WABAH Covid-19 benar-benar memperpurukkan kehidupan manusia. Virus corona yang datang dari Kota Wuhan, Tiongkok itu tidak hanya berdampak buruk kepada kesehatan, juga berimplikasi serius pada hajat hidup anak bangsa. Pandemi ini sudah mengancam penghasilan rakyat di negeri ini.
Virus corona sudah menusuk sumsum tulang berbagai aktivitas ekonomi global. Saat ini, Covid-19 sudah beranak pinak lebih di 100 negara. Banyak kegiatan ekonomi, industri, dan ritel terhenti mendadak. Perusahaan besar mengurangi kegiatan bisnis secara signifikan. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di mana-mana.
Selama sepekan terakhir ini, masyarakat yang langsung terpapar wabah Covid-19 antara lain warga yang hidupnya pas-pasan. Manusia gerobak – pemulung bertebaran di sudut kota jalan protokol Kota Bandar Lampung. Menyusuri lorong, jalan hanya mencari barang rongsokan untuk sesuap nasi.
Belakangan, mereka tidak lagi memungut barang bekas, tapi beralih profesi menjadi pengemis di perempatan lampu lalu lintas berharap uluran tangan dermawan dan bantuan sembako. Terkadang kalau lagi rezeki, pemulung dalam paket sembako berisi lima kilogram beras, seliter minyak goreng, gula, serta biskuit yang amat membantu kehidupan manusia gerobak.
Pengakuan pemulung, memungut barang-barang bekas untuk mencarikan nafkah keluarganya. Pemulung bernama Nur mengatakan dia bersama dua anaknya mencari barang rongsokan untuk dijual. “Kalau lagi bernasib baik, ada juga memberi sembako dan nasi kotak,” kata perempuan setengah baya sambil mengasuh anaknya di kawasan Way Halim.
Maraknya pengemis, pemulung, dan manusia gerobak di Kota Seribu Tapis ini banyak dilatarbelakangi ekonomi. Sejak pandemi Covid-19, keluarganya korban akibat PHK. Untuk memenuhi kehidupan hari-hari harus membantu suami dengan mencari barang rongsokan. Terkadang harus meminta-minta di lampu merah.
Untuk mengurangi angka pemulung akibat pandemi itu, razia gabungan Satuan Polisi Pamong Praja (Pol-PP) bersama Polri/TNI digelar. Hasilnya sangat signifikan. Manusia gerobak di kawasan Bandar Lampung kembali bersih. Mereka datang dari luar Kota Bandar Lampung. Razia dilakukan itu untuk menekan jumlah pemulung di Lampung.
Patut direnungkan jumlah pemulung di Lampung ini bertengger di ranking keenam terbanyak se-Indonesia. Peringkat pertama ditempati Jawa Timur dengan jumlah pemulung 44.890 orang dan rumah tangga 31.919 KK. Lalu disusul Jawa Tengah, perorangan 27.007 dan rumah tangga 18.310 KK.
Kemudian Jawa Barat (minus Bodebek) sebanyak 23.207 orang, 18.021 KK. Jabodebatek sebanyak 17.360 orang, 13.211 KK. Sumatera Utara sebanyak 8.151 orang dan 5.323 KK. Kemudian di urutan keenam adalah Lampung dengan jumlah pemulung 5.118 orang dan 3.784 KK.
Sejalan dengan survei yang dilakukan Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) baru-baru ini. Lembaga survei ini merilis sebanyak 77% warga mengakui pendapatan warga benar-benar terancam akibat Covid-19. Survei itu menunjukkan 67% rakyat Indonesia menyatakan kondisi ekonominya makin memburuk.
***
Dari angka 77% tadi, sekitar 25% warga atau 50 juta warga dewasa menyatakan sudah tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan pokok tanpa pinjaman. “Dan sekitar 15% warga menyatakan tabungan yang dimiliki hanya cukup untuk beberapa minggu, sedangkan 15% lainnya menyatakan tabungan yang dimiliki hanya cukup untuk satu minggu,” ujar Direktur Eksekutif SMRC, Sirojuddin Abbas di Jakarta, belum lama ini.
Pascamemburuknya pandemi, virus corona ini benar-benar memiskinkan rakyat. Sebagian besar rakyat Indonesia yakni 67% menyatakan kondisi ekonomi kian memburuk. Sedangkan 24% tidak ada perubahan, dan menyatakan lebih baik hanya 5%. Warga yang paling merasakan dampak paling tinggi berada di Jawa Tengah (75%), Sulawesi Selatan (73%), dan Jakarta (71%).
Apa yang harus dilakukan di tengah pandemi ini, rakyat tidak lapar, angka kriminilitas tidak naik tajam? Perlunya menjaga konsumsi rumah tangga miskin melalui berbagai program seperti bantuan Langsung Tunai, Kartu Sembako, dan Kartu Prakerja. Untuk meringankan beban rakyat, perlu pengawalan bantuan sosial jangka menengah dan panjang.
Dipastikan, tidak ada yang tahu kapan pandemi Covid-19 yang memiskinkan rakyat ini berakhir! Bantuan sosial baik berupa dana ataupun sembako harus dikontrol ketat. Tidak tumpang tindih. Kabupaten atau kota membantu rakyat, provinsi juga turut menyalurkan, bahkan Pemerintah Pusat juga ikut membantu dengan orang sama. Ini perlu pengawasan.
Maka itu, negara harus hadir dalam setiap kesulitan hidup rakyatnya akibat pandemi Covid-19. Ingat! Kehadiran negara tidak hanya dalam bentuk politik anggaran. Tetapi memastikan penyaluran bantuan sosial (bansos), Kartu Prakerja, Kartu Sembako, dan Bantuan Langsung Tunai itu tepat waktu dan tepat sasaran, serta terkendali!
Keberpihakan negara kepada rakyat terpapar virus corona ini dari sisi politik anggaran antara lain melakukan refocusing dan relokasi APBN. Negeri ini mengalokasikan dana Rp405,1 triliun untuk menanggulangi dampak ekonomi sebesar 27% atau Rp110 triliun digunakan untuk bansos.
Di daerah pun bergerak. Gubernur, bupati, dan wali kota juga melakukan refocusing dan relokasi APBD. Tercatat, per 16 April lalu, terkumpul dana daerah Rp56,57 triliun. Sebanyak 31% atau Rp17,5 triliun dialokasikan untuk belanja hibah/bansos mengatasi Covid-19 hingga pelosok daerah.
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah mengamanatkan dalam Pasal 34 Ayat (1) bahwa fakir miskin dan anak telantar dipelihara oleh negara. Pandemi Covid-19 merupakan bencana nasional. Semua elemen bangsa harus ikut bergotong royong, bahu-membahu menanggulangi dampaknya yang sudah berbulan ini.
Di kalangan anak-anak bangsa, muncul pahlawan sosial yang mengulurkan tangannya untuk saudara yang terpapar. Pastikan lagi, negara harus hadir memberikan bantuan untuk rakyat miskin akibat pandemi Covid-19. Satu orang saja yang tidak bisa makan,dan meninggal dunia akibat kelaparan, akan mencoreng negara yang berdaulat pangan dan kaya akan sumber daya alam. ***