KONSEP non-conviction based asset forfeiture (NCBAF) atau perampasan aset in rem atau perampasan aset tanpa pemidanaan diperkenalkan secara resmi melalui United Nations Convention Against Corruption 2003 (UNCAC 2003). NCBAF ini menjadi semakin penting untuk asset recovery ketika pelaku tindak pidana meninggal, telah meninggalkan yurisdiksi, kebal dari penyelidikan atau penuntutan, atau pada dasarnya terlalu kuat untuk dituntut. NCBAF merupakan mekanisme hukum yang memungkinkan aset milik negara yang telah diambil oleh pelaku kejahatan dimungkinkan untuk dirampas kembali.
Perampasan aset in rem merupakan gugatan melawan aset itu sendiri. Pada beberapa yurisdiksi gugatan ini ditulis dengan register: Negara lawan $100.000. Perampasan in rem merupakan tindakan terpisah dari proses pidana apa pun dan memerlukan bukti bahwa aset/properti dimaksud tercemar di mana aset/properti dimaksud merupakan hasil atau alat yang digunakan untuk melakukan kejahatan.
Prinsip yang digunakan dalam konsep perampasan aset in rem adalah hak untuk menguasai aset yang diperoleh dari tindak pidana tidak dimiliki oleh pemegang aset. Fokus perampasan aset ini adalah terkait asal usul aset, bukan terhadap tindak pidana pemegang aset maupun kesalahan yang menempel pada aset tersebut.
Penggunaan mekanisme perampasan ini dapat diperuntukkan dalam hal tersangka atau terdakwa tidak diketahui keberadaannya, melarikan diri, terdakwanya diputus lepas dari segala tuntunan atau sakit permanen bahkan dalam hal meninggal dunia. Selain daripada itu, dapat pula merampas aset dalam konteks perkara pidananya tidak dapat disidangkan maupun yang perkara pidananya telah diputus bersalah oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan ternyata ditemukan aset dari tindak pidana yang belum dirampas.
Pada titik awal, UNCAC memberikan dasar acuan pada Pasal 54 Ayat (1) huruf (c) UNCAC 2003, yang mewajibkan semua negara pihak untuk mempertimbangkan perampasan hasil tindak kejahatan tanpa melalui pemidanaan. Dalam hal ini UNCAC 2003 tidak berfokus pada satu tradisi hukum yang telah berlaku ataupun memberi usulan bahwa perbedaan mendasar dapat menghambat pelaksanaannya. Dengan ini UNCAC 2003 mengusulkan perampasan aset tanpa melalui pemidanaan sebagai alat untuk semua yurisdiksi yang melampaui perbedaan-perbedaan antar sistem.
Dari 187 negara pihak, terdapat 140 negara, termasuk Indonesia, yang telah menandatangani konvensi tersebut. Meskipun Indonesia telah meratifikasi UNCAC 2003 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) yang diundangkan pada tanggal 18 April 2006, tindak lanjut atas pengaturan NCBAF UNCAC 2003 masih sebatas Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA).
Di sisi lain, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) memiliki kewenangan dalam melakukan pengurusan piutang negara. Pengurusan piutang negara ini dilakukan dengan mengacu pada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang Negara (PMK No. 240/PMK.06/2016).
Dalam peraturan tersebut, antara lain diatur mengenai penyitaan harta kekayaan lain-lain. Menurut Pasal 1 angka 20, harta kekayaan lain adalah harta kekayaan milik penanggung utang yang tidak dilakukan pengikatan sebagai jaminan utang, tetapi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan menjadi jaminan penyelesaian utang. Sebagaimana diatur Pasal 88, ruang lingkup pengelolaan harta kekayaan lain meliputi penatausahaan dokumen dan fisik serta pengamanan dokumen dan fisik.
Dalam rangka penatausahaan dilakukan tindakan meliputi penerimaan, pencatatan, penyimpanan, pemeliharaan, dan pengeluaran atau penyerahan dokumen dan fisik harta kekayaan lain. Sedangkan dalam rangka pengamanan dapat dilakukan kegiatan penelitian terhadap keaslian, kebenaran atau jangka waktu berlakunya hak atas dokumen harta kekayaan lain beserta pembebanannya; penelitian lapangan; dan/atau pemblokiran harta kekayaan lain
Dalam melakukan pengurusan piutang negara, DJKN telah menerbitkan banyak regulasi atau aturan perihal instrumen pengurusan agar piutang tersebut lunas, seperti pemblokiran, paksa badan, dan pendayagunaan barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain-lain. Namun, terkadang opsi tersebut masih belum optimal, khususnya piutang negara yang berasal dari eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional, eks PT Perusahaan Pengelola Aset, eks bank dalam likuidasi.
Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat upaya untuk mengembangkan instrumen hukum yang lebih efektif dalam menangani piutang negara yang macet dimaksud. Salah satu solusi yang mulai mendapat perhatian adalah konsep NCB atau perampasan aset tanpa pemidanaan atau perampasan in rem, yang dalam penerapannya tidak memerlukan adanya putusan pidana untuk dapat merampas aset dari pihak yang terkait.
Pada praktiknya, pengurusan piutang negara menjadi salah satu masalah yang kerap dihadapi pemerintah, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan pihak swasta atau BUMN yang mengalami kesulitan membayar kewajiban mereka. Terkadang, piutang tersebut berasal dari hasil tindak pidana, seperti korupsi atau penyalahgunaan dana negara. Proses hukum dalam pengurusan piutang negara sering terhambat oleh panjangnya proses pembuktian dalam ranah pidana dan keengganan pengadilan untuk memutuskan pemidanaan jika tidak ada bukti yang cukup kuat.
Oleh karena itu, mengadopsi konsep NCBAF atau perampasan aset tanpa pemidanaan atau perampasan in rem dalam pengurusan piutang negara merupakan langkah inovatif yang patut dipertimbangkan oleh pemerintah Indonesia. Dengan mekanisme ini, negara memiliki alat yang lebih efektif untuk memulihkan kerugian keuangan akibat tindak pidana tanpa terhambat oleh panjangnya proses pidana. Meskipun masih ada tantangan dalam implementasi, dengan perencanaan yang matang dan regulasi yang jelas, konsep ini dapat berperan signifikan dalam memperbaiki pengelolaan piutang negara serta memerangi kejahatan keuangan di masa depan. *