Jakarta (Lampost.co)–– Konflik mengenai hak cipta dan pembagian royalti kembali memanas di industri musik Indonesia.
Polemik yang melibatkan dua kubu besar pencipta lagu dan penyanyi kini semakin menjadi sorotan publik. Di tengah keruhnya suasana, penyanyi dangdut legendaris Rhoma Irama angkat bicara. Ia mengajak semua pihak untuk kembali ke meja dialog.
Dalam sebuah episode terbaru podcast di kanal YouTube pribadinya, Rhoma Irama yang mendapat julukan Raja Dangdut—mengundang dua musisi kenamaan tanah air, Ariel NOAH dan Armand Maulana.
Pertemuan tersebut membahas lebih dalam seputar kegelisahan para pelaku industri musik atas sistem royalti yang menganggap belum adil dan kurang transparan.
“Ini adalah kelanjutan dari diskusi kita sebelumnya bersama Ketua LMKN, Bapak Dharma Oratmangoen,” buka Rhoma Irama dalam perbincangannya. Ia menekankan pentingnya pembahasan lanjutan agar permasalahan ini tidak terus berlarut-larut tanpa solusi.
Rhoma Irama Soroti Pemahaman Masyarakat
Rhoma secara tegas menyayangkan konflik antara pihak pencipta lagu—yang banyak mewakilkan oleh Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) pimpinan Ahmad Dhani. Serta para penyanyi yang tergabung dalam Vibrasi Suara Indonesia (VISI). Baginya, kedua elemen ini seharusnya tidak saling berseberangan, karena keduanya saling melengkapi.
“Penyanyi dan pencipta lagu itu seperti dua sisi dari satu mata uang. Tidak bisa terpisahkan. Satu butuh yang lain. Ini seharusnya menjadi hubungan yang harmonis, bukan justru berselisih hingga ke ranah hukum,” tutur pelantun “Darah Muda” tersebut.
Ia mengaku prihatin karena konflik yang semestinya bisa menyelesaikan secara musyawarah kini malah bergulir hingga ke meja persidangan.
Rhoma juga menyoroti kurangnya pemahaman masyarakat. Termasuk para pelaku industri sendiri, terhadap aturan hukum terkait hak cipta yang berlaku di Indonesia.
“Kalau kita jujur, memang masih banyak seniman, produser, bahkan pengguna karya seni yang belum memahami Undang-Undang Hak Cipta dengan benar. Akibatnya ya seperti ini. Timbul salah paham, konflik, dan ketegangan,” ujarnya.
Rhoma Irama Soroti Undang-Undang
Rhoma secara khusus menyoroti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014. Terutama pada Pasal 9 dan Pasal 23 yang menurutnya masih mengandung banyak ambiguitas. Ia menilai kurangnya sosialisasi dari pihak berwenang turut memperburuk situasi.
“Undang-undangnya sendiri ambigu. Dan karena tidak tersosialisasi dengan baik, ya wajar kalau banyak yang bingung. Bahkan para profesional pun belum tentu paham betul isinya,” tambahnya.
Dengan suaranya yang disegani lintas generasi, Rhoma Irama berharap agar musisi Indonesia bisa duduk bersama dan menemukan solusi yang adil dan berkelanjutan.
Ia mengajak semua pihak untuk membuka ruang berdialog yang konstruktif demi menjaga marwah seni dan keadilan dalam industri musik.
“Sudah saatnya kita kembali membangun komunikasi yang harmonis. Jangan sampai perbedaan ini menghancurkan ekosistem musik kita sendiri,” tutup Rhoma.