Bandar Lampung (Lampost.co) — Ratusan mahasiswa menggelar aksi damai bertajuk 1000 Lilin untuk tepat 40 hari setelah kepergian Pratama Wijaya Kusuma, Selasa, 3 Juni 2025. Pratama merupakan mahasiswa Program Studi Bisnis Digital Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Lampung (Unila)
Aksi di Bundaran Unila ini menjadi bentuk penghormatan sekaligus seruan keadilan atas meninggalnya Pratama dalam kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar). Diksar ini terselenggarakan oleh organisasi mahasiswa pecinta alam, Unit Kegiatan Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel).
Kemudian mahasiswa dari lintas fakultas hadir menyalakan lilin, menabur bunga, dan membacakan puisi depan altar kecil tempat foto almarhum. Lagu “Gugur Bunga” terdengar mengiringi suasana haru. Banyak peserta aksi tampak menangis.
Sementara itu, Koordinator Aksi, M. Zidan Al Zakri, menegaskan bahwa kegiatan ini adalah bentuk moral terhadap proses hukum yang sedang berjalan. Ia menekankan pentingnya pengawalan oleh mahasiswa agar keadilan benar-benar tertegakkan.
“Semua dugaan yang kami suarakan dalam aksi-aksi sebelumnya telah diserahkan kepada pihak berwenang. Kini kami menunggu dengan sabar dan tetap memantau proses hukumnya,” ujar Zidan.
Bahkan, aliansi mahasiswa juga menggelar aksi demonstrasi ke gedung rektorat dan dekanat FEB Unila. Mereka menuntut transparansi penanganan kasus dan pembubaran Mahepel. Aksi terwarnai spanduk bertuliskan “Justice for Pratama” dan “Alam Dicinta, Manusia Disiksa”.
Empat Tuntutan
Koordinator Pergerakan BEM Unila, Fathur Raman Alam, menyampaikan empat tuntutan utama dalam aksi. Pertama, menyampaikan duka mendalam atas meninggalnya Pratama dan korban luka lainnya. Kedua, menuntut pengusutan pelanggaran hak dan pembungkaman oleh pihak Mahepel serta Wakil Dekan III melalui Kasubbag Kemahasiswaan FEB.
Ketiga, menuntut pembekuan Mahepel apabila terbukti bersalah. Keempat, menuntut pertanggungjawaban pihak yang menandatangani pelaksanaan kegiatan.
Kemudian Fathur juga memastikan bahwa laporan resmi telah terajukan kepada Polda Lampung. Dan mahasiswa turut terlibatkan dalam tim investigasi internal universitas.
Namun ia menyayangkan adanya hambatan dalam investigasi, termasuk dugaan lempar tanggung jawab dari dekanat kepada rektorat. Bila terbukti ada intervensi, ia mendesak agar hal itu diproses secara hukum. “Kalau tidak terbukti bersalah, Mahepel bisa diaktifkan kembali. Tapi jika terbukti, harus dibubarkan,” tegasnya.
Kemudian Dekan FEB Unila, Nairobi, mengonfirmasi bahwa ibu korban telah melaporkan kasus tersebut kepada polisi. Pihak fakultas, katanya, akan mengambil sikap tegas. “Kami akan bubarkan Mahepel,” tegasnya.
Koordinasi dengan Polda
Selanjutnya, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Sunyono, menyampaikan bahwa tim investigasi Unila telah melakukan koordinasi dengan Polda Lampung. Investigasi ini terlaksanakan secara kolaboratif dengan melibatkan unsur mahasiswa.
“Tim kami sudah ke Polda untuk berkoordinasi terkait dugaan kekerasan yang menyebabkan meninggalnya adik kita, Pratama. Kami mohon dukungan dan kesabaran, agar hasil investigasi ini bisa menjadi pelajaran bersama.” katanya.
Kemudian ia juga menegaskan bahwa kampus harus menjadi ruang yang aman dan bebas dari kekerasan. Serta mengecam keras segala bentuk kekerasan dalam lingkungan pendidikan.
Rektor Unila, Lusmeilia Afriani, menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan proses investigasi secepat mungkin. Ia mengapresiasi sikap mahasiswa yang terus mendorong penyelesaian kasus ini.
“Kalau ada yang bersalah, nanti akan kelihatan dari hasil investigasi. Kami tidak ingin masalah ini berlarut,” katanya.
Kemudian ia juga menegaskan bahwa hasil investigasi akan tersampaikan secara transparan dan tersepakati bersama untuk menjadi dasar tindakan ke depan. Menanggapi desakan pembubaran Mahepel, Rektor menjawab tegas. “Kalau terbukti bersalah, Mahepel akan terbubarkan. Kalau tidak, bisa mendapatkan kesempatan lagi,” katanya.
Selanjutnya sebagai bentuk penghormatan, mahasiswa dan pihak kampus sepakat untuk melakukan ziarah ke makam Pratama Wijaya Kusuma. “Semoga ini jadi pelajaran berat bagi kita semua, agar tak ada lagi kekerasan dalam kampus,” tutup Rektor.