Jakarta (Lampost.co)—Hakim yang menangani peradilan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, diganti. Hakim Ali Muhtarom menjadi 1 dari 3 hakim yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung terkait dugaan suap vonis lepas perkara korupsi persetujuan CPO.
Poin Penting:
- Hakim anggota atas nama Ali Muhtarom diganti karena sedang berhalangan tetap dan tidak dapat bersidang lagi.
- Permintaan agar perkara tersebut diputus ontslag van alle rechtavervolging atau lepas dari segala tuntutan hukum dengan imbalan Rp20 miliar.
- Hakim Muhammad Arif Nuryanta meminta agar uang imbalan menjadi lipat tiga dan hal itu tersetujui pemberi suap.
Karena Ali terseret kasus suap, sehingga susunan majelis hakim yang mengadili Tom pun diganti. “Menimbang karena hakim anggota atas nama Ali Muhtarom, sedang berhalangan tetap dan tidak dapat bersidang lagi, maka untuk mengadili perkara tersebut perlu penunjukan hakim anggota untuk menggantikan,” kata Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika membacakan penetapan susunan majelis, Senin, 14 April 2025.
Dennie mengatakan, hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 26 UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Baca Juga: Ketua PN Jakarta Selatan Jadi Tersangka Kejagung Terkait Korupsi CPO
Susunan majelis hakim baru yang mengadili Tom Lembong: Ketua Majelis Hakim: Dennie Arsan Fatrika, Hakim Anggota: Purwanto S Abdullah dan Alfis Setiawan
Menanggapi hal itu, Tom Lembong menyesalkan banyak hakim yang terseret kasus dugaan suap dalam pengaturan vonis. “Ya itu patut disesalkan,” kata Tom di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Sejak awal ia hanya berharap ke Sang Pencipta. “Dari awal saya sempat bilang, kita serahkan ke Yang Maha Kuasa. Tetap percaya sama Yang Maha Adil, Maha Mengetahui. Senantiasa bersikap positif, kondusif,” ujar Tom.
Kasus Suap Vonis Lepas Ekspor CPO
Sementar itu, Kejaksaan menyita 19 unit sepeda motor dan 7 unit sepeda barang bukti yang disita terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi dalam vonis perkara CPO, di Kejaksaan Agung RI, Jakarta.
Ali dijerat sebagai tersangka bersama Djuyamto dan Agam Syarif Baharudin. Mereka merupakan majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas terhadap terdakwa korporasi di kasus korupsi ekspor CPO.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menyebut ketiga hakim tersebut diduga turut menerima suap dalam pengaturan vonis perkara korupsi persetujuan ekspor CPO tersebut.
Perkara tersebut bermula saat pengacara tersangka korporasi Ariyanto—yang juga dijerat sebagai tersangka dalam kasus vonis lepas itu—melakukan kesepakatan dengan panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan. Saat penanganan kasus ini, Wahyu merupakan panitera di PN Jakarta Pusat.
Kesepakatan
Kesepakatan tersebut yakni untuk mengurus perkara korupsi korporasi persetujuan ekspor CPO tersebut dengan permintaan agar perkara tersebut diputus ontslag van alle rechtavervolging (lepas dari segala tuntutan hukum). Ariyanto menyiapkan uang Rp20 miliar.
Kesepakatan itu kemudian tersampaikan kepada Muhammad Arif Nuryanta. Saat penanganan kasus ini, Arif masih menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar memberikan keterangan saat konperensi pers kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Qohar menyebut, Arif menyetujui permintaan tersebut. Namun, ia meminta agar uang Rp20 miliar tersebut dilipatgandakan menjadi 3 kali lipat, sehingga total uang adalah Rp60 miliar.
Permintaan tersebut kemudian diteruskan kembali kepada Ariyanto dan langsung disetujui Ariyanto.
“Kemudian, setelah tersampaikan, beberapa waktu kemudian Ariyanto Bakri menyerahkan uang Rp60 miliar dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat kepada Wahyu Gunawan,” ucap Qohar.
Pembagian Suap
Uang tersebut kemudian diserahkan kepada Arif. Saat itu, Wahyu juga mendapat fee sebesar USD 50 ribu sebagai jasa penghubung.
Setelah penerimaan uang itu, Arif kemudian menunjuk tiga orang hakim yang akan mengadili perkara korupsi persetujuan ekspor CPO tersebut. Susunannya terdiri dari Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim, dan Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom selaku hakim anggota.
Setelah surat penetapan sidang diterbitkan, Arif kemudian memanggil Djuyamto dan Agam Syarif. Saat itu, Arif memberikan uang dengan pecahan mata uang dolar Amerika Serikat, yang bila dirupiahkan setara Rp4,5 miliar.
Qohar mengungkapkan, uang tersebut diberikan sebagai uang untuk baca berkas perkara. Saat itu, lanjutnya, Arif menyampaikan kepada keduanya agar perkara tersebut diatensi. Uang itu kemudian dibagi-bagi oleh Agam Syarif bersama Djuyamto dan Ali Muhtarom.
Tak sampai di situ, sekitar September atau Oktober 2024, Arif kembali menyerahkan uang dolar AS senilai Rp18 miliar kepada Djuyamto.
Ketua Majelis Hakim Djuyamto saat memberikan vonis kepada enam terdakwa kasus dugaan korupsi anggaran pendistribusian bantuan sosial beras PKH di Kementerian Sosial RI 2020-2021 dalam sidang.
Namun, rincian tersebut bila ditotal maka jumlahnya Rp15,5 miliar. Masih ada Rp2,5 miliar belum diketahui ke mana.
Akibat perbuatannya, ketiga hakim tersebut melanggar Pasal 12 c juncto Pasal 12B juncto Pasal 6 ayat (2) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.