Papua (Lampost.co) — Hidup di tanah Papua menjadi sebuah tantangan dan pengalaman berat bagi Abdi Setiawan (28). Bersama dua rekannya, sebagai perawat dan dokter, mengabdikan hidup untuk melayani kesehatan masyarakat Kampung Danowage, Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan, yang banyak mengalami malnutrisi.
Pemuda asal Desa Banjaran, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Lampung itu meninggalkan kampung halamannya untuk bertugas di tengah hutan pedalaman Papua. Dia membawa istri, Denti, dan anaknya yang berusia 3,5 tahun untuk tinggal di pelosok ujung timur Indonesia tersebut.
Pengabdian itu harus melewati berbagai jalan terjal yang sulit dijalani bagi kebanyakan orang. Namun, semua itu tetap dihadapi untuk mewujudkan kemerdekaan yang sesungguhnya terhadap gizi masyarakat tanpa mengharapkan keuntungan materi.
BACA JUGA: Penurunan Stunting di Lampung Utara Capai 34%
“Kecintaan terhadap tanah papua berawal saat menjadi mahasiswa PPL (praktik pengalaman lapangan) jurusan keperawatan pada 2017 di Mamit, Kabupaten Tolikara, Papua. Pengalaman itu menjadi momen menarik untuk membaktikan diri bagi masyarakat Papua,” kata Abdi, kepada Lampost.co, Sabtu, 10 Agustus 2024.
Dia menceritakan kecintaan tersebut muncul ketika datang seorang ibu untuk proses persalinan. Wanita hamil itu harus ditandu dua hari melewati gunung dan hutan dari kampung asalnya. Sebab, belum ada akses transportasi darat sehingga perjalanan harus ditempuh dengan berjalan kaki.
Namun, saat tiba di lokasi PPL untuk mendapatkan penanganan medis, ternyata bayi dari ibu tersebut telah meninggal dalam kandungan. Kejadian itu membuat hatinya tersentuh dan bertekad melayani saudara-saudara di Papua. “Saya merasa terpanggil karena puluhan tahun merdeka, tetapi masih ada saudara-saudara kita yang belum merasakan akses kesehatan dengan mudah,” ujarnya.
Kondisi sulit yang membawanya bergabung ke tengah-tengah masyarakat Papua Selatan sejak 2019. Dia bertugas sebagai perawat di klinik pada provinsi yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini tersebut.
Klinik tersebut memberikan layanan kesehatan umum gratis hingga pendampingan pada sekolah di daerah pedalaman. Namun, perawat dan dokter di klinik tersebut justru mendapati kondisi lebih serius di tengah masyarakat, yaitu kekurangan gizi.
Anak-anak di Kampung Danowage banyak mengalami malnutrisi. Bahkan, standar deviasinya hampir minus dua, yang artinya nyaris stunting. Situasi masyarakat itu membutuhkan dukungan nutrisi yang besar sehingga Abdi dan rekannya memperluas pelayanan klinik tersebut. Kondisi itu wajib mendapatkan perhatian serius.
“Kebutuhan gizi dan pencegahan stunting di daerah itu sangat penting untuk mendapatkan penanganan. Kalau tidak ada tindakan akan berujung pada kondisi yang lebih buruk,” ujar dia.
United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) mencatat ada 149,2 juta atau 22% anak di bawah usia lima tahun di dunia menderita stunting pada 2020. Adapun secara nasional, Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 Kementerian Kesehatan mencatat prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 21,5% pada 2023. Angka itu turun 0,1% dari 2022 dengan prevalensi 21,6%.
Kasus stunting tertinggi itu terjadi di Papua Tengah dengan angka balita stunting 39,2%. Sedangkan, Papua Selatan sebagai provinsi Abdi Setiawan mengabdi berada di peringkat ke 13 dengan 25%. Secara keseluruhan ada 23 provinsi dengan prevalensi di atas rata-rata nasional. Jumlah itu meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya ada 18 provinsi dengan prevalensi di atas rata-rata nasional.
Data prevalensi balita stunting di Indonesia 2023
Provinsi | Persentase |
Papua Tengah | 39,2% |
Nusa Tenggara Timur | 37,9% |
Papua Pegunungan | 37,3% |
Papua Barat Daya | 31% |
Sulawesi Barat | 30,3% |
Sulawesi Tenggara | 30% |
Aceh | 29,4% |
Papua | 28,6% |
Maluku | 28,4% |
Sulawesi Selatan | 27,4% |
Sulawesi Tengah | 27,2% |
Gorontalo | 26,9% |
Papua Selatan | 25% |
Papua Barat | 24,8% |
Kalimantan Selatan | 24,7% |
Nusa Tenggara Barat | 24,6% |
Kalimantan Barat | 24,5% |
Banten | 24% |
Maluku Utara | 23,7% |
Sumatera Barat | 23,6% |
Kalimantan Tengah | 23,5% |
Kalimantan Timur | 22,9% |
Jawa Barat | 21,7% |
Kategori Prevalensi Stunting Menurut WHO | > 40% = Sangat Tinggi 30-39% = Tinggi 20-29% = Menengah < 20% = Rendah |
Sumber: Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 Kementerian Kesehatan
Tantangan dan Hambatan
Dia mengaku memulai langkah pencegahan stunting di wilayah pedalaman jauh lebih sulit dibandingkan kawasan perkotaan. Tantangan mendasar yang harus dilawan terlebih dulu adalah kurangnya pengetahuan tentang kebutuhan nutrisi. Kondisi itu cukup menyulitkan dalam memberikan penyuluhan.
Untuk itu, dia harus memiliki banyak ide dalam improvisasi saat sosialisasi agar penyampaian materi ke warga bisa terserap, seperti menggunakan kata-kata paling sederhana agar mudah dipahami. Bahkan, hingga harus meminta bantuan penerjemah karena ada sebagian warga yang tidak fasih berbahasa Indonesia.
“Kalau di kota bisa saja menyampaikan dengan kata-kata ‘ASI eksklusif’, tetapi di pedalaman Papua tidak bisa menggunakan kalimat itu,” kata dia.
Kampanye pencegahan stunting dan pentingnya nutrisi justru menjadi hal baru dan sangat awam bagi warga. Sebab, masyarakat memercayai ibu hamil tidak boleh mengonsumsi daging, seperti ayam dan ikan.
Hal tersebut menjadi pantangan bagi wanita lokal yang sedang mengandung. Padahal bahan makanan tersebut sangat dibutuhkan untuk ibu dan bayi dalam kandungannya. “Kalau makan daging saat hamil dampaknya terhadap suaminya tidak akan pernah lagi mendapatkan daging hasil buruan,” katanya.
Situasi itu tidak membuat tim dari klinik patah semangat. Mereka tetap memberikan edukasi secara perlahan hingga turut melibatkan tokoh masyarakat yang akan dihormati dan mematuhi perkataannya. “Kami memberikan pemahaman kalau ibu hamil butuh nutrisi sebagai kebutuhan yang mutlak,” ujar Abdi.
Selain itu, akses mobilitas yang sangat sulit untuk sampai ke kampung tempatnya bertugas. Abdi dan rekannya harus menempuh perjalanan dua jam dari pusat kota Jayapura menggunakan pesawat caravan atau kodiak.
Apalagi, dia juga harus pergi ke pusat kota untuk belanja kebutuhan nutrisi. Perjalanan itu mewajibkannya memesan penerbangan minimal dua pekan sebelum logistik habis. Pesawat juga baru bisa lepas landas jika muatan telah penuh.
Sementara jika melewati jalur darat akan memakan waktu hingga 12 jam. Jalan yang dilewati itu merupakan “rute merah” sehingga tidak aman untuk dilalui. Dia tidak ingin menghadapi kondisi yang dapat mengancam keamanan jiwa.
Meluas di Enam Klinik
Dia melanjutkan, upaya rutin dalam beberapa tahun terakhir membuat pelayanan stunting di klinik kini menjadi program reguler dan meluas ke enam titik. Selain Danowage, ada pula layanan di Kampung Daboto, Kabupaten Intanjaya, Papua Tengah.
Selanjutnya, di provinsi Papua Pegunungan berada di Distrik Mamit, Kabupaten Tolikara; Kampung Tumdungbon, Kabupaten Pegunungan Bintang; serta Distrik Nalca dan Distrik Korupun, Kabupaten Yahukimo. Pelayanan pencegahan stunting kembali bertambah tahun ini untuk masyarakat Kabupaten Merauke.
Keenam klinik tersebut secara reguler memberikan sosialisasi kepada kalangan wanita subur di sekolah-sekolah tingkat SMA. Kemudian, untuk ibu hamil didorong memiliki nutrisi makanan seimbang. Sebab, banyak ditemui porsi makanan yang terlalu banyak karbohidrat.
Untuk memenuhinya, masyarakat diberikan asupan susu, telur dan ayam. Bahkan, klinik juga membudidayakan ikan lele sebagai pengganti ayam. Sementara untuk ibu menyusui diberikan suplemen makanan. Kebutuhan nutrisi itu terus dipantau hingga bayi lahir dan berusia 1.000 hari kehidupan.
Selain itu, masyarakat perlu memiliki akses air dan toilet bersih karena selama ini lebih memilih memenuhi kebutuhan mandi, cuci, kakus di dalam hutan. Untuk itu, klinik membangunkan toilet dan akses air bersih yang memadai. Hal tersebut membantu menurunkan kasus infeksi diare dan amoeba.
“Program ini memang dikerjakan di seluruh layanan kesehatan. Tapi, perbedaannya bertugas di pedalaman Papua membuat pelaksanaannya menjadi lebih sulit dan harus ada banyak inovasi,” ujarnya.
Semua itu harus diupayakan karena anak-anak tersebut akan menjadi Generasi Emas Indonesia pada 2045, tepat saat kemerdekaan Indonesia berusia ke 100 tahun.
Sejumlah aksi nyata itu ternyata mulai menunjukkan hasil. Perjuangan Abdi dan teman-teman di klinik itu berkontribusi positif dalam membentuk status kesehatan jauh lebih baik. Kondisi bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yang kurang dari 2,5 kilogram juga mulai jarang ditemui.
Namun, masih ada beberapa kelahiran bayi BBLR pada warga yang tidak mengikuti program pencegahan stunting. “Tetap saja tidak semua warga mau ikut program. Walaupun begitu, kelahiran bayi BBLR itu tetap langsung kami beri penanganan,” kata dia.
Amanah dan Ikhlas
Dia mengaku pergi ke pedalaman Papua bersama keluarga kecilnya harus melewati berbagai pertimbangan matang. Sebab, dia bermukim di asrama klinik dan harus benar-benar hidup 1 x 24 jam untuk melayani masyarakat di daerah terpencil.
Meski begitu, dia percaya setiap niat baik akan memberikan banyak dampak positif. Untuk itu, istrinya yang juga perawat ikut membantu pelayanan dan memberikan arahan kepada ibu-ibu sehingga layanan menjadi maksimal. Bahkan, anak balitanya menjadi percontohan di tengah masyarakat terkait mengasuh anak. “Sehingga, kami tidak hanya berteori, tetapi juga mempraktikkan bersama masyarakat,” katanya.
Namun, bertugas di pedalaman Bumi Cenderawasih ternyata mengajarkan banyak hal untuknya, khususnya keikhlasan dan ketulusan hati. Untuk itu, dia tidak pernah terpikir untuk mencari keuntungan materi. Padahal, bekerja di tengah hutan dan pegunungan sepatutnya menghasilkan upah besar karena bersinggungan dengan kenyamanan, keamanan, dan membawa keluarga menjadi turut berisiko.
Menurut dia, imbalan dari bertugas di pedalaman Papua cukup dengan mendapatkan kepuasan diri dari tanggung jawab atas amanah yang Tuhan titipkan sebagai perawat. Hal itu yang membuatnya terpanggil tanpa melihat populasi yang harus dilayani, tetapi berdasarkan masyarakat yang lebih membutuhkan.
“Banyak orang yang memiliki kemampuan, tetapi untuk yang terpanggil itu sedikit. Untuk itu, saya, istri, dan teman-teman hanya ingin melayani dengan maksimal dan hati yang tulus kepada masyarakat tanpa melihat sisi materi,” katanya.