan pandemi ini akan berakhir. Alat tes ini untuk memetakan penyebaran Covid-19.
Sejak awal dibisniskan. Bahkan, sejak awal pula alat tes antigen didaur ulang. Praktik biadab itu terungkap di Bandara Internasional Kualanamu, Sumut. Di tengah darurat kesehatan–masih ada saja orang yang coba-coba memperkaya diri sendiri dan kelompok. Mereka pantas dihukum berat!
Semua ingin sehat. Termasuk calon ahli pers Dewan Pers yang dilatih di hotel berbintang di Bumi Serpong. Peserta menerapkan protokol kesehatan superketat. Kamar tidur saja untuk menginap hanya satu orang, termasuk sarapan, makan siang, serta makan malam pun diantar ke room masing-masing. Selama pelatihan memakai masker dan menjaga jarak.
Beruntung juga, peserta dikasih gratis jaket oleh panitia untuk menghela dinginnya ruangan pelatihan. Meski tiga hari dan dua malam bertemu di tempat yang sama, tidak semua peserta dan narasumber bisa terlihat wajah asli. Semua tertutup masker. Kecuali menggunakan fasilitas Zoom, bisa terlihat raut mukanya. Bahkan, ada yang memakai masker dua lapis.
***
Ragam macam persyaratan dari PPKM semata-mata untuk memutus rantai penyebaran virus corona. Karena ingin menghasilkan terbaik, sebelum keberangkatan, peserta harus mengantongi surat undangan resmi Dewan Pers. Juga kartu vaksin serta hasil tes PCR dinyatakan positif.
Tidak hanya naik pesawat menunjukkan kartu vaksin 1 dan 2, juga masuk pasar modern pun harus mengantongi sertifikat vaksin. Kini, vaksin diburu rakyat. Bahkan sejumlah tempat, kewalahan melayani vaksinasi. Saat awal pertama, vaksin disuntikkan, tidak ada yang mau dengan alasan sakit juga berbagai penolakan. Hari ini sudah sangat beda sekali. Diburu!
Setelah PCR dibisniskan, kini vaksin menjadi barang langka. Masih tebang pilih karena vaksin belum bisa diproduksi sendiri. Semua harus impor dan menunggu giliran. Realisasi vaksin untuk Lampung saja masih rendah jika dibandingkan dengan Papua apalagi Jawa. Padahal Lampung ini daerah penyanggah Jakarta. Saatnya tidak lagi tergantung dengan luar negeri.
Intinya vaksinasi membentuk kekebalan komunal, sehingga perekonomian pulih bukan bertambah terpuruk. Sangat penting menghentikan pandemi. Tapi suara nyaring datang dari pakar epidemiologi Universitas Griffith Australia. Dicky Budiman mengingatkan puncak corona varian delta belum terlewati, tetapi akan muncul varian baru dari Indonesia.
Ada apa ini? Pakar itu berpendapat, karena ada 50 ribu kasus setiap hari yang tidak berhasil terdeteksi karena jumlah tes Covid-19 terbatas. Meski kasus menurun, angka kematian di Indonesia meningkat 4,14% selama PPKM. Bahkan, jumlah orang yang dites Covid-19 jauh lebih rendah dari sebelumnya. Ingat! Memasifkan lagi 3T, 5M, dan vaksinasi.
Bahkan, seorang profesor imunologi juga memperingatkan kemungkinan munculnya varian baru pada 2022 yang disebutnya “Covid-22”. Jenisnya lebih bahaya dibanding varian delta yang saat ini menyerang seisi dunia. Profesor Sai Reddy mengkhawatirkan varian baru sangat berbahaya karena membentuk kombinasi lebih kuat. Kapankah pandemi ini berakhir!
Pandemi ini juga berdampak pada ribuan anak menjadi yatim piatu karena kehilangan orang tua. Data Kementerian Sosial per 20 Juli 2021 tercatat 11.045 anak menjadi yatim piatu. Empat juta dari mereka terinfeksi corona. Bahkan, 350 ribu anak terpapar, dan 777 meninggal dunia akibat Covid-19.
Sesama umat muslim, ada kewajiban mengasuh anak yatim. Selain itu, dilarang menghina dan memperlakukannya semena-mena. Anak yatim yang hidup miskin dan tidak memiliki harta warisan orang tua, perlu diberikan bantuan dan makanan, serta mendapatkan kelayakan hidup.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan secara gamblang tentang memberikan perhatian serta perlindungan anak yatim. Mereka mendapatkan balasan yang baik dari Allah, juga menerima sanksi bagi yang berbuat buruk terhadap anak yatim. Anak-anak bangsa yang kehilangan orang tua harus dimuliakan!
Saatnya membangun kepedulian anak yatim, korban keganasan pandemi. Kehilangan kedua orang tua merupakan beban yang amat berat baik secara fisik maupun psikologis. Peduli anak yatim berarti ikut pula menyelamatkan masa depan bangsa. Jangan contoh mereka yang menjadi kapal keruk cari untung di tengah wabah, seperti berbisnis tes PCR dan tes swab antigen tadi. ***