ERA digitalisasi telah membawa banyak perubahan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk di dalam dunia organisasi mahasiswa. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), yang didirikan di Yogyakarta pada 5 Februari 1947 oleh Lafran Pane dan 14 mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (sekarang Universitas Islam Indonesia), tidak terkecuali terkena dampaknya. HMI, sebagai organisasi yang telah berdiri lebih dari tujuh dekade, kini menghadapi tantangan baru dalam menjaga relevansinya di tengah cepatnya perubahan zaman.
HMI bukanlah organisasi yang asing dengan dinamika perubahan. Sebagai organisasi yang mengemban misi keumatan dan kebangsaan, HMI memiliki tanggung jawab untuk terus beradaptasi dengan perkembangan zaman agar tetap menjadi wadah yang efektif bagi pembinaan generasi muda, khususnya kader-kader yang diharapkan mampu menjadi penerus perjuangan bangsa.
Perkaderan menjadi inti dari aktivitas organisasi ini. Dalam Pasal 8 Anggaran Dasar HMI ditegaskan bahwa HMI berfungsi sebagai organisasi kader. Ini menunjukkan bahwa kelangsungan hidup HMI sangat bergantung pada keberhasilan proses kaderisasi.
Namun, di tengah era digitalisasi, tantangan yang dihadapi HMI semakin kompleks. Perkembangan teknologi dan media sosial menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, teknologi menawarkan kemudahan dalam berkomunikasi dan menyebarkan gagasan. Kader HMI seharusnya dapat memanfaatkan media sosial sebagai alat perjuangan, membentuk opini publik, dan menjadi motor penggerak isu-isu nasional. Akan tetapi, realitas yang terjadi justru sebaliknya. Banyak kader HMI yang tampaknya mulai melupakan esensi perjuangan yang seharusnya menjadi inti dari setiap langkah mereka.
Digitalisasi memberikan ruang yang luas bagi kader-kader HMI untuk berdiskusi dan berkolaborasi tanpa harus bertemu secara fisik. Internet dan smartphone memungkinkan penyebaran gagasan dan aspirasi dengan lebih cepat dan efisien. Namun, potensi ini belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh kader-kader HMI saat ini. Banyak kader HMI yang tampaknya lupa akan arti penting perjuangan. Hakikat perjuangan organisatoris yang sejak awal telah dimiliki oleh HMI mulai memudar di kalangan kader.
Ada kecenderungan kader HMI era milenial lebih terfokus pada hal-hal yang bersifat superficial. Mereka cenderung lebih tertarik pada visualisasi dan kemasan, ketimbang pada substansi perjuangan. Perjuangan HMI, yang sejak lama berakar pada tiga latar belakang, yaitu keumatan, kebangsaan, dan kemahasiswaan, kini mulai buram. Hal ini disebabkan oleh semakin dilupakannya tujuan utama HMI yang tertuang dalam Pasal 4 Anggaran Dasar.
Strategi pengaderan di era digitalisasi perlu diperkuat, bukan hanya dalam aspek pembinaan intelektual, melainkan dalam penguatan karakter dan semangat juang kader. Proses regenerasi kader harus terus berlanjut dengan cara yang relevan dengan perkembangan zaman. Monitoring dan evaluasi berkala menjadi kunci untuk memastikan bahwa proses pengaderan berjalan sesuai dengan tujuan organisasi.
Perlu penekanan akan pentingnya pemanfaatan teknologi secara bijak oleh kader-kader HMI. Media sosial dapat digunakan sebagai platform untuk menyebarkan gagasan yang visioner dan menggugah semangat mahasiswa lain. HMI harus mampu menciptakan tren melalui gagasan yang berbobot dan relevan dengan isu-isu nasional. Video kreatif dan konten visual lainnya bisa menjadi alat efektif untuk menarik minat mahasiswa terhadap pentingnya berorganisasi dan berjuang demi kemajuan bangsa.
Ke depan, kader HMI tidak boleh kehilangan identitasnya dalam arus modernisasi. Jadikan organisasi HMI sebagai kerangka objektivitas dan rasionalitas dalam membentuk pola pikir serta aksi. Selanjutnya mengaktualisasikan tujuan HMI dengan iman, ilmu, dan amal yang nyata.
Era digitalisasi memang menuntut perubahan strategi dalam menjalankan misi organisasi. Namun, nilai-nilai dasar perjuangan tidak boleh tergadai oleh kecanggihan teknologi. Kader HMI harus mampu menjawab tantangan ini dengan memperkuat komitmen terhadap nilai-nilai yang telah menjadi fondasi organisasi sejak berdirinya. Di tangan kader-kader inilah masa depan HMI dan bangsa ini dipertaruhkan. *