Bandar Lampung (Lampost.co)—Wacana perubahan seragam sekolah baru langsung menjadi pro-kontra di kalangan masyarakat. Penyediaan seragam anak sekolah menjadi salah satu beban orang tua/ wali murid setiap kali tahun ajaran baru. Apalagi kini akan berubah di tengah tahun ajaran, tentu menjadi penambah biaya tersendiri.
Tujuan dari kegiatan pengaturan seragam lebih fokus pada mencipatakan rasa kesertaraan semua kalangan di sekolah. Sesuai dengan Permendikbud Ristek nomor 50 tahun 2022, seragam haruslah menciptakan rasa kesetaraan untuk semua kalangan.
Pengamat pendidikan Unila, Prof Undang Rosidin menjelaskan tujuan utama seragam adalah untuk menghapuskan deferinsiasi (perbedaan) antara kalangan kaya dan miskin. “Kalau zaman saya sekolah dulu tahun 70’an gak mengenal seragam. Kita sekolah itu pakai baju masing-masing, maka dari situlah timbul ketidaksetaraan antara siswa yang berasal dari ekonomi kaya dan miskin. Maka buatlah seragam,” kata Undang kepada Lampost.co, Kamis 18 April 2024.
Penerapan nilai-nilai adat dan budaya ke dalam ranah pendidikan menurutnya sah-sah saja untuk kita lakukan. Terlebih jika hal itu bertujuan untuk memperkenalkan nilai-nilai budaya kepada generasi muda.
Jika kebijakan mengenai penggunaan seragam adat daerah ini nantinya akan diterapkan, Undang meminta agar pemerintah terlebih dahulu menggodok aturan itu.
Sehingga harapannya tidak ada orang tua yang merasa terbebani. “Kalau prinsipnya untuk menyatukan kecintaan terhadap budaya daerah saya kira itu sah-sah saja, cuman jangan sampai kebijakan itu menjadikan beban tersendiri bagi masyarakat,” kata dia.
Terkait urgensi dari kebijakan ini, Undang menyebut perlu memperkenalkan adat dan budaya kepada generasi muda. Untuk itu, ia meminta agar terys melakukan penyesuaian dan kajian mengenai aturan ini, sebelum akhirnya benar-benar pemerintah terapkan.
“Jangan sampai ketika tidak ada keharusan membuat seragam nanti timbul kesenjangan. Buatlah aturan bagaimana menciptakan seragam yang sederhana tetapi tetap khas budaya daerahnya tetap ada, sehingga semuanya bisa menikmati dan merasakan,” tuturnya.
Bebas Seragam Sekolah
Terkait kebijakan itu, Ketua MKKS SMAN Lampung, Hendra Putra mengungkapkan SMA Negeri di Lampung selama tak pernah memberatkan wali murid soal pembelian seragam. Sebab setiap murid membebaskan membeli seragam sesuai kemampuan keluarga.
Ia menjelaskan, seragam yang dibeli sekolah hanya sebatas baju olahraga dan batik sekolah. Sebab kedua pakaian tersebut tidak ada di tempat lain. Sementara untuk pakaian osis dan pramuka, murid boleh beli ke mana saja.
Dengan begitu, maka setiap orang tua bisa menyesuaikan harga seragam dengan kemampuan membeli. Sehingga wali murid tidak merasa keberatan dan kebutuhan siswa untuk sekolah bisa terpenuhi. “Kalau sekolah negeri khususnya SMA, sudah tidak pernah mewajibkan murid membeli seragam Osis dan Pramuka di sekolah,” ungkapnya.
Hendra menambahkan, jajaran sekolah masih menunggu pemberitahuan resmi terkait isu tersebut. Penerapan kebijakan baru akan diterapkan jika sudah dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah.
Tunggu Edaran
Pada bagian lain, Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pesawaran, sampai dengan saat ini belum menerima surat edaran (SE) dari Kemendikbud terkait dengan aturan seragam sekolah baru ajaran tahun 2024/2025. Sekertaris Disdikbud Erna mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum mendapatkan atau menerima SE, terkait dengan wacana pergantian seragam sekolah. “Belum ada kalau SE nya sampai sekarang, baik itu dari pusat maupun dari Provinsi, jadi kita belum bisa mensosialisasikan ataupun memberi tanggapan untuk hal tersebut,” ujarnya, kemarin.
Sementara itu, Ketua MKKS Pesawaran Suhermiati mengatakan, selama ini seragam sekolah baik itu OSIS, Pramuka maupun Olahraga, memang beli sendiri oleh orang tua murid. “Kalau seragam memang mereka beli sendiri, kalau untuk satu stel seragam itu berkisaran Rp150 ribu lebih ya di pasaran. Nah kalau seragam yang baru ini saya belum tau ya, apalagi kalau melihat modelannya bagus baju itu ya,” kata dia.
Ia juga mengatakan, wacana pergantian seragam tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan wali murid, lantaran belum mengetahui apakah seragam tersebut harus beli secara mandiri atau pemerintah yang menanggung.
“Mungkin, kalau seragam itu hanya wajib untuk peserta didik baru saja tidak masalah ya. Toh, selama ini mereka membeli seragam sendiri, tapi yang keberatan itu kalau seragam baru itu wajib juga bagi anak kelas 8 dan 9. Apalagi kalau wali murid yang memiliki anak lebih dari satu pastikan keberatan juga,” katanya.