• LAMPOST.CO
  • METROTV LAMPUNG
  • DESAKU
  • SUMA.ID
Sabtu, Juli 12, 2025
Berlangganan
Konfirmasi
  • Masuk
  • LAPORAN UTAMA
  • EKONOMI
  • KOTA
  • RUWA JURAI
  • PENDIDIKAN
  • LAMBAN PILKADA
  • RAGAM
  • DESA
  • OPINI
  • FOKUS
  • E-PAPER
  • INDEKS
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
  • LAPORAN UTAMA
  • EKONOMI
  • KOTA
  • RUWA JURAI
  • PENDIDIKAN
  • LAMBAN PILKADA
  • RAGAM
  • DESA
  • OPINI
  • FOKUS
  • E-PAPER
  • INDEKS
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
  • Berlangganan
  • E-Paper
  • Indeks
  • Log in
Beranda Kolom

Susahnya Menjadi Profesor di Negeri ini

Buyung Syukron, Dosen IAIN Metro Lampung

wiji Editor wiji
27 Oktober 2024
di dalam Kolom, Opini
A A
Foto: 123RF

Foto: 123RF

Share on FacebookShare on Twitter

Menjadi seorang guru besar menjadi sebuah keniscayaan, harapan, impian, dan prestasi tertinggi bagi seorang akademisi. Betapa tidak, gelar ini mencerminkan tidak hanya keahlian mendalam di bidang tertentu yang dimiliki seorang akademisi (baca: dosen), tetapi juga tanggung jawab besar dalam memajukan ilmu pengetahuan dan mencetak generasi intelektual baru. 

Di Indonesia, proses untuk mencapai jabatan akademik tertinggi tersebut bukan hanya membutuhkan dedikasi akademik yang luar biasa, melainkan juga menghadapi berbagai hambatan yang membuat perjalanan ini jauh lebih sulit dibandingkan di negara-negara lain. Artikel ini akan membahas beberapa tantangan yang dihadapi oleh akademisi Indonesia dalam meraih gelar guru besar, mulai dari birokrasi yang rumit dan panjang, tuntutan publikasi internasional, minimnya dukungan institusi, beban administratif, sampai pada kurangnya penghargaan dan insentif. 

Dengan berbagai tantangan tersebut, tentu saja menjadi sebuah kewajaran jika banyak akademisi merasa “frustrasi” dan menghadapi kesulitan untuk meraih gelar guru besar. Akan tetapi, di tengah berbagai rintangan di atas, harus ada sebuah kebutuhan mendesak yang harus diambil dan ditindaklanjuti oleh pemegang kebijakan. 

BACA JUGA

Dari Jari-Jari Kecil ke Dunia Teknologi

Mengurai Benang Kusut Banjir di Bandar Lampung

Sepak Bola untuk Persatuan

Jitu Menekan Angka Kejahatan

 

Faktor Penghambat Menjadi Profesor

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi akademisi di Indonesia dalam mencapai gelar profesor adalah proses birokrasi yang berbelit. Untuk menjadi guru besar, seorang dosen harus melalui serangkaian proses administrasi yang panjang, mulai dari pengajuan dokumen, persetujuan berbagai pihak, hingga evaluasi oleh kementerian terkait. 

Proses ini sering memakan waktu bertahun-tahun dan menjadi salah satu alasan mengapa banyak akademisi merasa “frustrasi” dalam mengejar gelar ini. Di sinilah, menurut penulis, pentingnya reformasi birokrasi di sektor pendidikan agar mampu memberikan solusi untuk mempercepat dan mempermudah proses pengangkatan guru besar.

Tantangan lain yang tak kalah berat adalah persyaratan publikasi internasional. Untuk menjadi guru besar, seorang dosen harus memiliki sejumlah publikasi di jurnal-jurnal internasional bereputasi, yang terindeks dalam database seperti Scopus atau Web of Science. Persyaratan ini untuk memastikan bahwa akademisi Indonesia berkontribusi pada ilmu pengetahuan global. Namun, pada praktiknya banyak akademisi yang kesulitan memenuhi tuntutan ini karena minimnya akses terhadap sumber daya dan bimbingan untuk menulis di jurnal internasional. 

Salah satu faktor penting dalam perjalanan seorang akademisi menuju gelar guru besar adalah dukungan institusi tempat mereka bekerja. Di Indonesia, terutama di perguruan tinggi-perguruan tinggi kecil atau yang berada di luar Jawa, dukungan untuk pengembangan akademik sering sangat terbatas. Fasilitas laboratorium, akses perpustakaan, hingga dukungan finansial untuk melakukan kegiatan akademik yang berkualitas tidak memadai. 

Prof. Rhenald Kasali, seorang pakar manajemen dan akademisi, menyoroti bahwa banyak perguruan tinggi di Indonesia masih belum memberikan dukungan yang optimal kepada dosen mereka untuk mencapai guru besar. Sarana akademik yang terbatas dan minimnya anggaran membuat banyak dosen kesulitan untuk menghasilkan kualitas akademik yang signifikan. Kita memerlukan strategi nasional yang lebih fokus pada pengembangan pengetahuan akademik dan inovasi di perguruan tinggi yang ada, agar para akademisi memiliki kesempatan yang lebih baik untuk berkontribusi dalam skala yang lebih besar dan lebih nyata.

Hambatan yang lainnya untuk mencapai gelar profesor ini datang dari peran dosen sebagai “petugas” administrasi. Dosen terkadang dihadapkan dengan tugas-tugas yang bersifat administratif. Kondisi faktual ini dicontohkan dengan banyaknya dosen yang harus mengurus birokrasi kampus, menghadiri berbagai rapat, serta terlibat dalam kegiatan administratif lainnya yang notabene menyita waktu dan energi mereka. Kondisi dan realitas ini pada akhirnya mengurangi waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk melakukan kegiatan akademik dan pengembangan karier akademik. 

Menurut penulis, dosen di Indonesia saat ini berada pada posisi di mana mayoritas mereka kerap dibebani dengan berbagai tugas administratif yang tidak berhubungan langsung dengan tugas pokok dan fungsinya sebagaimana layaknya seorang akademisi. 

Faktor lain yang berkontribusi terhadap sulitnya seorang akademisi mencapai guru besar di negeri ini adalah tidak tersedianya penghargaan dan insentif yang memadai. Meskipun gelar ini membawa prestise, banyak akademisi yang merasa bahwa penghargaan finansial atau tunjangan yang mereka terima tidak sebanding, bahkan “nihil”, dengan usaha yang diperlukan untuk mencapai gelar tersebut. 

Ini juga yang menjadi salah satu faktor yang membuat dosen merasa kurang termotivasi untuk mengejar gelar guru besar. Hal ini berbanding terbalik pada negara lain, guru besar mendapatkan pengakuan yang tinggi, baik secara moral maupun finansial. Di Indonesia, penghargaan finansial bagi guru besar masih belum memadai. Jika kita ingin mendorong lebih banyak dosen untuk mencapai level ini, perlu ada peningkatan insentif agar mereka merasa usahanya dihargai.

 

Solusi Mengatasi Sulitnya Menjadi Profesor 

Ada beberapa solusi yang dapat diambil untuk mengatasi berbagai tantangan dan hambatan dalam proses mencapai gelar profesor di Indonesia. Pertama, reformasi di bidang birokrasi sektor pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Reformasi birokrasi dimaksud dapat mencakup penyederhanaan proses pengajuan. 

Pemerintah dan institusi pendidikan harus memiliki good will untuk mereformasi sistem birokrasi yang ada agar lebih efisien dan transparan. Proses pengajuan untuk menjadi profesor dapat dipercepat dengan menggunakan teknologi digital dan sistem penilaian berbasis online untuk meminimalisasi kendala administratif yang berbelit. Penyederhanaan birokrasi juga dapat dilakukan melalui pengurangan tahapan administratif yang dianggap tidak perlu. 

Kedua, dalam konteks internal sebuah perguruan tinggi adalah memberikan dukungan lebih terkait publikasi internasional. Dukungan ini dapat diwujudkan melalui pelatihan penulisan akademik, membangun akses ke jurnal internasional yang lebih luas, dan tidak kalah penting dan sering menjadi penghambat utama pada aspek dukungan ini adalah ketersediaan atau alokasi dana publikasi yang memadai. 

Prof. Sri Edi Swasono, seorang ekonom senior, menekankan kurangnya insentif sebagai faktor lain yang membuat banyak dosen enggan membuat tulisan yang akan dipublikasikan pada jurnal internasional. Mahalnya biaya publikasi, menurutnya, harus diimbangi dengan tersedianya alokasi dana. 

Solusi selanjutnya masih berkaitan dengan peran lembaga adalah pengurangan beban administratif dosen. Tidak dapat dipungkiri posisi menjadi seorang akademisi saat ini masih dihadapkan pada rutinitas yang bersifat administratif. Di satu sisi dosen di Indonesia harus menjalankan Tridharma yang menjadi kewajiban utamanya. Di sisi lainnya, dosen juga harus menangani tugas-tugas administratif yang sangat menyita waktu sehingga mereka terkadang tidak memiliki cukup waktu untuk fokus pada pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. 

Hal berikutnya yang perlu menjadi atensi adalah fokus pada kualitas, bukan kuantitas. Apa maksudnya? Maksudnya adalah walaupun publikasi internasional dianggap syarat penting dan utama, akan tetapi jangan sampai mengabaikan penekanan terhadap pentingnya kualitas publikasi artikel ketimbang sekadar kuantitas artikel yang dihasilkan. 

Menurut penulis, diperlukan langkah evaluasi yang sistimatik terhadap kandidat guru besar bahwa mereka harus lebih fokus pada dampak publikasi yang mereka hasilkan ketimbang jumlah artikel yang dipublikasikan. Harus ada sebuah terobosan nyata berupa rekognisi terhadap publikasi di jurnal-jurnal lokal yang bereputasi baik untuk mendapatkan pengakuan dan penyetaraan, terutama untuk bidang-bidang ilmu yang lebih relevan di tingkat nasional.

Bravo profesor Indonesia dan selamat tinggal sulitnya menjadi profesor di negeri ini. *

Tags: Guru BesarPerguruan Tinggiprofesorpublikasi jurnal
berbagiTweetMengirim
Posting Sebelumnya

Santri dan Revolusi Indonesia di Lampung 

Posting berikutnya

Koran Digital Lampung Post, Edisi Senin, 28 Oktober 2024

wiji

wiji

Posting berikutnya

Koran Digital Lampung Post, Edisi Senin, 28 Oktober 2024

Nelayan Lampung Timur Dapat Pelatihan dan Bantuan Peralatan

Nelayan Lampung Timur Dapat Pelatihan dan Bantuan Peralatan

Tiga Pelaku Pengeroyokan di Perkantoran Pemkab Lamsel Ditangkap

Tiga Pelaku Pengeroyokan di Perkantoran Pemkab Lamsel Ditangkap

Suasana perdagangan bahan pangan di pasar Bandar Lampung. Ilustrasi/Dok Lampost

Inflasi Triwulan III Turun Akibat Harga Makanan Terjaga

JPO Siger Milenial Siap Sambut Tahun Baru

JPO Siger Milenial Siap Sambut Tahun Baru

BERITA TERBARU

  • Koran Digital Lampung Post, Edisi Sabtu, 12 Juli 2025 12 Juli 2025
  • Indonesia Tempati Peringkat 118 Dunia FIFA 12 Juli 2025
  • Oxford Vs Port FC di Final Piala Presiden 2025 12 Juli 2025
  • Lumat Real Madrid 4-0, PSG Tantang Chelsea di Final 11 Juli 2025
  • Koran Digital Lampung Post, Edisi Jum’at, 11 Juli 2025 11 Juli 2025

TOP NEWS

Benang Merah Konflik Manusia dengan Satwa

23 Ribu Peserta Gagal Masuk SMA/SMK Negeri

Tembus Rp12,42 Miliar Ekonomi Syariah kian Kokoh

Jalur SPMB SMP Prioritaskan Jarak

Perencanaan Keuangan Kunci Kemapanan Finansial

Perkuat Akses Keuangan Inklusif

Kebingungan Peserta Warnai Hari Pertama SPMB

Buka Ekspor Sawit di Pasar Eropa

Perketat Pengawasan Truk ODOL

Kreatif Hadapi Efisiensi Anggaran

POPULAR POST

  • kantor DPRD lampung Utara

    Pelantikan Pimpinan DPRD Lampura Berlangsung Sederhana

    0 shares
    berbagi 0 Tweet 0
  • BPK RI Periksa Keuangan Polres Lampung Timur

    0 shares
    berbagi 0 Tweet 0
  • Koran Digital Lampung Post, Edisi Kamis, 10 Juli 2025

    0 shares
    berbagi 0 Tweet 0
  • Koran Digital Lampung Post, Edisi Senin, 07 Juli 2025

    0 shares
    berbagi 0 Tweet 0
  • Koran Digital Lampung Post, Edisi Rabu, 09 Juli 2025

    0 shares
    berbagi 0 Tweet 0
Facebook Twitter Youtube RSS Instagram

Tentang Kami

 

LampungpostID adalah laman berita resmi Harian Umum Lampung Post. Laman ini berada dalam naungan PT Masa Kini Mandiri, penerbit Koran Lampung Post yang menyajikan informasi berkualitas untuk melengkapi kehadiran koran edisi cetak di masyarakat.

Alamat Kami

PT Masa Kini Mandiri, Jl. Soekarno – Hatta No. 108, Hajimena, Lampung Selatan

Phone : (0721) 783-693
Fax : (0721) 783-578
Email : redaksi@lampungpost.co.id

Redaksi
Tentang Kami

Iklan & Sirkulasi

Bachtiar Al Amin : 0812-7339-8855
Ja’far Shodiq : 0812-1811-4344
Dat S Ginting 0822-6991-0113
Setiaji B. Pamungkas : 0813-6630-4630

LampungpostID © 2022

Selamat Datang kembali!

Masuk ke akun Anda di bawah ini

Password yang terlupakan?

Ambil kata sandi Anda

Silakan masukkan nama pengguna atau alamat email Anda untuk mengatur ulang kata sandi Anda.

Masuk
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
  • LAPORAN UTAMA
  • EKONOMI
  • KOTA
  • RUWA JURAI
  • PENDIDIKAN
  • LAMBAN PILKADA
  • RAGAM
  • DESA
  • OPINI
  • FOKUS
  • E-PAPER
  • INDEKS

LampungpostID © 2022

Open chat
1
Anda butuh bantuan ?
Admin Lampungpost.id
Halo, ada yang bisa kami bantu ?