TEKNOLOGI keuangan atau disebut financial technology (fintech) merupakan istilah yang mengacu pada perangkat lunak, aplikasi smartphone, dan teknologi lain yang dikembangkan untuk meningkatkan dan mengotomatisasi bentuk keuangan tradisional bagi konsumen dan bisnis. Pada awalnya dalam pembayaran harus bertatap muka dan membawa sejumlah uang kas, kini dapat melakukan transaksi jarak jauh dengan melakukan pembayaran yang dapat dilakukan dalam hitungan detik saja (Bank Indonesia, 2018).
Istilah fintech pun ini muncul dalam membantu konsumen atau lembaga keuangan memberikan layanan keuangan dengan cara yang lebih baru dan lebih cepat daripada yang tersedia secara tradisional. Dengan perkembangan teknologi digital yang sangat cepat, menyebabkan perkembangan fintech pun meningkat secara signifikan. Hal itu ditandai dengan banyak aplikasi fintech yang bermunculan, yaitu P2P lending, cryptocurrency, blockchain, dan crowdfunding yang merupakan pendamping dari fintech yang sudah ada dan kita kenal sebelumnya, seperti mobile banking, mobile payment, dan kartu kredit.
Perkembangan fintech di Indonesia tidak terlepas dari perilaku masyarakat Indonesia yang sangat update di dunia maya karena salah satu konsumen internet terbesar di dunia adalah Indonesia (Safarinda dkk, Finteh Syariah). Platform fintech secara umum mulai berkembang pesat dari tahun 2015 hingga sekarang yang sebagian besar masih berasaskan sistem konvensional.
Munculnya fintech syariah dan perkembangannya di Indonesia didorong oleh meningkatnya permintaan akan layanan keuangan yang nyaman dan sesuai syariah di kalangan konsumen muslim. Dengan munculnya platform pembayaran digital yang mematuhi prinsip-prinsip keuangan syariah, fintech syariah telah berhasil memasuki pasar yang sebelumnya kurang terkenal.
Seiring dengan industri yang terus berinovasi dan berkembang, kemajuan fintech syariah ini tidak hanya memenuhi kebutuhan konsumen muslim, tetapi juga mempromosikan inklusi dan literasi keuangan di Indonesia. Beberapa jenis fintech yang telah diatur kesyariahannya adalah jenis peer to peer lending (pinjaman berbasis teknologi), uang elektronik (e-money), dan gerbang pembayaran (payment gateway).
Fintech syariah adalah bisnis berbasis teknologi dengan layanan keuangan inovatif atau produk yang menggunakan skema syariah yang mencakup beberapa aspek, seperti pembiayaan syariah, fintech syariah menawarkan pembiayaan dengan akad mudarabah atau musyarakah (kerja sama bagi hasil), yang sesuai dengan prinsip syariah; Layanan keuangan digital, fintech syariah mencakup layanan seperti pembayaran (payment), peminjaman (lending), perencanaan keuangan (personal finance), dan investasi ritel; Penggunaan teknologi, fintech syariah menggunakan teknologi untuk memberikan kemudahan dalam layanan keuangan dan bertransaksi, seperti pengujian dan pembayaran secara digital. Beberapa jenis fintech yang telah diatur kesyariahannya adalah jenis peer to peer lending.
Fintech syariah di Indonesia memiliki payung hukum, yaitu berlandaskan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Aturan ini juga berlaku untuk fintech konvensional maupun syariah. Namun, ada peraturan tambahan untuk fintech syariah, yaitu harus mengacu kepada Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Nomor 117/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah. Perbedaan antara fintech konvensional dan syariah terletak pada prinsip dasarnya. Fintech konvensional menggunakan sistem bunga, sedangkan fintech syariah menggunakan sistem sesuai prinsip syariah.
Perkembangan fintech syariah saat ini disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) Ronald Yusuf Wijaya, bahwa Indonesia berhasil mempertahankan peringkat ketiga sebagai negara dengan fintech syariah terbaik di dunia. Hal ini didasarkan pada laporan Global Islamic FinTech (GIFT) 2023/2024 yang dirilis dan mencatat perolehan skor indeks FinTech syariah Indonesia mencapai 61 poin. Berdasarkan laporan dari GIFT 2023/2024, posisi Indonesia di bawah Malaysia dan Arab Saudi. “Di fintech syariah, Indonesia berada di posisi ketiga dari Malaysia dengan skor indeks 84 poin dan juga dari Arab Saudi dengan skor indeks 71 poin.” (Republika.co.id)
Pertumbuhan ini didorong lebih dari 300 fintech berlisensi yang beroperasi di Indonesia serta dukungan dari berbagai asosiasi seperti Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) dan Otoritas Jasa keuangan (OJK) yang memberikan inovasi dan regulasi yang mendukung perkembangan fintech syariah.
Namun, dalam perkembangan teknologi saat ini, inovasi teknologi menjadi salah satu kunci utama dalam perkembangan fintech syariah, seperti adanya blockchain dan smart contracts. Teknologi blockchain dan smart contracts menjadi prospek fintech syariah yang memungkinkan lembaga keuangan syariah meningkatkan transparansi dan keamanan dalam transaksi. Teknologi ini juga memudahkan para pengguna dalam mengelola keuangan sesuai prinsip syariah, seperti investasi halal dan pembiayaan tanpa riba.
Pentingnya teknologi dalam fintech syariah ini juga memiliki tujuan meningkatkan penghimpunan dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Walaupun fintech syariah mengalami pertumbuhan yang pesat, fintech syariah di Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan. Salah satunya adalah persyaratan perizinan dan modal minimun yang sangat ketat dan menghambat munculnya lebih banyak startup fintech syariah. Sampai dengan 29 Oktober 2024, salah satu fintech syariah dengan jenis fintech lending (pinjaman online) yang terdaftar di OJK hanya tujuh fintech syariah lending, walaupun terdapat banyak startup lain yang sedang berusaha memenuhi persyaratan tersebut.
Kurangnya SDM syariah yang berkompeten di Indonesia atau yang paham produk syariah sekaligus mahir teknologi menjadi kendala utama. Hal ini juga yang menghambat munculnya inovasi fintech syariah (Antonio, 2022). Kesadaran masyarakat yang masih rendah, yaitu masih banyak masyarakat awam yang belum paham konsep dan keunggulan fintech syariah dibanding fintech konvensional. Regulasi fintech syariah di Indonesia dinilai masih belum optimal dalam melindungi kepentingan stakeholders yang terkait.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, maka perlu dilakukan berbagai strategi mulai dari upaya peningkatan literasi, kolaborasi pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan OJK dengan lembaga keuangan syariah yang sudah mapan untuk memperkuat ekosistem fintech syariah hingga advokasi dengan regulator terkait. *