Iskandar Zulkarnain
Wartawan Lampung Post
NEGERI ini bakal hebat dan unggul jika anak-anak bangsa ingin mengubah nasibnya. Masa depan itu tidak ditentukan bangsa asing, tapi rakyatnya sendirilah yang bertanggung jawab bersama pemimpin memajukan bangsa ini, agar bisa sejajar dengan bangsa lain di dunia. Nasib suatu kaum tidak akan berubah kecuali kaum itu sendiri yang mau mengubahnya.
Sabtu, 17 Agustus 2019, tanah tumpah darahku ini sudah berusia 74 tahun. Selama lima tahun terakhir, dari tanah Aceh hingga ujung Papua dibenahi. Infrastruktur laut, udara, dan darat disulap. Lampung contohnya. Tidak ada mimpi, masyarakatnya memiliki jalan tol, bandara internasional, dermaga eksekutif di Bakauheni, Lampung Selatan.
Sebentar lagi dua bendungan bakal beroperasi, mengairi ribuan hektare sawah. Nikmati Tuhan mana lagi yang masih kamu dustakan? Begitulah peringatan Tuhan kepada manusia yang menunggu bumi ini. Perubahan besar bakal terjadi setelah 74 tahun Indonesia merdeka. Semuanya akan bangun dari tidur melihat ketertinggalan negeri ini dari negara tetangga.
Memasuki paruh kedua kepemimpinan Joko Widodo sebagai kepala negara, patut didukung pembenahan kualitas sumber daya manusia (SDM). Mengapa? Karena kemampuan anak bangsa ini belum mampu bersaing dengan negara lain. Contohnya? Ketika proyek banyak melibatkan asing, banyak yang berteriak. Suara sumbang mulai diviralkan.
Cita-cita kemerdekaan sangat luhur. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut memajukan kesejahteraan umum. Amanah para pendiri bangsa ini sudah memikirkan bagaimana caranya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan manusia Indonesia adalah kunci kemajuan bangsa ini. Selama ini masih bermental penjajah!
Ketika menteri Ristek dan Dikti menggulirkan saatnya perguruan tinggi negeri harus mendatangkan rektor asing, semua berteriak kencang. Kerja sebagai menteri selama lima tahun memang ngapain. Mau-maunya mendatangkan rektor dari asing? Sudah siapkah rakyat menerimanya?
Salah satu percepatan peningkatan kualitas perguruan tinggi di Indonesia dengan cara mendatangkan rektor asing untuk memimpin perguruan tinggi. Dalam suatu kesempatan, Wakil Presiden Jusuf Kalla berucap perlu langkah cepat dan terobosan kalau ingin mengubah kualitas manusia Indonesia, sementara industri 4.0 sudah di depan mata.
Menurut catatan World Economic Forum (WEF) dalam laporannya Future Jobs Report tahun 2018 mengungkapkan beberapa pekerjaan tidak lagi dioperasikan oleh tenaga manusia. Mulai tahun 2022 akan tumbuh pesat pekerjaan baru yang dikendalikan oleh mesin bernama digital.
Akibatnya, 58% jenis pekerjaan akan hilang dan muncul 65% pekerjaan baru. Itu menurut catatan organisasi buruh internasional (ILO). Maukah negeri ini banyak pengangguran? Kekuatan global sangat dahsyat menyerang fondasi sumber daya manusia.
***
Jika anak-anak Indonesia berduyun-duyun meningkatkan kualitas, negeri ini akan menjadi bangsa yang kuat dalam perekonomian global. Lembaga Standard Chartered dan WEF merilis bahwa Merah Putih akan terus berkibar menjadi kekuatan ekonomi keempat terbesar dunia.
Ingat pada 2030, Tiongkok akan menjadi negara ekonomi terbesar di dunia. Itu mengapa Amerika Serikat selalu risau dibuat Tiongkok. Bagaimana dengan Indonesia? Pastinya akan berada di urutan keempat setelah India dan Amerika. Selama sepekan berada di Negeri Tirai Bambu—difasilitasi oleh Konsulat Jenderal (Konjen) Tiongkok di Medan, aku melihat langsung bagaimana Tiongkok itu membangun peradabannya.
Sejak penanggalan sebelum Masehi, sudah banyak bangunan berdiri kokoh hingga saat ini. Mulai dari tembok raksasa yang membentang dari kawasan timur hingga ke barat membatasi utara dan selatan untuk mempersatukan negara dari serangan musuh. Belum lagi, benteng atau bangunan kuno juga wihara atau kuil yang masih berdiri di sebagian besar di atas pegunungan. Itu pertanda, Tiongkok sudah maju pesat sejak dulu.
Lalu, bagaimana dengan nasib bangsa ini? Riset McKinsey Global Institute memublikasikan bahwa Indonesia memerlukan 113 juta tenaga kerja terampil untuk menjadi kekuatan ekonom dunia pada 2030. Bangsa ini juga berpeluang akan berkembang pesat melalui olah digital dan e-commerce. Kuncinya adalah produktivitas dengan bonus demografi.
Dalam diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertajuk Evaluasi Reformasi Birokrasi, di Jakarta, beberapa pekan lalu, bahwa pemerintah menargetkan Indeks Efektivitas Pemerintah masuk peringkat 10 besar dunia pada 2034. Mampukah Indonesia? Jawabnya, harus mampu dan bisa.
Saatnya aparatur mencegah terjadinya transaksi jabatan, terutama dalam proses promosi, mutasi, dan demosi. Lelang jabatan sudah benar dilakukan pemerintah hingga ke daerah. Apalagi, janji Presiden Joko Widodo akan menempatkan sebagian besar kaum profesional dan kalangan muda untuk duduk di jajaran kabinet pada periode keduanya. Saatnya mengurangi campur tangan kader partai politik untuk mengelola negeri ini.
Aku bangga menjadi rakyat Indonesia manakala rekrutmen aparatur mulai berbasis teknologi, terbuka, serta transparan. Aparat yang akan mengatur negeri ini sudah saatnya memiliki ciri smart, berintegritas, nasionalisme, profesionalisme, berwawasan global, menguasai informasi dan teknologi, menguasai bahasa asing, hospitality, networking, serta entrepreneurship.
Dan, untuk mengelola Lampung agar berjaya, mulus, dan sukses, dimulai dari rakyatnya yang cerdas, bekerja keras, serta ikhlas, sehingga Lampung akan jadi daerah yang unggul. Saatnya Lampung Jaya terus berkumandang. Kalau tidak, kapan lagi? Kalau tidak diri sendiri, siapa lagi?