Kedatangan mahasiswa baru di kampus untuk menuntut ilmu (ngangsu kaweruh) harus disambut layaknya menyambut kedatangan rombongan penganten. Di UIN Raden Intan Lampung sendiri tema yang diusung untuk Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) 2024 adalah Perkokoh generasi muda unggul dan mendunia.
Ada beberapa tujuan inti adanya PBAK ini, di antaranya pertama, mengembangkan pemahaman dan penghayatan peserta terhadap pendidikan di perguruan tinggi. Kedua, mengembangkan kecerdasan spritual, emosional, intelektual, dan sosial. Ketiga, meningkatkan kemampuan beradaptasi terhadap perkembangan global dan nilai-nilai budaya akademik pada PTKIN. Keempat, memupuk semangat solidaritas dan toleransi di antara sivitas akademika. Terakhir, mengembangkan sikap santun bertutur, cerdas berpikir, bijak bersikap dan istikamah menjalankan ajaran agama.
Durasi waktu yang dilakukan kurang lebih tiga hari, terhitung 27—29 Agustus 2024. Sedangkan bentuk kegiatan dilakukan di aula K.H. Ahmad Hanafiah dengan melibatkan unit kegiatan mahasiswa dan ormawa fakultas serta pembicara yang diundang dari Diktis Kementerian Agama RI, Polda Lampung, BNN, dan unit-unit kerja di lingkungan UIN Raden Intan Lampung. Jumlah mahasiswa baru yang mengikuti PBAK terdata di panitia kurang lebih 4.036 mahasiswa yang terbagi ke dalam fakultas dan masing-masing prodi.
Menyongsong kehadiran mahasiswa baru, penulis yang pada tahun ini ditunjuk menjadi koordinator lapangan PBAK mencoba memotret suasana keadaban manusia modern dengan narasi budaya wayang. Ada cerita wayang kulit dengan lakon Astrajingga Ngangsu Kaweruh sangat populer di masyarakat Nusantara. Masyarakat Nusantara meyakini budaya wayang yang diadopsi dari India seperti yang dikisahkan dalam kisah Mahabarata dan Ramayana kemudian dipadu-padankan oleh ajaran Raden Umar Said atau Sunan Kalijaga menjadi sebuah hiburan, tontonan sekaligus tuntunan.
Tuntunan yang membuat manusia berjalan pada arah yang benar, tuntunan keimanan yang berdasarkan ajaran agama yang rahmatan lil alamin, walaupun kita semua tahu bahwa kisah Mahabarata dan Ramayana merupakan kitab sakral agama Hindu di India. Sedangkan tontonannya adalah sebuah pertunjukan yang menjadikan masyarakat terhibur dengan kegiatan tersebut.
Seiring berkembangnya waktu, nilai filosofis dan historis tentang pertunjukan wayang kulit yang awalnya untuk mensyiarkan Islam lambat laun oleh para dalang dijadikan sebagai ajang hiburan, seperti pernikahan dan khitanan. Oleh karena itu, tulisan ini menggunakan pendekatan deskripstif historis bahwa dengan budaya-budaya yang telah ada sejak zaman Walisongo dan dilestarikan karena dengan pendekatan sejarah akan mengetahui bagaimana pentingnya merawat dan menjaga budaya tersebut.
Tumbuh suburnya budaya wayang kulit yang ada di wilayah Luar Jawa, seperti Lampung, tidak lepas juga dari tata letak kotanya yang berada di Selat Sunda, yang memungkinkan budaya pesisir masa lalu akan terus melekat membayang-bayangi peradaban Sai Bumi Ruwa Jurai ini.
Lalu apa saja lakon yang dibawa Sunan Kalijaga dalam mengisahkan cerita-cerita wayang? Pertanyaan ini bisa dijawab apabila kita menonton sampai tuntas pertunjukan wayang yang ada di wilayah Pulau Jawa yang menyebar ke pulau lain, seperti di Lampung, dengan ki dalang yang mempunyai citarasa humor dan kaya nalar budaya yang tinggi. Lakon gubahan Sunan Kalijaga yang sangat populer adalah Jimat Kalimahsyahda. Ada lakon Carangan Dalang misalnya; Bagal Buntung Gugat Sikil, Jaka Intip, Gareng Ngadu Jago, Cungkring Dadi Raja, Semar Lungakaji, Surya Mustika Jati, Pandawa Gupah dan sebagainya.
Lakon Carangan adalah lakon karangan yang keluar dari kisah Mahabarata dan Ramayana, tetapi ada benang merah yang mengambil latar epik dari Negara Astina dan Amarta sebagai penggalan kisah yang ditambahkan tokoh Panakawan Semar sebagai simbol para Walisongo penyebar Islam di Tanah Jawa. Sosok Semar Kudapawana atau Semar Badranaya diyakini masyarakat kecil dimunculkan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga. Sebagai simbol masyarakat jelata yang hidup apa adanya yang oleh Karl Marx disebut kaum proletar atau oleh Ali Syariati disebut kaum mustadafin.
Cerita Astrajingga Ngangsu Kaweruh dimulai dari setting cerita di rumah Semar Kudapawana di daerah Karang Tumaritis, Desa Pecantilan, terdengar ribut-ribut bahwa Astrajingga pergi dari rumah. Selidik punya selidik, ternyata Astrajingga sedang mencari padepokan peguron untuk sabdaguru (menuntut ilmu). Astrajingga bercita-cita jadi orang berpangkat seperti gusti Arjuna sebagai orang yang dianggap berhasil membangun negeri karena mengutamakan pendidikan.
Memang peristiwa penting yang harus disorot dewasa ini adalah tentang maraknya penerimaan mahasiswa baru di berbagai peguron. Seperti peguron Sokalima pimpinan Rektor Dorna Begawan Sokalima, peguron Tebala Suket pimpinan Begawan Wanayasa, peguron Manikloka pimpinan Rektor Resi Manikmaya, dan masih banyak peguron lain yang tak kalah bagusnya di Negara Amarta yang dipimpin Prabu Yudistira tersebut.
Astrajingga yang terlahir dalam lingkungan keluarga miskin serbakekurangan telah membuka mata kita semua bahwa perjuangan hidup itu harus disertai dengan pengorbanan jer besuki mawa bea. Zeitgest benar-benar memberikan persiapan kepada Astrajingga untuk memenuhi panggilan zamannya. Hal tersebut merupakan bukti apa yang telah dilakukan Astrajingga merupakan legitimasi perjuangan rakyat kecil yang ingin mengubah taraf hidupnya menjadi lebih baik.
Nalar kaum pinggirin minimal ada dua arti penting perlunya mengenyam pendidikan dalam konteks pergumulan dunia pendidikan mutakhir. Pertama, pendidikan adalah wujud konkret dari upaya menggiring masyarakat awam ke ruang wahana pembelajaran ilmu pengetahuan berkarakter. Selama 32 tahun, rezim Korawa Astina, dunia pendidikan telah dihegemoni sebagai anak tiri dengan mengurangi anggaran negara ke Departemen Pendidikan, dampaknya nasib Umar Bakri yang selalu dinomorduakan, padahal pendidikan adalah ujung tombak lahirnya generasi penerus bangsa.
Ternyata pengebirian dunia pendidikan itu gagal. Menjamurnya perguron-perguron baru di dunia pendidikan turut menyemarakkan euforia pendidikan pasca-tumbangnya rezim Korawa Astina. Maka, banyak munculnya peguron baru dalam ruang publik adalah suatu keniscayaan yang sulit untuk dihindari. Kedua, pendidikan juga berarti partisipasi publik dalam rangka ikut berperan aktif dalam rangka ikut membantu memecahkan persoalan bangsa.
Orang kecil, seperti Astrajingga, bisa mengenyam dunia pendidikan juga sudah bersyukur. Setidaknya dengan menuntut ilmu (sabdaguru), ada harapan hidupnya dapat berubah ke arah yang lebih baik.
Kewajiban Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi laki-laki dan perempuan, kata-kata gusti Pandawa itu yang selalu ternyiang dalam diri Astrajingga, dilihat dari watak intrinsik maupun realitas di lapangan, dunia pendidikan adalah variabel penting dan harus diintegrasikan ke dalam proyek-proyek pengembangan yang berkelanjutan.
Perlunya rekonstruksi pendidikan untuk memainkan peran yang urgen dalam mengawal bangsa adalah suatu yang mutlak harus dilakukan. Pendidikan terdapat pemberdayaan civil society yang dapat memperkokoh norma-norma karakter berbangsa dalam menstimulasi dan memberikan nilai positif bagi tumbuh kembangnya ilmu pendidikan yang maju berstandar internasional.
Karena sejatinya partisipasi masyarakat arus bawah terhadap pendidikan sangat bergantung pada pengetahuan dan pemahaman akan proses-proses, fungsi, dan peran serta tingkat penghasilan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Verba (1995) yang dilakukan terhadap masyarakat Amerika, menunjukkan warga yang paling banyak terlibat dalam partisipasi politik adalah mereka dari kalangan yang menikmati pendidikan lebih baik (better educated classes).
Ritual perhelatan penerimaan mahasiswa baru di berbagai perguron, yang menghadirkan para siswa dari berbagai daerah yang tujuannya sangat mulia, baiknya harus ditopang dengan penyambutan yang baik pula, layaknya seorang pengantin. Bersyukurlah mereka yang mendapat kesempatan mengenyam pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi, setidaknya bisa menjadi proses menuju tangga kesuksesan.
Untuk itu bagaimana media pendidikan di berbagai kampus dapat berimplikasi positif bagi perkembangan dunia pendidikan dalam kerangka yang lebih luas secara bersamaan dengan pengentaskan problem bangsa.
Selamat datang para mahasiswa baru semoga bisa ngangsu kaweruh sampai bentas. Cinta boleh putus, tetapi kuliah harus sampai lulus, karena jika tidak ada pundak untuk bersandar masih ada pindang seruit Lampung untuk dimakan. Waallahualam. n