Legian (Lampost.co)–Polri menjaga dan melindungi kemerdekaan pers di Indonesia sebagai wujud komitmen menindaklanjuti Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Dewan Pers. Yakni tentang penegakan hukum dalam kaitan penyalahgunaan profesi wartawan.
Dua jenderal polisi menyampaikan hal itu dalam acara Penyegaran Ahli Pers Dewan Pers Tahun 2024 di Legian, Denpasar Bali, pada 3 Oktober 2024. Mereka adalah Irjen Pol Iwan Kurniawan, Staf Ahli Kapolri Bidang Sosial Ekonomi, dan Staf Ahli Kapolri Bidang Manajemen, Irjen Adi Deriyan Jayamarta. Acara penyegaran ini dibuka secara resmi oleh Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu.
Iwan menyampaikan materi “Peran Polri dalam penanganan laporan masyarakat terkait kasus-kasus pers berdasarkan MoU Dewan Pers dan Polri serta PKS Dewan Pers-Bareskrim Polri”. Sedangkan Adi Deriyan menyampaikan materi “Penanganan Kasus-Kasus Pers di Kepolisian”.
Baca Juga: Dewan Pers Sebut Kasus Pelanggaran Didominasi Media Online
Selama ini, kata Iwan, banyak sekali pengaduan masyarakat terkait pers. Tetapi, setelah pemerosesan hukum dan pendalaman, tidak terbukti ada pelanggaran hukum. Untuk menjaga dan melindungi kemerdekaan pers, Polri menindaklanjuti PKS antara Dewan Pers dan Mabes Polri Nomor 03/DP/MoU/III/2022 dan Nomor NK/4/III/2022. Yakni tentang perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum dalam penyalahgunaan profesi wartawan.
“PKS tersebut dijadikan bagian dari materi pembelajaran di lembaga pendidikan Polri,” kata mantan kepala Biro Pengawas Penyidikan (Karowassidik) Bareskrim Polri itu.
Penyegaran melibatkan 24 ahli pers seluruh Indonesia, dua diantaranya dari Lampung yakni Iskandar Zulkarnain (ketua Dewan Kehormatan PWI Lampung) dan Oyos Saroso HN (mantan ketua AJI Bandar Lampung).
Seperti penyidik menginformasikan perkembangan proses kasus yang Polri kepada Dewan Pers secara utuh. “Ini bukti Polri mendukung kemerdekaan pers demi kepentingan bangsa dan negara,” kata Iwan.
Ada empat poin kesepakatan dalam pelaksanaan PKS antara Dewan Pers dan Mabes Polri No. 03/DP/MoU/III/2022 dan No. NK/4/III/2022. Pertama, pertukaran data dan informasi. Kedua, koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan pers. Ketiga, koordinasi penegakkan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan, dan keempat, pemanfaatan sarana prasarana.
Meski sudah ada PKS, kata Iwan, pers akan mendapatkan perlindungan hukum jika medianya mengantongi badan hukum dari Kemenkumham RI. Wartawannya profesional, patuh pada kode etik jurnalistik dan Undang-Undang No.40 Tahun 1999 tentang Pers. “Yang di luar itu, tidak termasuk dalam kesepatan PKS,” tegas Pria kelahiran Tanjungkarang, Lampung ini.
Keterangan Ahli Pers
Menyinggung soal keterangan Ahli Pers Dewan Pers, Iwan kembali menjelaskan. Bahwa dalam hal penegakan hukum, keterangan ahli sangat penting untuk membuat terang sebuah perkara pers. Karena keterangan ahli itu terakomodir dalam pasal 186 KUHAP. Pengetahuan Ahli memiliki kekuatan jika bersanding dengan fakta hukum milik penyidik.
Untuk itu, kata dia, penyidik harus menyampaikan fakta hukum kepada ahli hanya untuk kepentingan pembuktian dan tidak untuk kepentingan lain. Sehingga, ahli dapat memberikan pendapat hukum secara obyektif sesuai perbuatan tersangka.
Sementara Irjen Adi Deriyan mamaparkan mengenai ketentuan pidana terhadap kasus pers berdasarkan kesepakatan Polri dengan Dewan Pers. Ada tiga kriteria dalam kesepakatan itu yaitu, pertama, tidak dipidana. Apabila laporan yang Polri terima merupakan bentuk Karya Jurnalistik atau Produk Pers, maka permasalahan itu akan Dewan Pers selesaikan.
Kedua, mekanisme penyelesaian. Penyelesaian melalui mekanisme hak jawab dan hak koreksi atau menyerahkan penyelesaian laporan tersebut ke Dewan Pers, dan tidak ada penyelesaian permasalahan dengan menggunakan mekanisme pidana.
Baca Juga: Ahli Pers Nilai Kemerdekaan Pers Berperan Vital Ciptakan Demokrasi
Ketiga, dipidana. Apabila dalam laporan tersebut bukan karya jurnalistik dan bukan orang atau badan usaha katagori pers, tentu akan diproses melalui mekanisme penyelidikan dan penyidikan. “Seperti kasus pelaporan Roy Suryo atas pernyatannya di sebuah podcast tentang Fufufafa,” kata dia mencontohkan.
Ketika seseorang mengutip berita untuk tayang di podcast, maka dia harus bisa memverifikasi atas kebenaran berita itu, apalagi yang bersangkutan bukan orang pers. “Ini juga yang harus para ahli pers persiapan saat penyidik minta pendapatnya,” ujar mantan Kasatgas Penyidik KPK ini.
Apalagi perkembangan teknologi informasi saat ini, setiap orang bisa membuat podcast, live streaming, tiktok. “Ini harus Dewan Pers antisipasi, agar pers tidak dimanfaatkan oleh orang-orang dengan membuat podcast dan produk lainnya mengatasnamakan demi kebebasan pers.”
Mantan Dirkrimsus Polda Metro itu mengingatkan saatnya mengikis pers yang tidak berizin itu. Tentu harus ada regulasi, aturan yang tegas menjadi dasar menertibkan ‘pers abal-abal’. “Mari sama-sama memberikan pelatihan untuk meningkatkan skill dan kemampuan mereka,” katanya.
Dalam sesi pembahasan bersama 24 Ahli Pers itu, Adi memaparkan lima peran Polri dalam penanganan kasus pers. Yaitu: Pertama, Polri sebagai penegak hukum memiliki kewajiban menerima dan melayani pengaduan/laporan dari masyarakat untuk memperoleh keadílan tanpa pembedaan. Ini sesuai ketentuan perundang-undangan (Pasal 17 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
Kedua, Polri berkomitmen bersinergi dengan Dewan, Pers melalui metode komunikasi, koordinasi dan kolaborasi dalam penanganan permasalahan Pers. Ketiga, Polri menjunjung tinggi kebebasan dan Perlindungan Pers dalam menjalankan tugas Jurnalistik.
Keempat, Mengimplementasikan Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja sama Polri dengan Dewan Pers melalui peningkatan sosialisasi kepada jajaran Polri. Dan, kelima, Mengedepankan Keadilan Restoratif (Restorative Justice). (IKZ)