Jakarta (Lampost.co)—Aktor, sutradara, sekaligus komika Ernest Prakasa membuat pengumuman mengejutkan melalui unggahan di Instagram Story-nya pada Minggu, 8 Juni 2025.
Ia menyatakan tidak lagi akan aktif di platform media sosial X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter), yang selama ini menjadi salah satu wadah utamanya dalam menyuarakan opini terkait isu-isu sosial dan politik.
“Akhirnya gue mengikuti jejak Raditya Dika, Ferry Irwandi, dan banyak teman-teman lain. Yakni untuk meninggalkan platform Twitter atau X,” tulis Ernest dalam unggahannya.
Keputusan ini diambil setelah melalui proses panjang dan perenungan yang tidak mudah. Ernest mengakui bahwa ia telah cukup lama merasa tergoda untuk keluar dari X. Namun masih diliputi keraguan.
“Setelah sekian lama tergoda, tapi masih bimbang,” ungkapnya.
X Tak Lagi Menjadi Wadah Diskusi Sehat
Dalam pernyataannya, Ernest Prakasa mengaku bahwa ia sebenarnya cukup menikmati di namika diskusi di X pada masa lalu. Namun, menurutnya, saat ini platform tersebut sudah mengalami pergeseran fungsi dan atmosfer yang tidak lagi sehat.
“Menyenangkan kok, tapi sudah enggak berfungsi sebagaimana mestinya lagi,” ujarnya.
Ernest menilai bahwa X yang dulunya menjadi ruang terbuka untuk menyampaikan aspirasi. Kini lebih sering penuh dengan konflik, ujaran kebencian, hingga pembunuhan karakter.
Ia merasa bahwa suasana musyawarah di sana sudah tidak produktif dan penuh dengan polarisasi ekstrem.
Kritik Soal Hadiah Jam Rolex Jadi Titik Balik
Keputusan Ernest meninggalkan X tampaknya juga berkaitan dengan pengalaman pribadinya baru-baru ini. Dalam salah satu cuitan terakhirnya di X.
Ernest mempertanyakan keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menghadiahkan jam tangan mewah Rolex kepada para pemain dan staf tim nasional sepak bola Indonesia. Usai keberhasilan mereka lolos ke babak keempat kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.
Ernest menyuarakan kekhawatirannya mengenai kepantasan pemberian jam bernilai ratusan juta Rupiah tersebut di tengah kondisi ekonomi rakyat Indonesia yang masih banyak mengalami kesulitan.
“Pertanyaan sederhana: dari mana anggarannya? Apakah ini pantas ketika banyak rakyat hidup susah?” kira-kira demikian inti dari kritik yang ia sampaikan kala itu.
Namun alih-alih mendapatkan ruang diskusi yang sehat, Ernest justru menerima serangan balik dari sejumlah akun X, yang sebagian terduga sebagai buzzer.
Banyak yang menyebutnya berlebihan atau tidak memahami konteks penghargaan terhadap atlet. Bahkan menyerangnya secara pribadi. Tak sedikit pula yang mengklaim bahwa hadiah tersebut berasal dari dana pribadi sang presiden terpilih, bukan dari anggaran negara.
Sejalan dengan Keputusan Ferry Irwandi dan Raditya Dika
Ernest bukan satu-satunya figur publik yang memutuskan mundur dari X.
Sebelumnya, Ferry Irwandi, seorang penulis dan pengamat sosial, juga mengambil langkah serupa setelah mengalami berbagai serangan dan pembunuhan karakter.
Karena opininya yang kritis terhadap isu-isu publik. Begitu pula dengan Raditya Dika, yang memilih untuk fokus pada platform yang dianggap lebih sehat secara sosial.
Kondisi ini menggambarkan kekhawatiran yang lebih luas tentang menurunnya kualitas ruang publik digital, khususnya di platform X, yang dulunya dianggap sebagai arena paling aktif untuk pertukaran gagasan dan kebebasan berekspresi.
Refleksi atas Dinamika Media Sosial
Keputusan Ernest Prakasa ini patut menjadi bahan refleksi. Media sosial yang seharusnya menjadi alat untuk memperkuat demokrasi, justru kerap berubah menjadi medan konflik yang tak sehat. Para figur publik yang menyampaikan opini kritis kini harus menghadapi gelombang serangan personal dan buzzer yang seringkali mengalihkan fokus dari substansi ke karakter.
Ernest, yang selama ini terkenal vokal namun juga terbuka terhadap kritik, kini memilih mundur demi menjaga kesehatan mental dan ruang pikirnya. Meski demikian, ia belum menyebutkan apakah keputusan ini bersifat permanen atau sementara.