MERDEKA Belajar Kampus Merdeka (MBKM) menjadi program andalan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Program yang diluncurkan sejak 2020 tersebut memerdekakan mahasiswa untuk mengembangkan potensi dan mempersiapkan diri menghadapi tantangan dunia kerja.
Tidak sebatas menimba ilmu di kelas, MBKM memberikan kesempatan mahasiswa menjalani kegiatan magang bersertifikat, studi independen, Kampus Mengajar, Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA), Pertukaran Mahasiswa Merdeka, membangun desa, hingga proyek kemanusiaan, riset atau penelitian, serta wirausaha. Mengutip pernyataan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, dalam gelaran Vokasifest X Festival Kampus Merdeka, lebih dari seribu perguruan tinggi serta sekitar 1,2 juta mahasiswa dan 5.200 mitra industri telah bergabung ke dalam platform Kampus Merdeka.
Dalam kesempatan ini, penulis mencoba mengulas dua program MBKM dari kacamata mahasiswa, yaitu Pertukaran Mahasiswa Merdeka dan magang bersertifikat. Keduanya memberikan pandangan yang cukup jelas mengenai bagaimana program ini berusaha menjembatani kesenjangan antara pendidikan tinggi dan dunia kerja yang selama ini masih terjadi. Meskipun, dua program MBKM ini juga memiliki catatan untuk disempurnakan agar semakin banyak mahasiswa yang dapat terlibat dan merasakan manfaat.
Pertukaran Mahasiswa Merdeka merupakan salah satu inisiatif menarik dalam rangka memperluas wawasan mahasiswa. Melalui program ini, mahasiswa dapat merasakan pengalaman belajar di perguruan tinggi lain di Indonesia, yang memberikan perspektif baru tentang budaya dan lingkungan akademik yang berbeda. Mahasiswa berkesempatan memperluas jaringan hingga meningkatkan adaptabilitas mereka di lingkungan baru.
Meskipun, dari sisi mekanisme, program Pertukaran Mahasiswa Merdeka masih perlu disempurnakan. Tidak sedikit mahasiswa yang kesulitan menyesuaikan perbedaan kurikulum antarkampus hingga kesusahan memilih mata kuliah yang harus mereka ambil. Hal ini menyebabkan permasalahan penyetaraan satuan kredit semester (SKS) hingga membuat mahasiswa kesulitan dalam memenuhi syarat kelulusan tepat waktu. Untuk itu, penyelarasan yang lebih baik antara kurikulum di berbagai universitas akan membantu mahasiswa mendapatkan kredit yang sesuai, tanpa khawatir akan perbedaan standar pendidikan.
Berbeda dengan program Pertukaran Mahasiswa Merdeka yang memberi kesempatan mahasiswa merasakan atmosfer akademik di kampus lain, program magang bersertifikat secara langsung mengajak mahasiswa akrab dengan dunia kerja. Program ini memungkinkan mahasiswa untuk bekerja di perusahaan atau institusi tertentu selama beberapa bulan dengan harapan mereka mendapatkan keterampilan praktis yang relevan dengan bidang studi mereka.
Melalui program magang bersertifikat, mahasiswa akan mendapatkan gambaran nyata tentang dinamika dunia kerja. Program ini diharapkan meningkatkan daya saing lulusan perguruan tinggi di dunia kerja karena mereka telah mengantongi pengalaman kerja yang diakui oleh perusahaan, tidak sebatas selembar ijazah.
Meskipun demikian, tantangan terbesar magang bersertifikat adalah kesenjangan antara ekspektasi perusahaan dan keterampilan mahasiswa. Mahasiswa terkadang tidak siap secara penuh untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dunia kerja yang terus berubah. Sementara perusahaan belum sepenuhnya memprioritaskan pelatihan yang dibutuhkan.
Untuk itu, diperlukan cara pandang yang selaras antara perguruan tinggi dan perusahaan agar sama-sama dapat mengoptimalkan program magang bersertifikat. Program orientasi perusahaan perlu diberikan perusahaan kepada setiap peserta magang. Sementara kampus memastikan skill mahasiswa sesuai dengan standar kebutuhan industri. Program pelatihan pramagang atau modul pembelajaran khusus dapat diintegrasikan untuk memastikan kesiapan mahasiswa. Dengan keselarasan ini, program magang bersertifikat layaknya sebuah jembatan penghubung lulusan perguruan tinggi dengan dunia kerja.
Dari ulasan dua program MBKM di atas, dampak positif MBKM sebetulnya sudah sangat dirasakan multipihak dalam berbagai aspek, baik perguruan tinggi, pemerintah, dan dunia industri. Dari studi dampak kompetensi yang baru-baru ini dilakukan Kemendikbudristek terhadap mahasiswa menunjukkan bahwa peserta program-program Kampus Merdeka memiliki waktu tunggu kerja tiga bulan lebih singkat, dengan rata-rata gaji 2,2 kali lebih besar dari rata-rata nasional.
Hal tersebut diperkuat dengan naiknya peringkat Indonesia di Global Talent Competitiveness Index dari posisi 89 di tahun 2013—2018, menjadi posisi 75 di tahun 2019—2023, atau naik 14 peringkat. Sebuah capaian yang perlu dijadikan momentum untuk benar-benar mempersiapkan generasi emas Indonesia.
Meski demikian, tantangan dan pekerjaan rumah besar masih menanti keberlanjutan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Transisi pergantian pemerintahan yang kini di depan mata diharapkan tidak mengaburkan keberhasilan-keberhasilan program MBKM, dan fondasi yang sudah dibangun.
Selain keberlanjutan program MBKM, perbaikan dan penyempurnaan program sudah semestinya diprioritaskan. Mulai dari perbaikan mekanisme pelaksanaan, seperti penyederhanaan administrasi hingga penyesuaian kurikulum sangat diperlukan agar lebih banyak mahasiswa yang bisa memanfaatkan program ini tanpa hambatan berarti. Di samping itu, perlu sinergi yang lebih kuat antara dunia pendidikan, khususnya perguruan tinggi dan sektor industri.
Dengan perbaikan yang tepat, program MBKM dipastikan mampu menjadi pilar utama yang kokoh dalam menciptakan sumber daya manusia unggul yang siap bersaing di pasar global. Sebuah modal besar untuk menuju Indonesia emas 2045. *